BAHKAN SAAT ITU, ADA BAHAYA YANG
MENGINTAI DI DALAM KESEHARIAN.
Semuanya dimulai dengan sebuah
kejadian yang mendadak di jam 6 sore pada suatu hari. Karena aku menerima pesan
di ponselku dari sekolah, aku memutuskan untuk memeriksanya dan ketika aku
melakukannya, ternyata ada masalah yang terjadi di tempat pipa saluran air
berada, seluruh asrama mendapat pemberitahuan bahwa mereka tidak memiliki fasilitas air untuk sementara waktu.
Ketika aku mencoba memutar keran
untuk memastikan, memang tidak ada air yang keluar. Sepertinya upaya perbaikan
akan memakan waktu untuk menyelesaikannya dan jika perbaikan tertunda, dibutuhkan waktu sampai pagi untuk diperbaiki.
Tapi saat itu sekolah memperhatikan
murid dengan baik dan di dalam situasi ini, hal itu memang diperlukan. Lebih
dari 2 liter air akan diserahkan kepada murid di kafetaria sekaligus. Karena kafetaria
diperkirakan akan menjadi ramai, sebuah pemberitahuan peringatan juga dilakukan
dalam menyatakan hal tersebut. Sebagai tindakan terlarang, toko-toko yang
diperkirakan akan ramai dikunjungi ditandai dengan tanda bahwa untuk sementara
waktu tidak dapat digunakan lagi.
Selain itu, air mineral gratis
disediakan di Keyaki Mall, namun dilarang untuk membotolkan air itu untuk diri
kami sendiri dan membawanya kembali bersama kami.
Itu bukan masalah untukku. Jika
ada masalah, tentu saja itu adalah toilet. Meski ada air di dalam tangki,
karena hanya bisa digunakan untuk sekali bilas, sebaiknya harus berhati-hati.
"Sedangkan untuk minuman...
masih ada sedikit yang tersisa"
Teh di kulkas hanya akan bertahan
sekitar satu cangkir, tapi itu sudah cukup untuk hari ini. Untuk makan malam,
aku harus mengatasinya dengan membuat sajian tanpa menggunakan air. Setelah
itu, saat aku mulai acuh tak acuh membuat persiapan untuk memasak makan malam,
ponselku tiba-tiba berbunyi. Tapi saat aku bergerak untuk menjawab, nadanya
berhenti. Itu berlangsung selama sekitar 2 panggilan. Saat aku meraih tanganku
ke ponsel untuk memeriksa identitas pemanggil, ternyata nama tersebut adalah
Horikita Suzune.
Tidak biasanya dia meneleponku.
Bahkan jika Horikita pernah memiliki urusan denganku, dia biasanya melakukan
hal tersebut melalui chat. Karena aku sedikit penasaran dengan masalah ini, aku
memutuskan untuk menelepon balik. Namun, tidak peduli berapa kali aku menelepon,
Horikita tidak menjawabnya. Sambil merasa itu sedikit misterius, aku menyerah menelepon Horikita, meletakkan ponselku di atas meja dan kembali memasak
makan malamku.
Aku akan memasak nasi goreng hari
ini. Masalah yang sederhana untuk memasak nasi goreng dengan nasi yang sudah
aku beli terlebih dahulu. Setelah menambahkan telur, selebihnya hanyalah
sentuhan terakhir. Dan pada saat itulah ponsel berbunyi lagi. Begitu aku mematikan
kompor dan berjalan menuju ponsel, lagi-lagi nadanya berhenti. Melihat ke
ponsel, seperti sebelumnya, ada panggilan dari Horikita.
Saat aku menelepon kembali lagi,
seperti yang diharapkan, tidak peduli berapa kali ponsel miliknya berbunyi,
Horikita tidak akan menjawab. Aku merasa sedikit ragu dengan situasi misterius
ini. Mungkin hanya kebetulan, tepat setelah panggilan berakhir, pemberitahuan sibuk
muncul. Itu juga hanyalah kemungkinan, tapi dari kepribadian Horikita yang
sulit dibayangkan, dia adalah tipe yang hanya bisa dihubungi saat dia dalam keadaan
tenang. Sekalipun sesuatu yang tidak terduga sudah terjadi, mengakhiri
panggilan dua kali dan tidak menjawab saat aku menelepon balik terasa aneh.
Dari sini kesimpulan yang bisa aku ambil adalah bahwa Horikita saat ini sedang
terjebak dalam situasi yang tidak terduga.
"Yah, benar"
Jengkel kepada diri sendiri
karena terlalu memikirkan hal ini, aku memutuskan untuk berhenti memasak
sekarang dan menjawabnya melalui chat.
"Sepertinya kau pernah
menelponku dua kali, ada apa?"
Dan saat aku mengirim pesan itu,
bahkan tanpa ada penundaan waktu, tanda ‘baca’ muncul. Tapi dari pesan yang
sudah dibaca, sebuah jawaban tidak muncul. Aku menunggu cukup lama tapi jawaban
juga tidak kunjung muncul.
"Aku sedang memasak sekarang,
aku mungkin lama membalas, tapi kalau kau menghubungiku, aku akan menjawabnya"
Aku mengirimkan itu kepadanya.
Seperti sebelumnya, notifikasi baca muncul tapi tidak ada jawaban datang dan
jadi aku memutuskan untuk kembali memasak.
Bahkan setelah aku menyelesaikan makan
malam, tidak ada kontak dari Horikita. Setelah menghabiskan teh terakhirku,
sekali lagi aku merasakan perasaan yang sedikit menyebalkan.
"Mungkinkah... ini memang situasi yang berbahaya?"
Terjebak dalam situasi yang tidak
terduga atau pingsan entah di mana, itu tidak mungkin, kan? Tidak ada yang
salah bahwa pada akhirnya itu bukanlah reaksi Horikita yang biasanya. Aku penasaran
apakah kemungkinan ponselnya rusak dan karena itulah aku tidak bisa menghubungi
dia. Tapi, kalau begitu, tidak perlu menghubungiku untuk meminta saran. Dia
hanya perlu menghubungi sekolah nanti.
Jika Horikita memiliki seorang
teman yang akan datang ke kamarnya pada saat seperti ini, ini akan menjadi
masalah yang cepat untuk diselesaikan, tapi... sayangnya aku tidak bisa memikirkan
seorang teman yang akan melakukan itu untuknya.
"Apa kau baik-baik
saja?"
Meski hanya tabakan, aku mencoba
menyelidiki situasinya.
"Oooo ....."
"Oooo ....."
Tanda ‘baca’ tidak muncul. Tidak
seperti beberapa waktu yang lalu, situasi di mana dia menempatkan ponselnya
sudah berubah. Mungkin baterai ponselnya sudah habis, atau sudah mati secara
otomatis. Hal seperti itu juga bisa dianggap mungkin ,tapi ... kemungkinan lain
apa yang bisa aku pikirkan?
Pertama, dia yang meneleponku sejak
awal membuat penasaran. Apa alasannya? Bagaimanapun, fakta bahwa dia tidak
mengatakannya secara langsung itu aneh. Lalu, kalau aku memikirkannya secara
realistis - Kemungkinan pertama adalah saat Horikita memiliki urusan denganku, tapi saat ini dia sedang terjebak dengan masalah yang lain. Misalnya, dia ditelepon oleh guru
atau saat ini dia ditelepon oleh teman sekelas.
Tapi kemungkinan itu kecil. Di
tengah liburan musim panas, apalagi di malam hari, sulit membayangkan sekolah akan
meneleponnya dan aku rasa tidak ada seorang pun teman yang akan menghubungi
Horikita. Jika memang seperti itu, teori yang menang adalah bahwa dia memiliki
sesuatu untuk dibicarakan denganku. Meskipun dia sudah mencoba meneleponku, dia sedang terlibat semacam kecelakaan dan tidak bisa mengatasinya. Entah memang begitu atau
dia tertidur atau lupa untuk menelepon balik. Sesuatu di sepanjang kemungkinan
itu.
"Itu tidak masuk akal."
Horikita adalah murid teladan dan
dia bisa menangani dirinya sendiri. Aku tidak bisa membayangkan Horikita lupa
untuk membalas. Meskipun aku sudah mencoba meneleponnya secara langsung, sama
sekali tidak terjawab, dan aku terpaksa beralih untuk menge-chat-nya.
Namun bahkan dalam chat itu, dia
tidak mengirim sebuah kalimat balasan. Dalam jangka waktu tertentu, tanda ‘baca’
memang muncul meski faktanya tidak lagi terjadi untuk saat ini membuatku
membayangkan bahwa ponselnya masih digunakan.
"Aku khawatir....."
Bahkan jika aku meninggalkannya
di sini, sesuatu yang bisa aku lakukan untuknya memang terbatas, tapi aku juga
khawatir tentangnya, jadi aku tidak bisa membiarkannya sendirian. Untuk saat
ini, untuk memberi tahu dia bahwa aku sedang berusaha menghubunginya, aku memutuskan
untuk meneleponnya lagi.
Jika aku bertindak sejauh ini,
kecuali jika dia terlalu sibuk atau tidak memperhatikan panggilanku sama
sekali, dia harus menjawabnya. Sekali lagi, aku menghubungi kontak Horikita.
Seperti yang aku lakukan, pada panggilan
keempat, setidaknya aku berhasil melakukan kontak dengan pihak lain.
"Halo....."
Sepertinya Horikita tidak
terkejut, tapi kedengarannya dia memiliki sedikit suara yang lelah.
"Hei, Maaf sudah
menghubungimu berkali-kali, tapi aku khawatir sejak menerima teleponmu. Apa kau sudah tidur?"
"Bukan seperti itu. Maaf
karena tidak membalas"
Aku tidak merasakan kepanikan
atau merasa sebuah kecelakaan sedang terjadi.
"Sekarang ini aku sedang sedikit
sibuk, jadi kalau hanya itu yang ingin kau katakan, aku akan menutup
teleponnya"
Begitu Horikita mengatakan hal
itu, aku bisa mendengar dari lubang suara ponsel bahwa ada sebuah suara
metalik.
"Apa itu?"
"Tidak ada yang penting.
Selamat tinggal"
Sepertinya dia tidak ingin diselidiki
lebih jauh lagi sehingga dia buru-buru mengakhiri panggilannya. Aku sedikit
khawatir tapi aku berhasil melakukan kontak dan orang itu sendiri mengatakan
bahwa semuanya baik-baik saja. Aku memutuskan untuk melupakan hal ini untuk
sekarang dan perlahan menghabiskan malamku.
***
Tidak ada yang akan terjadi hari
ini. Kupikir satu hari akan berakhir begitu saja. Tapi, sekitar jam 9 malam,
layar ponselku menyala. Sebuah pesan baru muncul.
"Kau masih bangun?"
Itu adalah chat dari Horikita.
"Aku masih bangun"
"Aku mau berbicara denganmu sebentar, apa kau punya waktu sekarang?"
"Aku mau berbicara denganmu sebentar, apa kau punya waktu sekarang?"
Ku rasa sudah sekitar dua jam
seletah panggilan terakhir yang dia buat.
"Aku akan meneleponmu"
Setelah mengatakan itu kepadanya,
aku langsung menelepon Horikita dan hanya dengan satu panggilan, dia mengangkat
telepon.
"Ada apa?”
"Ada sesuatu yang ingin aku
tanyakan kepadamu..."
Horikita mengatakan itu dengan
sedikit nada bicara yang sama seperti sebelumnya, dan setelah itu terdiam untuk
beberapa saat.
"Misalnya saja ada kura-kura"
"Hah?"
Secara tiba-tiba, kata-kata gila
datang dari Horikita.
"Kura-kura itu adalah
binatang yang sangat cerdas dan berbakat, tapi jika terjadi kecelakaan dan
dibalik terbalik, bukankah menurutmu itu akan menjadi hal yang gawat? Tidak
akan mampu berbalik lagi tanpa orang lain."
"Benar, ketika berbicara
tentang kura-kura normal yang tidak bisa berbalik, mereka bisa memperpanjang
leher mereka dan menggunakan kaki mereka untuk menyeimbangkan diri mereka
sendiri dan dalam kebanyakan kasus, mereka bisa mendapatkan kembali postur awal
mereka. yang tidak mampu berbalik sendirian sudah pasti adalah kura-kura raksasa dan
penyu. Itu karena kedua spesies tersebut terlahir dalam kondisi yang
menyebabkan mereka tidak mampu membalikkan diri mereka sendiri"
"..........."
Ketika aku menambahkan
kata-kataku yang tidak penting, Horikita terdiam.
"Itu tidak penting, akan lebih mudah jika kau secara jujur berasumsi bahwa mereka tidak bisa berbalik sendiri dan mengakuinya"
"Itu tidak penting, akan lebih mudah jika kau secara jujur berasumsi bahwa mereka tidak bisa berbalik sendiri dan mengakuinya"
Aku pikir memang seperti itu,
bahkan aku pikir itu adalah penjelasan yang sangat tidak penting.
"Lalu? Situasi di mana tidak
bisa balik seperti semula, ada yang salah dengan itu?"
"Jika kau mengalami situasi seperti ini, apa yang akan kau lakukan? Aku hanya ingin meminta referensi untuk ke depannya"
"Jika kau mengalami situasi seperti ini, apa yang akan kau lakukan? Aku hanya ingin meminta referensi untuk ke depannya"
"Jika aku melakukannya, aku
mungkin akan bangkit. Itu bukan tugas yang menyusahkan"
Tentu saja aku tidak punya alasan
untuk memperdulikannya tapi aku juga tidak punya alasan untuk mengabaikannya.
Jika seperti itu, aku mungkin
bisa membantu. Tapi aku ingin tahu apa maksud sebenarnya dari cerita ini. Jika
aku mempertimbangkan situasinya, maka Horikita saat ini, seperti kura-kura,
dalam situasi di mana dia tidak bisa bangkit sendirian. Tapi dari ponsel, aku
tidak bisa merasakan kepanikan dan dia sendiri terdengar tenang. Mungkin ini
bukan situasi yang mendesak.
"Jadi ... apa yang sedang mengganggumu?"
Menanggapi Horikita yang sedang
memukul semak belukar, aku langsung bertanya kepadanya. Tidak peduli masalah
apa yang dia hadapi, tidak ada keuntungan yang bisa didapatkan dalam
memperpanjang masalah ini. Jika itu yang terjadi, ini membuat si pendengarannya
lebih cepat mengerti.
"Aku tidak benar-benar dalam
masalah"
"Tidak, tapi sekarang
pembicaraan kita menuju ke arah itu, bukan?"
"Aku baru saja berbicara
tentang kura-kura terbalik, itu tidak ada hubungannya denganku"
"... lalu kenapa kau bicara
tentang kura-kura?"
"Aku hanya merasa ingin, aku
hanya mau memberitahumu tentang kura-kura terbalik"
Ini sangat kacau.
"Ini tidak seperti dirimu,
tidak, meminta bantuan juga tidak seperti dirimu... kau meneleponku karena kau
tidak memiliki orang lain yang bisa kau andalkan, bukan? Jika seperti itu,
katakan saja. Itu akan menjadi lebih baik"
Aku menegurnya seperti itu dan
setelah beberapa saat, dia mulai berbicara.
"Jika kau merasa ingin
membantu seseorang tidak peduli seberapa mustahilnya, bukan berarti aku tidak
mengizinkanmu menasihatiku mengenai hal ini".
"O-oh, jadi tidak masalah
memberi tau ku"
Horikita yang sudah terpelintir
oleh rasa superioritas sudah mengatakan sesuatu yang luar biasa seperti itu.
Tapi pada titik ini, apapun bisa terjadi.
"Aku hanya mengalami sedikit
masalah"
Dan akhirnya, dia mengakuinya
dengan jujur.
"Di mana kau sekarang?"
"Aku sedang di kamar"
jawab Horikita.
"Jangan bilang, ada serangga
hitam (T/N: Kecoa kali ya?) yang muncul?"
Jika itu yang terjadi bahkan jika
dia mampu berbicara dengan santai, dengan mudah memberikan sebuah gambar bahwa
dia tidak bisa dengan mudah mengatasinya. Cukup masuk akal untuk saat ini.
Namun asrama tetap bersih dan Horikita juga kebetulan tinggal di lantai atas.
Kemungkinan mereka muncul di kamarnya cukup rendah.
"Bukan itu masalahnya, kalau
memang begitu, aku bisa mengatasinya sendiri".
"Bagaimana caramu
mengatasinya? Deterjen? Air panas? Sandal? Dan kalau tidak ada itu, lalu
bagaimana?"
Aku juga memperhatikan bahwa dia
tidak langsung menceritakan rincian masalahnya. Tidak peduli seberapa
diberkatinya aku dengan kemampuan berpikir, aku tidak bisa membayangkan situasi
Horikita.
"Alasanku ada di dalam
masalah adalah ... sebenarnya, gak papa, aku akan menyelesaikannya
sendiri"
"Kau mencoba
menyelesaikannya sendiri, tapi sudah lebih dari dua jam kau belum
menyelesaikannya, bukan?"
Seharusnya dia sudah terjebak
dalam masalah saat dia mencoba menghubungiku. Jika mamang begitu, dia seharusnya
sudah cukup berjuang.
"yah..."
Jadi, itu sebuah penegasan,
seberapa mungkin rinciannya, itu terlihat sedikit membebani dia karena dia
tidak langsung menjawabnya. Tapi kemudian...
"..... yah ..... memang
benar sedikit dekat dengan batas kemampuanku. Aku akan memberitahumu dengan
jujur"
Akhirnya aku bisa mengatasinya.
Kupikir seperti itu, tapi Horikita mengalihkannya seperti ini.
"... bisakah kau datang ke
kamarku sekarang ....?"
Itu adalah pernyataan yang
berarti ada bagian yang memalukan dan menjijikan.
"Sekarang juga, tapi sudah
lewat jam 9 malam"
"Aku mengerti tapi ... tidak
ada cara lain untuk menyelesaikan ini selain kau yang datang ke sini ...."
Suara itu terbakar. Suara
frustrasi itu terdengar agak kesakitan.
"Mungkin ada pertentangan
meski harus pergi jauh-jauh ke lantai atas tempat para perempuan tinggal"
"Aku mengerti itu, tapi
kalau aku tidak membuatmu langsung bertindak, akan sulit untuk
menyelesaikannya."
Dan begitu saja, Horikita
akhirnya mengakhiri panggilannya.
“Terlihat sedikit menakutkan ...
tapi aku pikir tidak ada yang bisa dilakukan selain pergi"
Bagaimanapun, tidak baik jika terlambat
sehingga hanya membawa ponsel dan kunci kamarku, meninggalkan kamarku.
***
Aku merasa seperti aku yang lebih
suka untuk tidak bertemu dengan perempuan mana pun, aku berharap agar tidak ada
orang lain yang sedang menggunakan lift.
Menyelinap seperti ini terasa menyedihkan, tapi aku adalah tipe orang seperti
itu. Lalu dengan waktu yang tepat, saat aku sampai di lantai 13 tempat Horikita
tinggal, aku menekan tombol bel. Setelah menunggu beberapa saat, karena tidak
ada tanda-tanda dia akan membukaan pintu, aku mencoba membukanya sendiri dan
karena pintunya tidak terkunci, pintu terbuka begitu saja.
"Horikita?"
Kamar Horikita adalah 1K tapi
karena ada pintu terpasang di dalamnya juga, aku tidak bisa melihat ke kamar
tidur itu. Di koridor dan dapur yang baru saja berubah sejak pendaftaran awal
kami, tidak ada tanda-tanda Horikita.
"Kau sedang sendirian, kan?
Aku tidak keberatan jika kau masuk ke dalam"
Ku mendengar itu dari sisi lain
pintu.
"Meskipun kita berada di
asrama sekarang, itu berbahaya." kataku.
"Jangan khawatir, meski ada
orang yang mencurigakan yang masuk sekarang, kekuatan pemusnah di tangan
kananku akan lebih dari cukup"
Apa arti kalimat itu? Sambil
memikirkannya, aku masuk ke dalam ruangan. Lalu aku berjalan memasuki ruangan.
Horikita memunggungiku dan aku tidak bisa melihat ekspresinya, tapi aku tidak
bisa melihat perubahan tertentu tentang dirinya.
Bagian dalam ruangan juga
sederhana dan aku tidak bisa melihat tempat tertentu yang bisa dianggap aneh.
"Aku sudah di sini, ada
masalah apa?"
"Jika kau melihat, kau akan
mengerti"
Setelah mengatakan itu, Horikita perlahan berdiri dan berbalik menghadapku.
Setelah mengatakan itu, Horikita perlahan berdiri dan berbalik menghadapku.
Dan kemudian, pada saat itu, rasa
perasaan yang tidak mampu dimengerti sekaligus mencoba memahami emosi, secara
bersamaan meledak keluar dari dalam diriku.
"Aku mengerti... jadi
seperti itu?"
"benar"
Aku melirikinya sambil mencoba memahami ujung lengan kanannya. Dan di sana aku melihat sebuah botol air kecil yang
digunakan oleh anak perempuan sudah menelan tangannya.
"Bagaimana caraku
menanggapinya... ini adalah kecelakaan yang sama sekali tidak seperti dirimu.
Jangan bilang kalau kau sedang bermain dengan itu?"
"Jangan bodoh"
"Tidak, maksudku itu mungkin
saja, kan? Rasanya seperti memegang jagung bakar di antara tanganmu dan
memakannya, kan?"
Mungkin kalimat itu adalah
sesuatu yang membuat dia kesal, saat dia mengayunkan lengan kanannya ke
sekeliling dengan ekspresi tajam.
“I-itu lawakan"
"Tidak ada gunanya melawak kalau tidak lucu. Milikmu itu garing, itu gagal" jawab
Horikita.
"Itu bukan karena lawakanku
yang garing, itu karena aku mengejekmu,
kan?"
"Ini terjadi karena aku
mencucinya, apa kau bisa mengerti?"
Jadi seperti itulah ceritanya. Aku meraih ujung botol air dan menariknya. Tapi ketika aku melakukannya, Horikita sendiri malah ikut tertarik bersamaan dengan itu.
"Sudah cukup sial kalau kau tidak bisa melepaskannya dari dirimu sendiri. Berusahalah"
Jadi seperti itulah ceritanya. Aku meraih ujung botol air dan menariknya. Tapi ketika aku melakukannya, Horikita sendiri malah ikut tertarik bersamaan dengan itu.
"Sudah cukup sial kalau kau tidak bisa melepaskannya dari dirimu sendiri. Berusahalah"
Jika tubuhnya ditarik bersama
dengan botolnya, maka aku tidak akan bisa melepas apa yang biasanya bisa terlepas.
"Aku sudah mengerti hal seperti itu. Hanya saja, aku sudah cukup lelah, jadi tolong lakukan dengan cepat.”
"Aku sudah mengerti hal seperti itu. Hanya saja, aku sudah cukup lelah, jadi tolong lakukan dengan cepat.”
Sepertinya setelah sempat
berjuang lebih dari dua jam, Horikita sudah mulai kelelahan. Aku mencengkeram
botol air lagi. Lalu aku menambahkan kekuatan lagi padanya dan menariknya.
Horikita juga mengalami rasa sakit saat ia melangkah mundur pada saat
bersamaan. Tapi sepertinya dia sudah terbiasa dengan hal ini sejak dia tidak
menunjukkan tanda-tanda perasaan bahwa lengannya akan terlepas.
"Tidak ada gunanya, ini
mungkin tidak akan terlepas"
"Aku mengerti, sudahku
duga..."
Sepertinya dia sudah menduga
botol airnya tidak akan lepas saat Horikita tidak menunjukkan tanda-tanda
kekecewaan yang besar.
"Sepertinya kita perlu
menggosoknya dengan sabun dan perlahan melepasnya. Cepat ke dapur”
"Tapi itu hanya akan melanjutkan
kecelakaan ini. Bukankah kau pernah diberitahu bahwa sekarang ada perbaikan
saluran air?" Kata Horikita.
Itu benar. Kami tidak akan bisa
menggunakan air sampai pukul 12 di asrama. Satu-satunya air yang bisa digunakan
saat ini adalah air di toilet, tapi aku ragu Horikita tidak keberatan
menggunakannya.
"Aku akan pergi ke kafetaria
sebentar"
Tidak ada jalan lain kecuali ini.
Jika aku bisa mendapatkan sedikit air, ada kemungkinan untuk melepaskannya.
Dengan cepat meninggalkan ruangan, aku menuju kafetaria. Tapi begitu sampai di
sana, aku diserang kejadian tak terduga.
"Aku minta maaf tapi lebih
banyak murid yang datang dari perkiraan dan kami kehabisan air"
Wanita tua di kafetaria meminta
maaf dengan nada menyesal. Sepertinya para murid yang membutuhkan air untuk
makan malam mereka sudah mengambil semuanya.
"Aku mengerti, aku akan
membeli beberapa di mesin penjual otomatis"
"Mohon maaf"
Untuk menarik keluar lengan dari
botol air, air yang banyak seharusnya tidak diperlukan. Kira-kira dua gelas
air itu sudah cukup. Berpikir seperti itu, aku menuju mesin penjual otomatis
yang terpasang di dekat kafetaria. Tapi sepertinya kesialan cenderung tumpang
tindih. Semua air, teh, jus dan sejenisnya di mesin penjual otomatis semuanya
sudah habis terjual.
"... ini pertama kalinya aku
melihat mesin penjual otomatis sudah kosong..."
***
"Jadi, kau kembali tanpa
membawa apapun?"
Perempuan botol air itu
memelototiku, tapi mau bagaimana lagi karena tidak ada yang bisa aku lakukan.
"Aku mau membawa beberapa
dari kamarku tapi aku sudah menghabiskan semua airku"
Dan juga, tidak bisa dijelaskan selain
sebuah tragedi yang dibawa dari arus kesialan ini.
"Jadi apa yang akan kita
lakukan?"
"Jika kau tidak masalah,
kita bisa meminta Ike atau Sudou untuk berbagi air dengan kita?"
"Aku keberatan"
Aku sudah menduga jawaban semacam
ini jadi aku sudah pernah membayangkannya sebelum bertanya, tapi seperti yang
diharapkan.
"Jika kau merasa tidak
nyaman dengan pinjaman dari mereka, aku bisa berbohong dan mengatakan kepada
mereka bahwa aku adalah orang yang membutuhkannya" kataku.
"Bukan seperti itu, aku menolak menggunakan air dari mereka, tidak ada yang tahu apa yang mereka masukkan ke
sana ....."
Dia menganggap mereka hampir
seperti bakteri. Sudah pasti seperti itu... ini merupakan apa yang ingin aku
katakan, tapi aku tidak memiliki kepercayaan diri untuk membuat pernyataan
seperti itu. Orang-orang itu, mereka memiliki kebiasaan meninggalkan air minum
atau teh begitu aja.
Jika Horikita meminta mereka
untuk menyerahkannya, mereka mungkin akan memberi air bersih yang mereka punya,
tapi jika aku yang mengatakan kepada mereka bahwa aku menginginkan air,
tergantung situasinya, mereka mungkin akan mengembalikan sesuatu dari jenis
itu. Tidak ada yang lebih mengerikan dari pada kejahatan tanpa niat buruk.
"Kalau begitu, apa kau mau
melakukannya lagi?"
"Ya, tolong teruskan meski
ini membuatku sakit"
Horikita memberiku lengan
kanannya seolah dia sudah menyiapkan tekadnya. Sepertinya dia ingin terbebas
dari ini secepat mungkin. Aku bisa melihat sedikit keringat terbentuk di
lengannya.
"Baiklah, kalau begitu aku
akan mencobanya sedikit demi sedikit"
aku juga ingin membebaskan
Horikita secepat mungkin dan kembali ke kamarku. Berpikir untuk menahan sikap
konyol sejenak, aku menarik botol airnya. Kemudian aku menggunakan kekuatan dua
kali lebih besar dari sebelumnya untuk menarik botol ini, tapi itu hanya
membuat Horikita membuat ekspresi kesakitan. Meski begitu, Horikita tidak
memberikan keluhan dari rasa sakit. Namun, botol airnya, seolah mengisap
lengannya, tidak mau lepas.
"Astaga. Sudahku duga, kita
membutuhkan air"
Aku harus membuatnya licin dulu
sebelum menariknya keluar. Jika masih belum ada air setelah itu, mungkin harus
menelepon layanan darurat.
"Kau menyuruhku menunggu
sampai pukul 12? Dalam keadaan seperti ini?"
"Jika masih ada seseorang yang bisa kita andalkan dari antara kontakku, laki-laki yang tersisa hanyalah Hirata" kataku padanya.
"Jika masih ada seseorang yang bisa kita andalkan dari antara kontakku, laki-laki yang tersisa hanyalah Hirata" kataku padanya.
"Kalau itu dia, tidak ada
yang mencurigakan dengan kualitas air tapi... aku lebih suka tidak berhutang kepadanya"
"Bahkan jika kau bilang
hutang, di depanku ini adalah orang yang membutuhkan air. Seharusnya kau tidak
keberatan”
"... itu memang benar"
Sepertinya dia masih merasa tidak
puas, tapi dia terlihat menerima bahwa sebuah pengorbanan harus dilakukan untuk
menghindari situasi mendesak ini dan menerima rencanaku.
"Kalau begitu aku akan
segera menghubungi dia"
Aku mencoba menelepon Hirata. Bahkan saat ini, kesialan terlihat tumpang tindih. Tidak peduli berapa
kali aku menelepon, Hirata tidak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab. Selain
itu, bahkan ketika aku mencoba mengiriminya pesan, pesan itu tidak dibaca.
"Dia tidak menyadarinya,
mungkin dia sudah tidur. Bagaimanapun, tidak ada respon"
“Aku mengerti, perasaan senang
dan kesedihan, keduanya saling campur aduk, membingungkan dan membuat semuanya
menjadi rumit untukku" kata Horikita.
"Kalau begitu berikutnya,
tidak ada pilihan selain mengandalkan Kushida atau Sakura"
"Kalau begitu, tolong tanya
kepada Sakura-san”
Seakan mengatakan bahwa Kushida
sangat tidak mungkin, dia langsung membalasku.
"Apa kau masih memiliki
hubungan yang buruk dengan Kushida?" Tanyaku padanya
"Kami tidak perlu berteman,
dan selain itu, masih banyak tindakannya yang masih belum aku mengerti"
"Apa maksudmu kau tidak
mengerti?"
"..... ujian di kapal pesiar.
Dia memegang kemenangan sejak awal, tapi malah menginginkan imbang"
Mengingat ujian khusus dari
beberapa waktu ke belakang, Horikita menyilangkan tangannya. Sayangnya botol
air yang menempel di lengannya membuatnya terlihat tidak keren dan karena itu
rasa dari pernyataannya menjadi kurang.
"Secara alami dia adalah
seorang yang menentang pertentangan. Dia mungkin akan memilih hasil di mana
semua orang bahagia"
"Aku sama sekali tidak
berniat untuk menolak hasil keseluruhannya, bagaimanapun jika ‘target’ itu
adalah dirinya sendiri, itu sudah keluar dari akar permasalahan"
Dia mulai berbicara dengan tajam.
Ujian yang berlangsung di kapal
memisahkan murid menjadi 12 kelompok dalam sebuah permainan untuk menemukan
"target". Ada empat kemungkinan hasil dan di antaranya, hasil 1
adalah hasil tersulit untuk dicapai dimana identitas "target" diketahui
setiap orang belum diselesaikan tanpa ada orang yang mengkhianati kelompok tersebut.
Sebagai gantinya, bayaran itu sendiri cukup besar dimana seluruh kelompok
menerima 1.000.000 poin tanpa dibagi-bagi.
Satu-satunya kekurangan untuk
hasil ini adalah, kelas yang memiliki "target" tidak mendapatkan
poin apa pun. Karena kelas-kelas lain sama-sama mendapatkan bayaran, perbedaan
di antara keduanya tidak berubah. Dia tidak memanfaatkan posisi istimewa dari
"target" tersebut. Itulah yang Horikita tidak puas.
"Situasi itu sangat disukai Kelas D. dengan kata lain, identitas ‘target’ yang mutlak harus tersembunyi, hingga seharusnya masih tetap tersembunyi. Namun, semua orang akhirnya mengetahui bahwa Kushida-san adalah ‘target’ . Pikirkanlah, dia sendiri pun terlibat "
"Situasi itu sangat disukai Kelas D. dengan kata lain, identitas ‘target’ yang mutlak harus tersembunyi, hingga seharusnya masih tetap tersembunyi. Namun, semua orang akhirnya mengetahui bahwa Kushida-san adalah ‘target’ . Pikirkanlah, dia sendiri pun terlibat "
Dengan kata lain, Horikita
mencoba mengatakan bahwa Kushida, dengan melakukan sesuatu, akhirnya
menghasilkan hasil 1.
"Itu hanya pemikiranmu,
kan?"
"Itu benar, tapi kemungkinan
itu sangat tinggi, aku menganggap dia sudah bersalah"
Horikita menambahkan lebih banyak
kekuatan pada kata-katanya. Bukan berarti aku tidak mengerti bagaimana
perasaannya, tapi botol air yang menempel di lengannya membuat dia tidak
terlihat keren.
Hanya saja, aku harus mengoreksi
sedikit pemikiran Horikita di sini. Dia masih di tahap prematur.
"Aku bisa mengerti apa yang
kau rasakan, tapi itu tidak baik, bukan?"
"Maksudmu aku berbicara tanpa bukti bahwa dia
mengkhianati kita?"
“Bukan seperti itu, maksudku itu semua adalah tanggung jawabmu, aku hanya akan menganggap bahwa Kushida memang mengkhianati kita. Sebenarnya, jika kita berasumsi seandainya itu adalah kenyataannya maka kesalahannya terletak pada dirimu karena membiarkan dia mengkhianati kita. Jika Kushida mengkhianatimu, Kau harus menang dengan segala cara. Apa aku salah? " Tanyaku padanya.
“Bukan seperti itu, maksudku itu semua adalah tanggung jawabmu, aku hanya akan menganggap bahwa Kushida memang mengkhianati kita. Sebenarnya, jika kita berasumsi seandainya itu adalah kenyataannya maka kesalahannya terletak pada dirimu karena membiarkan dia mengkhianati kita. Jika Kushida mengkhianatimu, Kau harus menang dengan segala cara. Apa aku salah? " Tanyaku padanya.
Dia memahaminya dengan jelas,
namun sebagai tanggapan atas pertanyaan sulit ini, dia melawannya dengan
jawaban yang benar. Horikita, melawan serangan yang tidak masuk akal ini,
membuat dia keberatan.
"Jangan bersikap tidak masuk
akal, apa kau mengerti betapa tidak realistisnya itu?"
"Tidak realistis? aku tidak
berpikir begitu. Aku akan mengulanginya lagi, jika Kushida memang mengkhianati
kita dan membimbing kelompok tersebut untuk menghasilkan hasil 1 itu adalah hal
yang menakjubkan, ini adalah wilayah yang tidak bisa kau selesaikan dengan setengah
hati. Dengan kata lain, dalam ujian sebelumnya, kau benar-benar tersingkir oleh
Kushida, dengan perbedaan antara kemampuanmu dan kemampuannya "
Tentu saja pernyataanku ini menganggap bahwa Kushida memang mengkhianati kami, jika ini salah, pernyataan
itu tidak akan benar apa adanya.
Ryuuen atau Katsuragi. Aku tidak
tahu yang mana tapi dengan kekuatan yang lebih kuat, sebuah hasil yang memaksa
setiap orang dari kelompok (Naga) dengan patuh sudah didapatkan. Bahkan dalam
masalah itu, fakta bahwa Horikita sudah diakali tidak berubah.
“Kau memiliki ‘target’ di kelasmu
dan kau begitu yakin akan kemenanganmu sehingga kau tidak melakukan tindakan
yang lebih jauh. Jika seperti itu, tanggung jawab untuk itu ada pada orang-orang
di kelompok yang sama. Jika kau membidik Kelas A, kau harus bisa memperbaiki setidaknya
hal itu "kataku pada Horikita.
"..... Kau membicarakan
beberapa hal yang sulit"
"Aku mengerti perasaan
frustrasimu, tapi meski begitu, inilah jalan yang kau pilih, dan selain itu,
kau sudah dewasa bahkan lebih dari sebelumnya. Jika aku mengatakan hal yang
sama kepadamu saat pertama kali bertemu denganmu, kau sama sekali tidak akan
mendengarkanku "lanjutku.
Itu benar. Perlahan tapi pasti,
pola pikir Horikita perlahan mulai berkembang menjadi dewasa.
Tidak seperti saat pertama kali
bertemu, dia menjadi perempuan yang tidak menolak semuanya.
"Aku sudah mengerti, aku
akan menerima hasil ujiannya. Aku akui bahwa aku terlalu optimis, tapi yang
terpenting, membebaskan lengan ini"
Itu benar, Ini terlihat seperti
situasi di mana beberapa profesor di suatu tempat akan mengatakannya sambil
mengangguk.
"Aku akan mencoba sedikit mengandalkan
Sakura" kataku.
Karena sudah larut, daripada
meneleponnya aku memutuskan untuk menggunakan chat untuk menghubunginya.
"Sakura, aku pikir kau juga
menyadari masalah pipa air, tapi aku kehabisan air minum di kamarku dan aku jadi
sedikit berada dalam masalah... Mesin penjual otomatis juga sudah terjual habis,
jika kau tidak keberatan, bisakah kau membagi airmu untukku? "
Aku menunggu beberapa saat
setelah mengirim pesan tapi tidak ada tanda-tanda terbaca.
"Ini buruk. Mungkin dia sudah
tidur, tapi sepertinya dia tidak perhatikan ini"
"Jujur saja, kita benar-benar
kurang beruntung hari ini ..."
"Kau ingin melepasnya
sekarang, bukan?"
"Jika aku mau menunggu
sampai hari berikutnya aku tidak akan meneleponmu”
Aku pikir itu benar. Dia mungkin
ingin melepaskannya secepat mungkin.
"Kalau memang seperti itu, itu artinya kau juga tidak punya pilihan selain mengambil risiko yang sesuai
juga"
"... sesuai?"
Dengan waspada, dia mempertanyakan
itu. Kemungkinan besar Horikita juga memahami hal ini di kepalanya.
"Kita akan meninggalkan
ruangan ini dan pergi ke Keyaki Mall dimana kita bisa memanfaatkan air. Tidak
ada jalan lain" kataku.
"Jadi akan menjadi seperti
itu pada akhirnya..."
Dia meletakkan tangannya di
kening, tapi tidak peduli isyarat apa yang dia buat saat ini, pada akhirnya akan
terlihat konyol.
"Waktu di saat seperti ini
sedang banyak digunakan untuk makan makanan, mandi dan berbagai hal lainnya,
jadi inilah kesempatan kita"
Sebenarnya, sebelum aku datang ke
kamar ini, sebelum pergi ke kafetaria, aku tidak menemukan satu pun teman sekelas
kami. Jika dia tidak bisa bertahan sampai jam 12, tidak ada pilihan lain
kecuali mengambil resiko kecil ini.
"Aku tidak mau mengambil
risiko ini, Apa kau tidak bisa memintanya ke temanmu?”
"Sayangnya itu tidak mungkin
untuk hari ini, sepertinya mereka sudah janjian pergi bersama ke karaoke.
Mereka tidak ada di sini"
"Jujur saja, aku tidak
bermaksud mengulanginya lebih dari ini, tapi, astaga sialnya..."
"Cepat kita pergi sekarang
supaya kita bisa mengakhiri semua ini!"
"T-tunggu, aku benar-benar
tidak bisa pergi keluar seperti ini"
"Kalau begitu, apa kau mau
menyembunyikan tanganmu dengan sesuatu? Meskipun sudah disembunyikan oleh botol
air."
"Gak usah melawak!”
“Aku mengerti, aku akan minta
maaf, jadi turunkan tangan yang sedang kau angkat itu"
Ketika dia bergerak untuk
memukulku lagi, aku menjadi panik dan cepat mengambil jarak dengannya.
"Apa kau memiliki sesuatu
seperti kain?"
"Kain....? Kalau itu
saputangan..." Mengatakan itu, Horikita mengeluarkan saputangan putih dari
rak.
Saat aku mengambil itu darinya,
aku menutupinya dari atas botol air Horikita.
"...Terus terang saja, ini
mencurigakan. Lebih dari itu, aku merasa panjangnya masih belum cukup"
Meski sebagian besar ditutupi,
masih saja sia-sia karena ujung botolnya masih bisa mengintip.
"Apa kau memiliki sesuatu yang lebih besar?"
"Apa kau memiliki sesuatu yang lebih besar?"
"Jika harus yang lebih
besar, kalau begitu handuk mandi....".
Kali ini dia mengeluarkan handuk
mandi. Aku meletakkannya di lengan dengan botol air.
"yah, inilah yang cocok...."
Hanya saja, itu akan menjadi
tanda tanya tentang kenapa dia berjalan keluar dengan handuk mandi di tangannya.
Artinya, ini akan menjadi jauh lebih mencolok daripada memiliki lengan yang
terjebak di dalam botol air.
"Ini sedikit tidak seimbang,
jika aku berjalan handuk mandi akan jatuh"
"Bukankah sebaiknya jika kau
memegangnya dengan tangan yang lain?"
Setelah menahan handuk mandi, dia
melepaskan gambaran seolah ingin memasuki kamar mandi. Jika seperti ini, yah,
itu terlihat jauh lebih baik.
"Jika pihak ketiga melihat
situasiku, kesan seperti apa yang akan mereka dapatkan?"
"Sepertinya..."
Pertama, sebagai bayangan, tidak akan
ada yang jalan-jalan di asrama dengan handuk mandi apalagi jika pergi keluar.
Tentu saja orang akan penasaran. Dan jika aku harus berdiri di sampingnya, itu
akan menjadi tanda tanya yang lebih besar lagi.
"Tergantung kepada
situasinya ..... Aku bertanya-tanya, misalnya, mungkin mereka mengira kau ingin meminjam
bak mandi di kamarku"
Mungkin itu terlalu banyak
lompatan, tapi karena aku sendiri yang melihatnya seperti itu, aku
mengatakannya.
"Ditolak"
Dia melepaskan handuk mandi dan
menolak. Aku juga tidak mau terjebak dengan kecurigaan yang meragukan semacam
itu.
"Bagaimana kalau berjalan
sambil meletakkan tanganmu di dalam tasmu?"
"Aku bahkan tidak mau
membayangkannya. Ditolak, Tidak bisakah kau memikirkan ide yang sedikit lebih
baik lagi?"
Meskipun kami dalam keadaan
darurat, dia masih merupakan yang terbaik ketika harus mengeluh.
"Jika itu yang terjadi, kita
akan pergi seperti ini? Tidak akan ribet dan tidak akan ada yang jatuh seperti
handuk atau saputangan"
"....biarku pikirkan."
Daripada membuang waktu
memikirkan hal ini, lebih baik langsung bertindak saja.
Sambil menyeret Horikita yang
sedikit ragu ke arahku, aku melangkah ke koridor.
"Baiklah, tidak ada
tanda-tanda orang lain di sekitar. Ayo pergi"
"T-tunggu sebentar, aku
belum memakai sepatuku dengan benar"
Karena dia hanya bisa menggunakan
satu tangan yang menghabiskan banyak waktu juga. Setelah beberapa saat, kami
berdua menuju ke koridor.
"Ada keran di jalan ke
sekolah, bukan? Jika kita bisa melakukannya di sana pasti tidak akan ada
masalah."
Jika kita berjalan dengan
kecepatan normal, kita akan sampai di sana dalam 5 menit.
Karena situasinya berbahaya,
mungkin dibutuhkan waktu dua kali lebih lama dari itu, tapi selama kami bisa
meninggalkan asrama, di bawah kegelapan, tidak akan ada masalah. Kami berhasil
sampai di depan lift. Karena kedua elevator tidak bergerak, tidak ada pilihan lain.
"Tidak ada gunanya,
Ayanokouji-kun. Kita tidak bisa menggunakan lift"
"Apa?"
"Ada monitor pengawas di
lobi di lantai 1 kan? Aku tidak tahu siapa yang akan melihatnya"
Tentu saja di lantai 1, rekaman
yang diambil oleh kamera pengintai di dalam lift sedang ditampilkan di monitor.
Horikita khawatir akan terlihat di sana. Bahkan jika dia bisa menyembunyikan
lengannya di depan kamera, dia tidak akan bisa menghindari rekaman yang misterius.
"Lalu apa kau mau
menggunakan tangga?"
Jika kita turun dari titik ini,
dibutuhkan sedikit waktu. Dan fakta bahwa salah satu tangannya tidak bisa
digunakan membuatnya sedikit berbahaya.
"Daripada membiarkan orang lain
melihat sosokku yang tidak berdaya ini, aku lebih suka memilih tangga,"
kata Horikita.
Setelah menimbang antara perjuangan
dan bahaya terhadap harga dirinya. Horikita lebih memilih harga dirinya.
Ada dua tangga darurat,
masing-masing terletak jauh dari lift. Tidak peduli yang mana yang akan kami gunakan, kami harus melewati pintu kamar murid lagi, tidak ada yang bisa
dilakukan.
Membawa Horikita yang sepertinya
bersembunyi di belakangku sambil berjalan, kami menuju ke tangga. Sepanjang
jalan, jika aku harus meminjam kata-kata Horikita "Astaga". Dengan
kata lain, ini adalah hari kesialan.
Aku mendengar pintu ruang terbuka
seorang murid yang tidak dikenal. Kira-kira tiga kamar dari belakang tempat
kami berdiri.
"I-ini gawat, itu kamar Maezono-san"
Maezono dari kelas d, ya? Tidak
diragukan lagi itu adalah salah satu dari orang-orang yang Horikita tidak ingin
temui sekarang. Tapi tidak ada tempat untuk melarikan diri.
Tapi dari pintu yang perlahan
dibuka, bukan Maezono yang keluar, tapi temannya, Kushida. Aku bertanya-tanya
apakah ini kejadian lain yang tak terduga bagi Horikita.
"Terima kasih Kushida-san,
aku akan membayarnya nanti"
"Tidak, tidak masalah,
jangan dipedulikan, selamat malam Maezono-san"
Sepertinya dia datang untuk
bermain di kamar Maezono. Mungkin Maezono bermaksud untuk melihatnya dari
dalam, jadi aku tidak bisa melihat wajahnya. Saat pintu tertutup, Kushida,
tanpa menyadari kehadiranku dan Horikita, menuju lift.
"Itu berbahaya ..."
"Benar”
Jika dia hanya menoleh ke
belakang, Kushida akan memperhatikan kehadiran kami. Keringat yang tidak nyaman
mulai terbentuk. Bagaimanapun, tempat ini terlalu mencolok. Kita harus keluar
melalui pintu darurat secepat mungkin.
Tapi saat kami melangkah lebih
jauh, pintu kamar Maezono terbuka lagi.
"Kushida-san, kau melupakan
sesuatu, kau melupakan sesuatu!"
Maezono pergi keluar. Tentu saja,
Kushida berbalik.
"Hmm, Ayanokouji-kun dan
Horikita-san. Selamat malam"
"Y, ya"
Ada sedikit pertukaran kata-kata tapi
sepertinya pertama-tama dia akan memeriksa apa yang dia lupakan. Kushida menuju ke Maezono.
Dan tentu saja, Maezono juga mau
tidak mau juga memperhatikan kami. Horikita menjadi kaku. Dengan menerima tatapan
Kushida dan Maezono, dia menjadi tidak bisa bergerak.
"Kau melupakan
ponselmu"
"Ahh, maaf, terima kasih,
itu menyelamatkanku..."
"Ayo pergi Ayanokouji-kun.
Tidak berdiam di sini lebih lama"
Mengatakan bahwa saat ini, sementara
perhatian Kushida terfokus pada miliknya yang terlupakan, inilah kesempatannya,
dia menggunakan ujung botol air untuk mendorong punggungku. Aku pikir jika
benda di tangannya ini terlihat, harga diri Horikita akan cabik-cabik.
Saat didorong, aku sampai di
pintu darurat dan berusaha membuka pintu.
Namun...
"Tidak bisa terbuka..."
"Kau bercanda, kan? Tidak
mungkin jalan keluar darurat tidak dibuka"
"Tidak, ini serius tidak mau
terbuka"
Mengunci pintu darurat umumnya
dilarang jadi ini mungkin...
"Mau ke mana kalian
berdua?"
Mungkin dia penasaran dengan kami
berdua yang berusaha pergi melalui pintu darurat, Kushida, setelah
menyelesaikan urusannya dengan Maezono, mendekati kami.
"Itu, tidak, kami hanya
berpikir untuk turun menggunakan tangga"
Itu adalah alasan kenapa aku
tidak memahaminya dengan baik, tapi tidak ada yang bisa aku jawab kecuali itu.
"Kau tidak salahh, daya di
tangga timur sekarang terputus, jadi kau tidak bisa menggunakannya. Ini akan
berbahaya di dalam kegelapan, menurutku yang barat bisa digunakan?"
“Aku mengerti, jadi begitu,
ya" Horikita, tanpa berusaha menyapa Kushida, hanya bersembunyi di balik
punggungku.
"Horikita-san terasa berbeda
dari biasanya, apa sedang terjadi sesuatu?"
Kushida menyapanya seperti itu.
Di atas itu, ini sudah melewati kamarnya sendiri. Sepertinya dia berniat datang
jauh-jauh untuk kami. Mungkin tindakan Kushida juga tersampaikan ke Horikita,
dia menjawab dengan suara sedikit keras.
"Tidak ada yang salah"
Kata-kata Horikita termasuk
keinginan untuk membuatnya berhenti datang. Mungkin kata-kata itu tersampaikan
sehingga Kushida berhenti.
"Aku mengerti, jika ada yang
mengganggumu, tolong beritahu aku. Sebelumnya, Maezono-san juga terihat
bermasalah dengan pemberhentian saluran air sehingga dia tidak bisa menggunakan
airnya. Aku memiliki lebih dari cukup air"
Saat ini, sepertinya Kushida di
depan kami memiliki sesuatu yang diinginkan Horikita lebih dari apapun.
Jika dia memilih untuk memintanya
sekarang, dia akan bisa mengatasinya dengan mudah tapi.. Dengan menggunakan
ujung botol air seperti moncong pistol, dia menekannya ke punggungku. Dengan
itu, dia mungkin mengisyaratkan bahwa dia tidak akan memaafkanku jika aku mengandalkan
Kushida.
"Jadi, Horikita-san,
Ayanokouji-kun. Selamat malam, kalian berdua"
"Ohh, selamat malam"
Dengan menggunakan tangga
darurat, perlu sedikit waktu untuk turun dari lantai 13 ke lantai 1. Ada
kemungkinan lobi itu ramai karena pemutusan saluran air tapi untungnya tidak
ada murid atau administrator yang muncul.
"Kita bisa pergi jika
sekarang"
"Ya”
Melalui pintu masuk, aku dan
Horikita, yang bersembunyi di bawah bayanganku dan mengikutiku, pergi. Namun...
Dari kegelapan yang menyebar di depan kami, kami bisa melihat beberapa murid
laki-laki dan perempuan mendekati kami sambil mengobrol. Sepertinya mereka
bukan murid Kelas D, bagaimanapun, tidak peduli siapa mereka sekarang. Kami
tidak punya cukup waktu untuk meninggalkan asrama itu sendiri, dia membelakangi
seolah ingin kembali.
"Di situasi ini, mereka akan melihat kita ....."
Perlahan kehadiran mereka yang mendekati
asrama menjadi lebih besar. Mungkin lebih bagus jika kami kembali ke tangga
darurat. Dengan panik, kami membuka pintu tangga darurat. Setelah sampai sejauh
ini, apakah kesialan kami akan berubah menjadi sebuah rantai kesialan? Aku bisa
mendengar suara yang datang dari atas kami. Mendengarkan dengan saksama,
sepertinya seorang murid laki-laki yang tinggal di lantai 3 atau 4 sedang
turun.
Tidak jarang bagi murid yang
tinggal di lantai bawah untuk tidak menggunakan lift. Tidak aneh bahkan jika
mereka menggunakan tangga darurat. Tak bisa lagi menaiki tangga, kami terpaksa
cepat-cepat kembali menuju lobi.
"Tidak ada pilihan lain selain
lift..!.
"Apa kau tidak keberatan?
kau akan terlihat di monitor"
"Aku harus menggunakanmu
untuk menutupi diriku sendiri. Karena kita tahu posisi kamera, kita harus bisa
melakukannya"
Pasti akan menjadi sesuatu yang
aneh, tapi tentu saja ini bukan tugas yang mustahil. Itu adalah cara yang ingin
aku hindari jika memungkinkan, tapi karena tidak ada lagi rute pelarian yang
lain, aku tidak punya pilihan lain.
Kami dengan cepat menaiki lift
yang seharusnya ada di sisi kiri lantai 1. Dan kemudian, saat aku cepat-cepat
melangkah dari jangkauan kamera, Horikita berdiri di belakangku seperti hantu
dan menyembunyikan lengannya.
Jika seperti ini, bahkan jika
kami terlihat sedikit di monitor, mereka tidak akan memperhatikan apa pun.
Bagaimanapun, kami harus meninggalkan lantai 1. Aku secara acak menekan sebuah
tombol untuk membuat lift naik.
"Untuk saat ini kita aman
tapi ... ini baru permulaan"
"Aku akan menyerah, ini
bukan keadaan di mana aku bisa pergi keluar, karena sudah sejauh ini, aku akan kesulitan mengeluarkannya sampai
perbaikan saluran air selesai”
Aku merasa ini adalah keputusan
pahit yang sudah dia buat, tapi Horikita sepertinya telah memutuskanya. Kalau
begitu, kami harus kembali ke lantai 13. Aku membatalkan lantai acak yang sudah
aku tekan dan menekan tombol lantai 13.
Tidak ada lagi kesengsaraan yang
akan menimpa kami. Karena aku dan Horikita merasa lega dari dalam diri kami,
tanpa memperhatikan hal itu muncul. Kecepatan lift yang naik dengan cepat
sampai sekarang, tiba-tiba melambat. Baru-baru ini setiap kali naik lift,
sesuatu yang baik tidak akan pernah terjadi, jadi aku bahkan tidak sempat
memikirkan apa yang sedang terjadi. Ini bukan kegagalan atau kesalahan ketika
menekan tombol. Ini...
Lift berhenti di lantai 5. Benar,
seorang murid di lantai 5 sudah menekan tombol lift. Tidak peduli siapa yang
masuk, tidak ada yang menghindar ketika melihat penampilan normal Horikita.
Pada titik ini, memiliki banyak
orang, lift lebih cenderung akan mencegah seseorang memperhatikannya.
Tapi masih belum cukup kejam,
hanya ada satu murid laki-laki yang berdiri di depan pintu saat terbuka. Dari
semua orang, malah bertemu dengannya...
Orang itu, entah dia memperhatikan
kami atau tidak, melangkah ke dalam lift dengan keanggunannya yang biasa dan
tidak berubah. Sekadar hanya melirik kami, dia langsung menuju cermin di dalam
lift. Lalu, sambil menatap cermin, dia mulai memeriksa rambutnya karena
berantakan.
"........."
Horikita sepertinya juga tercengang
melihat keberadaan laki-laki yang sepertinya benar-benar tenggelam di dalam
dunianya sendiri. Lalu, membawa sisir yang sepertinya selalu dia bawa
bersamanya, dia mulai menata rambutnya.
"Elevator Boy, Aku harus naik ke lantai teratas"
Sambil menatap bayangannya di
cermin, laki-laki itu ..... murid kelas D bernama Kouenji Rokusuke, mengatakan
hal itu kepadaku.
Ada banyak hal yang ingin aku
sampaikan, tapi sekarang, sebaiknya tutup mulut dan mematuhinya. Aku diam-diam
menekan tombol ke lantai teratas saat pintu lift tertutup. Kami sekali lagi
naik.
Mungkin Kouenji tidak tertarik
pada kami saat merapikan rambutnya, tapi dia tidak menunjukkan tanda-tanda
memperhatikan kami. Itu wajar jika kami terlihat sangat asing, tapi meski
begitu, kami adalah teman sekelas. Kurasa setidaknya, sekilas kami sudah terlihat
normal. Tapi kami sudah mendapatkan pelarian yang sempit dari kematian
tertentu. Jika itu Kouenji, dia sama sekali tidak akan tertarik pada Horikita
sehingga dia tidak memperhatikan botol airnya.
Sekarang yang harus kami lakukan
adalah tidak melakukan tindakan yang akan menarik perhatiannya dan menghabiskan
waktu singkat ini. Itu saja. Dan bahkan jika dengan beberapa halangan, dia
kebetulan melirik kami, Horikita sudah menyesuaikan posisi tubuhnya agar terlihat
baik-baik saja. Sambil mempertahankan posisinya di titik buta kamera, dia juga
berhasil menutupi dirinya dari Kouenji.
Lift melewati lantai 10. Kupikir
urusan apa yang dia punya di lantai paling atas, tapi aku tidak bisa
menanyakannya. Aku pikir, secara tidak terduga dia mungkin benar-benar tidak
punya alasan untuk pergi ke sana, tapi kami berhasil sampai ke lantai 13.
Saat pintu lift perlahan terbuka,
aku dan Horikita hampir bersamaan melangkah keluar. Pada akhirnya, tanpa pernah
mengalihkan pandangan dari cermin, Kouenji terus melangkah sampai ke lantai
paling atas. Meski kami berhasil menghindari masalah yang lebih lanjut,
Horikita, setelah beberapa saat, berjalan dengan cepat, kembali di depan
kamarnya.
"Tidak mungkin melakukan
lebih dari ini. Terlalu banyak berkeliaran di luar dan berhati-hati dengan
lingkuan sekitar”
Mengatakan itu, dia tiba-tiba
kembali ke kamarnya. Dia pasti merasa cukup cemas...
Setelah itu, mengikutinya, aku
juga masuk ke kamar. Dan, saat itu, ponselku bergetar.
"Aku minta maaf karena
lambat menjawab, aku sedang mencari sesuatu dan aku tidak
memperhatikannya"
Dari Sakura, respon seperti itu
kembali kepadaku.
"Sakura-san?"
"Ya"
"Ini tentang air, bukan?
Tentu saja tidak masalah, apa satu botol plastik cukup?"
"Itu sudah lebih dari cukup,
terima kasih, apa aku bisa datang dan mendapatkannya sekarang?"
"Ya, aku akan menunggu"
Sakura menjawab seperti itu.
Kapan pun aku berbicara secara langsung dengannya, sulit untuk melanjutkan
pembicaraan tapi ketika chattingan, itu berjalan dengan sangat lancar.
"Berbahagialah, Horikita,
sepertinya Sakura akan berbagi air dengan kita. Aku sudah mendapat
persetujuannya jadi aku akan pergi sekarang"
"Terima kasih, tolong
pastikan untuk tidak memberitahu Sakura-san tentang aku”
"Ya, kau akan segera
berpisah dengan ini, apa kau keberatan jika aku mengambil foto
kenang-kenangan?" Tanyaku padanya.
Karena sepertinya dia akan mulai
mengayunkan botol air ke arahku, aku menjadi panik dan cepat-cepat berlari ke
koridor.
"Perempuan yang mengerikan.
Dilihat dari penilaian atletiknya, jika dia mengayunkan itu di kepalaku, aku bisa
mati".
Itu akan meninggalkan noda di
dalam sejarah hidupku jika aku meninggal karena kepalaku hancur oleh seorang
gadis SMA yang tangannya terjebak di dalam botol air.
(T/N: Gak kebayang judul berita korannya nanti kaya gimana XD)
***
“Baiklah, akhirnya terlepas"
Setelah melalui perjuangan yang
panjang, entah bagaimana berhasil mengeluarkan botol air dari Horikita.
"Jujur saja, ini adalah hari
yang sangat buruk ....."
Aku sempat mengambil botol air
itu, aku bisa mengerti bagaimana perasaan sejenis ini.
"Ayanokouji-kun, berhati-hatilah
untuk tidak memberitahu ini kepada orang lain".
"Sebelum kau mulai
memperingatiku, bukankah ada sesuatu yang ingin kau katakan lebih dulu?"
"..........Terima
kasih"
Ketulusan? Tidak juga, tapi
sepertinya dia bisa merasa bersyukur.
"Tapi meski begitu, karena
tidak bisa melepaskan lenganmu dari botol air, ini terjadi sama sekali tidak
seperti dirimu, Horikita"
"Lupakan, itu bukan masalah
yang ingin aku hadapi karena aku menyukainya"
yah, itu adalah bahaya yang
tersembunyi di dekatnya. Atau mungkin itu artinya kau tidak akan pernah tahu
apa yang akan terjadi selanjutnya di dunia ini. Setelah didesak untuk meninggalkan
kamarnya secepat mungkin, aku mulai kembali ke kamarku.
Tapi benarkah? Apa mungkin ada
satu lengan yang terjebak dalam botol air dan tidak bisa keluar? Aku mengeluarkannya
dari kotak, membilasnya dengan air dan meletakkan tanganku di dalamnya untuk
mengujinya. Ketika aku melakukannya, ukurannya cukup berbahaya dan tidak
disangka lenganku diposisikan dengan baik.
"Rocket Punch!
Bercanda"
Aku menjadi sangat bodoh untuk
beberapa waktu dan kemudian mencoba melepaskan botol air dari lenganku tapi ...
"Aku tidak bisa melepaskannya!?"
mantap,hahaha ayanokoji konyol ikut-ikutan
BalasHapusMantap bro 2 Chapter lagi
BalasHapusKarena jenius memiliki selisih yg tidak jauh diatas kegilaan.
BalasHapusmantap sekali bung lanjutkan
BalasHapusOm ente dapet volume 4.5 dari mana ya, saya cari di novelplanet kok gak ada. Udah gak sabar mau baca lanjutannya soalnya
BalasHapusNjirr ini cerita paling konyol
BalasHapusNgukuk
BalasHapusKura kura terbalik... Wkwkw baka baka chi....
BalasHapusKo MC nya ikutan bego sih
BalasHapusWkwkwkwk meskipun jenius si ayanokouji bisa sableng juga ya
BalasHapuswkwkwkwk
BalasHapuswkwkwk😂😂
BalasHapusGood job
BalasHapusNgakak beda bet sifat nya sama di anime
BalasHapusRocket punch.
BalasHapus