Novel Isekai Goumon Hime Chapter 2 Part 2 Volume 1 Bahasa Indonesia - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Rabu, 30 Mei 2018

Novel Isekai Goumon Hime Chapter 2 Part 2 Volume 1 Bahasa Indonesia



Seekor gagak menangkap lengan setengah binatang muda yang bersembunyi di hutan dan merentangkan sayapnya.

Diam-diam mendekat dari belakang, Kaito melompat dan memotong sayap hitam itu dalam sekali tebas.

Burung gagak jatuh tersungkur ke tanah dan laki-laki berambut merah itu menusuk tubuh gagak berulang kali dengan pedangnya. Melanie dengan lembut memeluk anak setengah binatang yang menangis. Sambil menyeka keringat yang meluncur ke dagunya, Kaito berbalik.

"Jadi, sudah semuanya, kan?"

Mereka sudah bergerak di antara pepohonan dan berhasil mengumpulkan delapan anak. Hanya sedikit orang yang selamat? Kaito cukup terkejut, tapi tidak ada waktu untuk terkejut saat ini.

Karena mereka sudah bersembunyi di pepohonan dan berusaha membunuh setiap kali ada serangan, gagak belum menyadari ada yang tidak beres. Gagak yang sudah menyelesaikan tugas berburu mereka sedang beristirahat di kawat berduri. Jika Kaito dan rekannya melarikan diri, sekarang mungkin adalah satu-satunya kesempatan.

Kaito mengeluarkan kapak dan pisau baru dari bawah pohon, menyerahkan pisau yang lebih mudah ditangani kepada anak setengah binatang itu, lalu berjongkok. Melihat ke dalam mata masing-masing, dia kemudian dengan sabar memberi tahu mereka apa rencana selanjutnya.

"Dengarkan baik-baik, kita akan berlari dengan cepat ke pintu masuk bawah tanah. Jika gagak menyerang kita, ayunkan senjata kalian dengan liar seperti yang kita sepakati. Tidak perlu membunuh gagak, lindungi diri kalian sendiri. Jagalah dirimu tetap hidup. Lakukan apapun yang dibutuhkan. Kita bergerak!"

Memimpin anak-anak, Kaito bergegas keluar. Tempat itu terbuka lebar di depan mereka, berbeda dari penampilannya, lantai terlihat seolah membentang tanpa ujung. Berlari sekuat tenaga, mereka akhirnya sampai di pintu masuk.

Kaito berbalik. Sekarang, gagak sudah mendekat dari belakang. Sambil mengangkat kapaknya, Kaito menyerang pintu.

"Menyebar seperti yang kita sepakati sebelumnya!"

Atas perintah pemuda berambut merah itu, anak-anak menyebar, mengacungkan senjatanya. Tetapi, ini mungkin tidak akan banyak memakan waktu. Mengabaikan dampak dan rasa sakit yang melukai bahunya, dia dengan cepat menyerang bagian pintu di sekitar ganggangnya. Berhenti dan menyingkirkan kunci itu, Kaito menendang pintu hingga terbuka di tengah teriakan gila.

"Pintu terbuka, cepat-"

Pada saat yang sama, dia mendengar jeritan dari belakang. Kaito berbalik untuk melihat bahwa seorang anak laki-laki yang memegang sebuah pedang, matanya sudah tertusuk oleh paruh raksasa dan senjatanya jatuh dari tangannya. Kepala kecilnya juga terjatuh di tanah seperti buah, menggelinding begitu saja. Kematian seketika, mungkin.

Marah dengan apa yang terjadi di depannya, Kaito melihat warna merah dan mulai beraksi. Karena tidak peduli dengan robekan di otot-otot lengan, dia mengangkat kapaknya dan melemparkannya dengan sekuat tenaga. Burung gagak yang sudah membunuh anak laki-laki itu dan akan mengejar anak-anak lain terbelah oleh kapak terbang. Burung gagak lainnya terjebak ke serangan ini dan terjatuh satu demi satu. Kaito berteriak sekeras mungkin:

"Lari sekarang!"

Dengan teriakan Kaito yang kuat sebagai isyarat, anak-anak bergegas pergi  menuju pntu. Pemuda berambut merah itu mengikuti dari belakang.

Sambil mengambil pedang yang sudah  jatuh dari tangan anak laki-laki yang sudah meninggal itu, Kaito memotong kepala burung gagak di dekatnya saat dia berada di sana, dan dengan keras melemparkan mayat itu ke arah kawanan gagak. Menghindari bangkai, gagak terbang.

Memanfaatkan peluang ini, Kaito bergegas melewati ambang pintu dan meraih obor di samping pintu lalu melemparkannya ke tubuh gagak yang mati. Api mulai menyebar, yang seharusnya bisa memberi mereka beberapa waktu.

Sementara gagak mengepakkan sayapnya untuk mengusir asap yang mereka benci, Kaito bergegas kembali ke pintu. Melanie dan anak-anak sudah berangkat, tapi entah kenapa, pemuda berambut merah itu sedang menunggu Kaito. Berkedip, Kaito berteriak:

"Hei, tunggu apa lagi? Cepat dan lari!"

"Uh oh..."

Pemuda berambut merah dan Kaito mulai berlari bersama. Suara gagak berangsur-angsur memudar dari belakang mereka. Sepertinya api berfungsi sebagai penghalang yang sangat efektif. Kaito dengan tulus berharap bahwa gagak tidak akan mengejarnya.

Di dalam bagian yang redup, hanya jejak Kaito dan rekannya yang bergema. Ragu-ragu, pemuda itu berbicara:

"Aku-aku Neue, siapa namamu, tuan?"

"Aku Kaito, Sena Kaito."

"Sena Kaito ... Maaf, Kaito."

"Untuk apa?"

"Aku mencoba membunuhmu dan bahkan mengatakan bahwa kau punya kehidupan yang istimewa dan mudah."

"Lupakan itu, orang bilang berbagai macam hal gila akan terjadi di dalam situasi yang mendesak seperti ini."

"Tapi kau jauh lebih tenang dari pada kami dan bahkan membunuh gagak untuk menyelamatkan kami. Kau luar biasa, sangat menakjubkan. Kenapa kau begitu berani-"

Neue berhenti di tengah kalimat. Kaito dan dia berbalik untuk melihat ke belakang mereka karena terkejut. Kaito bisa merasakan kehadiran membengkak yang mengerikan. Disertai dengan suara gemeresik yang sulit dideskripsikan, sesuatu yang hitam pun terlihat gelisah.

lubang mata serangga bersinar. Delapan kaki gemuk merayap sepanjang dinding batu.

Di belakang Kaito dan Neue ada seekor laba-laba raksasa. 

Pada pengecekan lebih lanjut, Kaito melihat bahwa kekejian ini ditutupi oleh beberapa bulu burung gagak dan bahkan memiliki paruh yang tajam. Kaito menyadari alasan kenapa burung gagak tidak mengejar mereka.

Berpikir bahwa api sudah berhasil mengalihkan perhatian, pemikiran yang sangat naif.

Mengetahui bahwa bentuk aslinya berada pada posisi yang kurang menguntungkan di bagian bawah tanah, burung gagak sudah bergabung ke bentuk seekor laba-laba.

Laba-laba itu mengeluarkan jaring dan Kaito segera membela diri dengan menggunakan pedang itu. Di saat berikutnya, ia menarik pedang itu kembali ke atas angin lalu melemparkannya. Pisau itu menabrak laba-laba tapi tidak tertusuk ke tubuh laba-laba. Sebaliknya, ia memantul dari bulu gagak yang tebal dan meluncur ke tanah. Laba-laba itu menjerit dengan tidak sabar dan mengeluarkan sutra lagi. Kali ini, sasarannya adalah Neue yang wajahnya dipelintir karena ketakutan. Melihat ekspresinya, Kaito merasa dirinya sedang melihat sosoknya yang dulu.

Pemuda ini sudah dikutuk oleh orang tuanya agar mati, lalu ditinggalkan di tempat ini dimana tidak ada bantuan yang bisa ditemukan.

Astaga, mau bagaimana lagi... 

Mundur, Kaito menguatkan dirinya dan mengulurkan lengan kirinya.

Sutra laba-laba melilit lengan Kaito. Kaito segera menyambar pedang Neue untuk memotong sutra. Sutra laba-laba itu terasa seperti baja. Kaito menyerah untuk memotong sutra dan memutuskan memotong tangannya sendiri. Laba-laba itu menyeret sutra ke belakang dan membuat suara yang tidak enak saat memakan daging Kaito dengan gerakan yang sama sekali tidak seperti serangga.

Rasa sakit yang  menusuk otak Kaito seperti kilatan petir, tapi Kaito memiliki beberapa perlawanan terhadap rasa sakit dan tubuhnya juga abadi, tapi penderitaan lengan yang putus tidak tertahankan. Jika dia gagal menahannya, dia akan mati di sini.

Kaito mengembalikan pedang itu ke Neue, mencengkeram tungkai pisau erat-erat dan terus berlari. Berlari di sisinya, Neue menangis.

"Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa, kau melakukan itu? Kenapa !?"

"Jangan khawatir, aku sudah mati."

"Apa? Apa kau bodoh?"

"Itu bukan sesuatu yang pantas dikatakan. Sebenarnya, aku bukan dari dunia ini."

"Apa yang kau bicarakan?"

"Jangan tanya. Dengarkan dulu... Di dunia lain, ayahku menggunakanku sampai batas tertentu dan pada akhirnya, dia membunuhku seperti membuang sampah. Hidupku seperti omong kosong. Awalnya aku pikir semuanya sudah berakhir, tapi.. aku pikir kau akan menyebutnya penyihir? Bagaimanapun, dia memanggilku ke dunia ini dan memaksaku masuk ke tubuh palsu ini.”

Kaito merasa harus menceritakan kisahnya dan melanjutkan. 

Setelah memakan lengan Kaito, tulang dan semuanya, laba-laba itu melepaskan sutra lagi. Kali ini, Neue memblokir sutra dengan pedangnya tapi pedang itu diseret menjauh. Tepat saat ekspresi Neue membeku, Kaito mendesah dalam-dalam dan Berhenti. Dia sebenarnya lebih suka jika dia tidak perlu melakukan ini, tapi tidak ada pilihan lain. Dia menahan napas dan memberi tahu Neue:

"Karena aku sudah mati, lain kali jika laba-laba itu menembakan sutera, biarkan dia  memakanku. Ambillah kesempatan itu untuk melarikan diri."

"Apa kau bilang? Kau pasti bodoh!"

"Aku tidak bodoh, jika aku benar-benar dimakan, aku mungkin akan mati, tapi aku tidak pernah ingin hidup kembali, jadi mengakhiri semuanya di sini tidak seburuk itu. Sebaliknya, kau seharusnya tidak  mati, tapi harus tetap hidup, kan? "

Kaito menatap wajah Neue yang masih seperti anak kecil. Neue menatap Kaito kembali. Air mata mengalir di mata Neue.

Ya, seperti yang aku pikirkan, aku tahu itu.

Kaito mengangguk.

Seorang anak yang menangis ketakutan tidak boleh tinggalkan di tempat seperti ini.

Saat ini, Kaito sudah tidak punya air mata untuk ditumpahkan.

"Kau belum boleh mati, kau harus melakukan semua yang kau bisa untuk terus hidup. Lakukan yang terbaik."

Kaito berbicara dengan Neue dengan sedikit riang. Pada saat itu, laba-laba mengeluarkan suara aneh. Anak itu menggigit bibirnya dengan keras.

Menghadapi kematian lagi masih sangatlah menakutkan. Ketakutannya yang terlupakan muncul kembali. dimakan hidup-hidup, sebetapa mengerikannya hal itu jika memang terjadi? Meskipun begitu, tidak ada jalan lain. Kaito mengembuskan napas pelan.

Untuk menyelamatkan seseorang yang menyerupai dirinya yang dulu, dia memutuskan untuk mati.

Dia ingin menjadi seperti yang dulu diinginkan oleh dirinya sendiri... Seorang pahlawan datang menyelamatkannya.

Ketika pikirannya sampai pada titik ini, Kaito merasa bahwa ini bukanlah cara buruk demi mengakhiri perpanjangan umur yang menyakitkan ini kepada kehidupannya yang membosankan. Tepat seperti yang Kaito pikirkan, laba-laba itu mengeluarkan sutra. Tanpa ragu, dia berhenti berlari tapi pada saat itu-

"--Hah?"

Neue mendorongnya menjauh.

Kulit kurus Neue menempel di sutra laba-laba. Berbaring terbaring di tanah, Kaito melihat adegan di depannya dengan heran. Dia mengulurkan tangan untuk Neue sambil mengajukan pertanyaan bodoh yang tiba-tiba muncul dalam pikirannya.

"K-kenapa?"

"Kenapa? entahlah."

Mungkin Neue sendiri juga tidak tahu. Suaranya bingung. Laba-laba itu menarik kembali sutranya.

Pada saat itu, dengan ekspresi kejam, Neue bergumam:

"Ah, aku mungkin berharap... kau bisa menemukan kebahagiaan di dunia ini." 

Neue mengutuk "sialan" dengan lembut dan perlahan diseret menjauh dengan senyuman yang nyaris akan menangis. Lalu terdengar jeritan yang mengerikan.

Kaito berdiri, hanya untuk melihat laba-laba makan sesuatu, benar-benar asyik saat makanannya. Ketika Kaito menyadari suara, kemarahan dan kebencian itu langsung melahap pikirannya, yang akhirnya memulihkan ketenangannya. Kaito tiba-tiba berhenti dan bergumam acuh tak acuh dengan nada dingin, kebenaran yang tidak bia dibatalkan.

"Ya... orang mati tidak bisa diselamatkan."

Di saat berikutnya, Kaito berbalik dan berlari. Bahkan dia sendiri pun dikejutkan oleh keadaan tenangnya saat ini. Wajahnya tidak berekspresi, tapi kemarahan tidak terkendali secara bertahap muncul di depan matanya. Seperti mengerang, dia berulang kali bergumam,

"bunuh-bunuh-bunuh-itu-bunuh-itu-harus-bunuh-itu, harus-harus--harus-harus--harus--bunuh itu."

Kaito mengungkapkan maksud mebunuhannya dan melarikan diri secepat mungkin. Jika dia tertangkap di sini, pengorbanan Neue pasti akan sia-sia. Dia tidak boleh membiarkan kematian Neue tidak berharga seperti anjing. Dengan keyakinan seperti itu di dalam hatinya, Kaito berlari seperti angin.

Segera setelah itu, sebuah pintu masuk terlihat. Pintu masuk rahasia mungkin juga terkunci, tapi dia meminta salah satu anak yang lebih besar mengambil kapak.

Sekarang, begitu banyak waktu kosong yang didapatkan, mereka pasti berhasil menerobos pintu, bukan?

Namun, Kaito menyipitkan matanya. Bahkan tidak ada goresan di pintu. Mungkinkah itu tidak terkunci?

Sama seperti yang dia bingungi, pintu terbuka. Yang pertama muncul adalah gaun merah menyerupai poppy. Lalu Melanie muncul dari pintu. Berbicara dengan suara menawan, dia langsung berlari ke sisi Kaito.

"Tuan Kaito!"

"Melanie? Kenapa kau lari kembali ke sini !? Cepat dan lari!"

Tanpa memedulikan peringatannya, Melanie memeluknya erat-erat. Lengannya yang lembut membungkus diri Kaito di belakang lehernya, membawa bibir cherry ke dekat telinganya. Ditemani dnapasnya yang manis, Melanie membisikkan sesuatu.

Pada saat itu, pintu terbuka lagi. Kaito merasakan warna yang jelas tercetak di punggungnya.

Bahkan yang lebih merah dari pakaian Melanie, yang pada awalnya murni berwarna putih, gaunnya berkibar.

"Oh, Kaito!"

Teriakan tak acuh, membuat Kaito bertanya-tanya, apa dia berada di tempat yang salah?

Semuanya berlumuran darah, Elisabeth melambai penuh semangat kepada Kaito.

"Astaga, aku baru saja ingin pergi, jadi ini menghemat banyak masalah. Melihat kau datang dengan sendirinya, sekarang, bukankah kau adalah  seorang anak yang pintar? Hmm? Kenapa kau berlumuran darah? Ngomong-ngomong, bukankah kau hampir mati kehabisan darah? Di mana lenganmu terjatuh? jangan bilang kau memutusinya? Biar bagaimanapun, ikat itu dengan rantai... Eh, serangga? Uwah, apa itu serangga? Aku benci serangga! Melihat laba-laba membuatku gila!”

Melihat ke belakang Kaito, Elisabeth melompat kaget. Begitu dia mendarat, pusaran kegelapan dan kelopak merah melayang, bergerak ke langit-langit. Segera lubang besar terbuka di atas laba-laba dengan berat yang sangat besar yang menampilkan banyak mata kail.

Berat yang mengerikan turun, menghancurkan serangga itu.

"Kematian oleh tindihan!"

Elisabeth mengangkat tinjunya ke langit. Lelucon tentang serangan ini sama sekali tidak seperti lelucon.

Laba-laba yang mengerikan itu sekarang benar-benar hancur seperti kecoa yang rata di bawah sandal. Pendarahan dari lengannya terhenti melalui tindakan keras untuk mengikatnya dengan rantai. Rasa sakit membuat mulutnya ternganga. Melanie mencengkeram kemeja Kaito, terlihat seperti dia takut kepada Elisabeth.

Di bawah keheningan yang berat ini, Elisabeth memiringkan kepalanya sedikit, sama sekali gagal membaca suasana hatinya.

"Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?"

Pada saat itu, ada sesuatu yang pecah di dalam benak Kaito. Kekuatan Elisabeth yang luar biasa dan juga ekspresi riang yang Kaito temukan terasa nostalgia, sarafnya, tegang yang sampai ke  batas maksimal, langsung rileks.

Dengan panik, dia memberi tahu Elisabeth tentang situasinya.

"E-Elisabeth, ada diablo muncul di gedung sekunder, mengatakan sesuatu seperti 'selamat datang di Grand Guignol! Kalian semua adalah penonton, dramawan dan aktor. Aku harap kalian akan menikmati diri sepenuhnya.' Lalu gagak ... "

"Oh, aku mengerti, aku mengerti sekarang, Hmm, oh, heh."

Dalam keadaan bingung, Kaito bercerita tanpa henti dengan banjiran kata-kata, bahkan menyebutkan setiap detail yang tidak penting. Elisabeth menggenggam kedua tangannya di belakang kepalanya dan berjalan melalui pintu lalu ke aula dan maju melalui bagian di sebelah kanan.

Memeluk bahu Melanie yang gemetar, Kaito mengikuti Elisabeth.

"Apa kau dengar, Elisabeth? Ada diablo di sana."

"Kaito! Lihat!"

Dia menghentikan langkahnya di depan pintu terbuka. Kaito mencondongkan tubuh ke depan dan mengintip ke dalam, hanya untuk melihat dapur.

Seorang gadis mulia ada di talenan, gaunnya yang indah secara tragis berceceran darah. Daerah rusuknya sudah dicungkil. Di sebelah gadis yang mati itu ada seorang pria berwajah banteng, mengenakan mantel juru masak, yang pahanya sudah dipotong oleh gergaji. Rupanya dia adalah seorang pemuja dengan pakaian juru masak, mungkin dibunuh oleh Elisabeth.

"Seperti yang sudah disaksikan oleh Butcher, bagian tubuh gadis yang meninggal itu sudah hilang, karena para Ealr cenderung memiliki garis keturunan yang lebih rendah daripada orang biasa, jadi mereka juga terasa lebih enak. Orang-orang mulia dimakan sementara orang awam digunakan untuk hiburan. Rencana sebenarnya adalah bersenang-senang denganmu dan gadis-gadis biasa di gedung sekunder sebelum menikmati makanan di ruang utama. Oh sayang, Itu sangat berlebihan."

Elisabeth mengangguk, "ya, ya." Kaito mengepalkan tinjunya, sekali lagi menegaskan kemarahan dan niat membunuh di dalam hatinya. Tidak mengerti emosi Kaito yang gemuruh, Elisabeth berpaling padanya dan mengangkat bahu.

"Meskipun akan sangat menghibur jika bisa mengumpulkan orang-orang bodoh yang mencoba membuat makanan darimu, kemudian memaksa mereka meludahkan apa yang mereka tau tentang bagian-bagian dari rahasia sebelum membunuh mereka. Mereka terlalu banyak dan mereka sudah melarikan diri ke halaman, jadi mengurus mereka akan sangat merepotkan. "

"Elisabeth, aku mengerti kenapa kau sangat lama datang, tapi itu tidak masalah sama sekali. Yang perlu dilakukan sekarang adalah menuju ke gedung sekunder untuk membunuh diablos itu."

"Hmph, pemandangan yang sangat langka saat melihatmu sangat termotivasi. Lihatlah lenganmu, rasa sakit manusia yang tidak takut memang sangat jarang terjadi... tapi, Kaito, bagaimana kau bisa mengumpulkan tekad untuk memutuskan lenganmu, mengatasi kesengsaraan yang merugikan, hanya demi tetap tidak menyadari kebenaran di depan matamu? "

"Apa maksudmu?"

Sementara mereka berbicara, Elisabeth terus maju. Dia meninggalkan dapur, sampai di koridor, lalu berhenti di tengah lorong. Selain para pemuja, sisa bawahan diablo mungkin juga melarikan diri. Rumah utama itu benar-benar sunyi.

Di bawah lampu gantung yang indah dan mewah, Elisabeth berbalik, rambut hitamnya berkibar.

"Lebih dari sekadar mendapatkan kekuatan, apa yang sebenarnya diablo ini inginkan adalah membuat permainan dari manusia. Keinginan untuk hiburan ini melampaui kemampuan Knight dan juga sesuai dengan seleraku sendiri. Penderitaan manusia sangat menyenangkan saat jeritan manusia menimbulkan sukacita.  Tapi, diablos ini lebih menyukai hiburan yang membutuhkan usaha untuk menyiapkannya dan Grand Guignol akan menjadi contoh yang sangat bagus. Sekarang, pikirkan hal ini. Keputusasaan yang paling kuat dan terdalam yang diinginkan seseorang. Dan kepribadian yang sinting dan menyimpang akan diinginkan dan diciptakan dengan susah payah? "

Awalnya, Kaito tidak tahu apa yang dibicarakan Elisabeth, tapi kemudian dia kembali mengingat ayahnya yang mencekiknya. Mengingat air seolah dia sedang menderita tanda-tanda dehidrasi, untuk sesaat, Kaito pikir dia akan diselamatkan, tapi sayangnya, khayalan itu berlalu dan dia terbunuh.

Keputusasaan yang paling kuat adalah saat cahaya keselamatan direnggut dan padam tepat saat kau mengira sudah menemukannya.

".... Menawarkan harapan, membuat pihak lain berpikir bahwa mereka bisa diselamatkan, kemudian mendorong mereka ke jurang maut."

"Tepat! Ketika para peserta tersisa dua orang, membiarkan satu orang berpikir bahwa yang perlu dilakukannya hanyalah membunuh gadis lemah ini untuk menjadi korban terakhir, lalu membunuhnya dengan brutal seolah dia yakin bahwa dia akan diselamatkan ... Sekarang tidak diragukan lagi jika itu adalah cara yang paling menghibur untuk melakukan sesuatu! Namun, banyak hal sudah sangat menyimpang dari rencana ini berkat kau, tapi untuk orang gila itu, variasinya mungkin memberikan semacam kesenangan yang berbeda. Bagaimanapun, tidak ada satu anak pun yang berhasil lolos dari tempat ini."

memahami isyarat Elisabeth, Kaito memejamkan mata. Aula itu sunyi. Dia sama sekali tidak bisa mendengar suara anak-anak. Kaito menggelengkan kepalanya dan mundur beberapa langkah dari korban yang satunya, Melanie.

Anak-anak yang sudah lolos dari permainan kematian, apa binatang sialan itu akan hilang begitu saja ...?

"Jadi begitulah, aku berpikir diablos itu enggan bertahan dalam bentuk yang lemah beberapa saat lagi."

Dengan senyum lembut, Elisabeth mengamati wajah Melanie. Lalu dengan nada menghina, Elisabeth bertanya kepada Melanie, yang gemetar tanpa henti.

"Sebagai anak perempuan dari seorang Ealr, kenapa kau memilih untuk berpartisipasi dalam permainan daripada digunakan untuk makanan?"

Seketika, gaun seperti bunga poppy mulai membengkak seperti tumor. Bentuk gadis cantik itu berubah menjadi seikat kain yang telah diisi dengan daging di dalamnya. Kulitnya pecah dengan nanah meluap dari dalam.

Di dalamnya ada pria telanjang dengan kulit pucat yang tidak biasa. Semuanya ditutupi bulu gagak dan bahkan berkaki laba-laba.

Pria jelek, gemuk dan botak itu membuka paruh burung gagaknya dan membuat suara aneh. Sambil menatap pria besar dengan penampilan aneh itu, Elisabeth menggerakkan lidahnya ke kaki laba-laba dan menyentuh dagunya sambil berkata:

"Seseorang di sisi yang lain mungkin adalah pemuja atau pemalsu. Setelah kehilangan bentuk manusianya, meniru sosok gadis muda itu cukup mudah. Bahkan fakta bahwa dia juga mengambil anak laki-laki sebagai pengorbanan, mungkin menyamar hanyalah hobi, Hmm, sangat menjijikan. Dan terlepas dari identitas manusianya sebagai Earl, sepertinya diablo yang dia gabungkan hanyalah awalan. Sempat berharap, yang aku temukan hanyalah ikan teri yang menungguku, benar-benar biadap! "

"Siapa yang peduli dengan benda itu? Cepat dan bunuh orang ini."

"Apa yang terjadi? Kau sudah bertindak tidak seperti dirimu sendiri sampai sekarang. Apa kau punya dendam padanya?"

"Itu benar, aku bersedia melakukan apapun dengan kekuatanku, jadi tolong, bunuh orang ini dengan kejam untukku."

Kaito mengulangi dirinya sendiri dengan penekanan. Keinginan kuat untuk membuat pertumpahan darah menciptakan pusaran kuat di dadanya.

Berpikir bahwa dia adalah satu-satunya yang selamat. Earl ini sudah membantai semua anak-anak. Hal ini membuat Kaito benar-benar merasa bodoh. Bagaimana mungkin bajingan seperti itu diizinkan hidup? Selama Earl ini belum terbunuh, Kaito tidak peduli meskipun dia kehilangan nyawanya sendiri, cukup sulit untuk menyelamatkannya.

"-Hah."

Elisabeth mengejek, bukannya menjawab. Di saat berikutnya, dia menjatuhkan Kaito dengan  sepatunya dan menginjak punggungnya. Mengerahkan tekanan yang bisa menembus tulang belakang Kaito dengan sempurna, dia membarikan seluruh berat badannya kepada Kaito.

"Gah!"

"Memerintah tuanmu sendiri tidak diperbolehkan, dasar anjing tidak berguna. Aku tidak ingin  kau memberi tahuku, tentu saja ini mangsaku. Bahkan jika kau tidak memohon kepadaku, aku tetap akan menikmati mangsa ini sesuai keinginanku."

Elisabeth memberitahukan dengan dingin dan memberi Kaito tendangan keras, hampir membuat perutnya pecah. Kaito terlempar ke tikungan di dekat dinding, terbatuk-batuk dan muntah berdarah di tanah. Selanjutnya, Elisabeth kembali lagi kepada Earl.

"Aku mohon maaf atas kekasaran hambaku. Sekarang, semua penghalang sudah hilang."

Dia merentangkan tangannya dengan anggun, menyulap tarian kegelapan dan bunga merah yang menyelimuti tubuhnya.

Setelah kegelapan mereda dan kelopak jatuh ke tanah, Elisabeth mengenakan pakaian perbudakan hitamnya yang biasa. Di tangannya yang lembut adalah Pedang Eksekusi Frankenthal.

Elisabeth meletakkan tangannya di dada yang terbuka dan membungkuk ke arah Earl.

"Selamat datang di Grand Guignol. Aku, sekaligus peserta, penulis naskah drama dan aktor. Aku tidak punya rencana untuk menikmati ini, jadi yang perlu kau lakukan hanyalah menjerit seperti babi dan menggeliat seperti ulat dan itu akan baik-baik saja."

Elisabeth berbicara dengan keras lalu mengayunkan pedang tajamnya. Rantai terbentang dari udara tipis, menyerang lokasi Earl. Dengan menggunakan delapan kaki laba-laba, Earl dengan mudah membelokkan rantai lalu melompat, memecahkan lampu gantung. Menggetarkan kekuatan di tubuhnya yang sangat pucat, Earl mengeluarkan bulu gagak yang tak terhitung jumlahnya dari kulitnya. Pada saat yang sama, dia meludahkan sutra laba-laba dari mulut, mengirim serangan yang tak terhitung banyaknya kepada Elisabeth.

"Ha, terlalu naif!"

Elisabeth dengan cepat berlari ke kiri dan ke kanan, menghindari setiap serangan. Lantai dan plafon penuh dengan lubang tapi Elisabeth tetap tidak terluka. Meskipun begitu, sepertinya Elisabeth terlalu sibuk melakukan serangan balasan. Melihat bahwa rantai berhenti menyerang, Earl tertawa dan terus melakukan serangan hebatnya.

Namun, ia gagal memperhatikan kegelapan dan kelopak merah yang berputar-putar di atas dan di bawah kaki.

Tiba-tiba, langit-langit dan lantai bersatu, menjepitnya dengan keras.

Lebih tepatnya, dia terjepit di antara dua lempengan batu besar yang terbang dari langit-langit dan lantai.

Ealr dijepit di antara dua lempengan batu bundar raksasa. Ada batang emas yang tertanam di tengah batu yang menyerupai engkol.

Pada saat Kaito memperhatikan, Elisabeth sudah duduk di bagian pegangan rodanya. Dia tersenyum pada Ealr yang berkedip dalam kebingungan.

"Rasakanlah Kematian. Aku menggunakannya hanya untuk popularitasanmu. Menghancurkanmu sampai mati, kalau begitu, kau akan terus digiling menjadi daging cincang sedikit demi sedikit."

Dengan suara yang tidak menyenangkan, batu bundar mulai berputar. Setiap kali engkol naik dan turun satu kali, kedua batu itu akan berputar seperti roda. Satu memutar searah jarum jam sementara yang lainnya berbalik berlawanan arah jarum jam. Terperangkap di tengah, tubuh Ealr membuat suara yang tidak menyenangkan sementara secara bertahap menggilingnya. Saat batu-batu itu berputar, bulu burung gagak rontok, daging pucat yang membengkak digiling menjadi kepingan yang dicadah. Dicampur dengan daging dan lemak, darah berangsur-angsur menetes ke lantai.

Ealr mengeluarkan jeritan mengerikan saat paruhnya jatuh. Bibir manusia yang awalnya tersembunyi di baliknya bergetar tanpa henti dalam rasa sakit dan teror. Telinganya terobek sementara sisi berlawanan kepalanya tertekuk searah jarum jam dan berlawanan arah jarum jam, teriak liar dalam nasib ini lebih buruk daripada kematian.

"EE-Elisabeth, Elisabeeeeeeeeeeeeee!"

"Ada apa, Ealr? Suaramu menyebalkan seperti tangisan babi, tidak bisakah kau menunjukkan sedikit harga diri dan erangan seperti gagak?"

"B-Bagaimana seseorang yang bisa menyamaiku?"

"Hmmmmmmmmmmmmm?"

Roda tiba-tiba berhenti. Dengan tatapan ganas di matanya, Kaito bergumam:

"... Seolah ada seseorang yang mau menerima kesepakatan darimu."

"D-Dari apa yang aku dengar, Torturchen akan menghadapi kematian dengan api setelah memburu ketiga belas diablos ini. Kau tidak perlu mati jika kau tidak membunuhku. Apa aku benar? Kepentingan kita sama, bukan? B-Biarkan aku pergi."

Wajah Ealr dikompres dari kiri dan kanan, menyemburkan darah dan meludah dari bibir yang sudah diremas ke dalam bentuk vertikal. Tiba-tiba Elisabeth bergumam lalu melompat ringan dari pegangannya. Dia tersenyum pada pria jelek yang terjebak di antara roda. Dengan gemetar ketakutan, Ealr tersenyum licik kepadanya sebagai balasan.

"Kau bodoh!"

Dengan teriakan yang nyaring, roda mulai berputar lagi. Sambil melepaskan suara isak tangis aneh, Ealr meronta-rontakan lengan dan kakinya secara acak. Namun, tangannya terjatuh dan bahkan bahunya tergores datar. Seperti buah, Ealr secara bertahap ditekan dan dijus. Secara bertahap meningkatkan tekanan, darahnya menyebar dengan kejam ke lantai.

Dengan cahaya dingin yang hampir nol di matanya, Elisabeth melotot pada Ealr dan berkata:

"Penguasa yang penindas harus dibunuh, para tiran harus digantung, pembunuh berantai harus dibantai dengan brutal. Ini adalah hukum alam. Apa yang menanti di titik akhir dari jalan penyiksaan adalah neraka tanpa sedikit pun penebusan, yang dipenuhi oleh jeritan seorang diri. Baru pada saat itulah kehidupan penyiksa sampai pada sebuah kesimpulan, apakah kau melakukan penyiksaan tanpa memahami prinsip-prinsip seperti itu? Berhenti membuatku tertawa, Ealr. "

Elisabeth saat ini sedang marah, mengungkapkan kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Akhirnya, dengan jebakan yang menggelegar, kedua roda itu terbanting. Darah kental mengalir keluar dari celah di antara batu-batu itu. Elisabeth tanpa ampun menginjak pegangan yang menghancurkan Earl sampai mati dan bergumam pelan:

"Baik kau atau aku- kita berdua akan ditinggalkan oleh semua ciptaan di langit dan bumi dan akhirnya mati."

Pada saat bersamaan, genangan darah berubah menjadi bulu hitam, terbang di udara sesaat sebelum jatuh perlahan.

Pada pemandangan yang tenang dan indah ini mirip dengan jatuhnya salju hitam, Kaito mengepalkan tinjunya.

"... Hei, bagaimana dengan anak-anak itu, tertusuk hidup-hidup di tombak di gedung sekunder ..."

"Hidup mereka dipertahankan secara ajaib oleh kekuatan Ealr ini. Begitu dia meninggal, mereka juga akan binasa."

"...Aku mengerti"

"Tidak ada yang stress, ini jauh lebih baik daripada hidup dalam kesakitan dan penderitaan tanpa henti."

Elisabeth mencemooh dengan tidak tertarik. Kaito menatap kosong ke arahnya. Dulu dia berpikir bahwa cara Elisabeth tidak berbeda dengan para diablos, tapi sekarang dia mengerti bahwa dia dan para diablos pada dasarnya tidak sama. Paling tidak, Kaito bisa melihat dua perbedaan besar.

Sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, Kaito memaksa dirinya bangun saat berbicara dengannya:

"Terima kasih, Elisabeth."

"Kenapa kau bersyukur? Aku hanya menghibur diriku sendiri. Selain itu, rasa syukurmu tidak hanya lucu tapi juga dipenuhi kesalahpahaman."

"Setelah kau membunuh ketiga belas diablos itu, kau harus mati juga, kan? Tapi kau masih membantuku membunuh orang ini."

"Hal ini tidak ada di sini maupun di sana, aku sama sekali tidak melakukan ini untukmu. Tiga belas diablos hanyalah tiga belas individu terakhir yang diizinkan Gereja untuk aku siksa. berpikir memeras mereka demi menyelamatkan hidupku tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Karena aku ditangkap setelah mengorbankan sejumlah besar rakyat dan dihukum mati, adalah tugasku untuk dibakar sampai mati. "

Elisabeth melangkah keluar, tumitnya menipis tajam, ujung hitam roknya berkibar.

"Kejam dan sombong, aku memuji hidup seperti serigala, dan akhirnya akan mati seperti babi."

Mengatakannya sendiri, Elisabeth perlahan melangkah pergi. Dengan suara yang sangat kecil, dia bergumam pada akhirnya:

"-Ini sudah ditakdirkan sebelumnya."

Selagi tertinggal, Kaito menatap kosong ke udara. Bulu hitam menyapu pipinya seolah berkabung.

Dia teringat Neue dan memikirkan anak-anak yang sudah meninggal. Pada akhirnya, dia adalah satu-satunya yang selamat ... Apa drama pelarian ini berakhir dengan hasil yang menggelikan? Namun, tidak peduli berapa pun yang disesalkannya, kenyataan pahit tidak akan berubah dan juga tidak mungkin berubah.

Karena dia selamat, ada satu hal yang harus dilakukannya.

Dia teringat kata-kata terakhir Neue dan bergumam pelan:

"Kurasa, aku tidak bisa menemukan kebahagiaan di dunia ini, bukan?"

Kurasa aku akan berusaha berjuang semaksimal mungkin dan melihatnya.

Selanjutnya, Kaito meraih pergelangan tangannya yang hilang dan mulai berlari. Pada saat bersamaan, bulu hitam berkibar di udara terbakar dengan nyala biru. Setelah itu, bulu-bulu terbang yang tak terhitung jumlahnya terbakar, sedikit demi sedikit membuat ruangan terbakar.

Akhirnya, api biru mulai membakar seluruh kastil.

Seolah-olah berkabung untuk banyaknya yang meninggal, lidah api diam-diam menjilat dinding batu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar