MENJELAJAHI GUDANG HARTA KARUN
Hidangan "tumis hati rusa dipasangkan dengan kismis yang
diasinkan" terbang dengan hebat ke udara.
Kaito mengangkat piring perak ke atas kepalanya untuk
menghalangi hujan makanan sebelum memindahkan piring itu ke depannya dalam
pertahanan yang indah melawan pisau meja yang terbang menuju kearahnya. Clang,
pisau meja melambung jauh dari pandangan.
"Seperti ~ yang ~ aku ~ katakan ~, berhenti melempar
barang."
Pemandangan seperti ini berulang kali terjadi selama sepuluh
hari terakhir dan Kaito sudah terbiasa melakukannya.
Dia mulai khawatir bahwa dia sudah terlalu mudah beradaptasi.
Sambil menyingkirkannya, setelah bertahan melawan semua
serangan itu, Kaito mengalihkan pandangannya kepada pelaku - Elisabeth.
Dengan satu kaki di atas meja, Elisabeth menekan jari
telunjuk ke keningnya. Di sebelah, sebotol anggur yang telah dipilih
dengan sangat ketat sudah diinjak. Dengan air mata di matanya, Elisabeth
berteriak keras:
"sangat menjijikkan! Meskipun rasa manis dan asam kismis
yang diasinkan begitu lemah, ini membentuk jalinan yang tidak terpisahkan
bersama ledakan bau busuk dari hati. Kau pasti jenius dengan hal semacam
ini!"
"Aku tidak layak mendapat pujianmu."
"Aku tidak memujimu!"
Garpu itu terbang. Kali ini
serangannya cukup terampil. Melewati milimeter di atas piring, garpu itu
menusuk kening Kaito. Kaito mengeluarkan garpu dan darah keluar dengan efek
suara muncrat.
"Nona Elisabeth, Nona
Elisabeth, aku berdarah."
"Siapa yang peduli
denganmu!? Atasilah tingkat cedera ini dengan semangat! Sebagai pelayanku, kau bisa
melakukannya."
"Tidak ... Menggunakan
semangat benar-benar ..."
Menekan lukanya, Kaito menghela
napas. Sebenarnya, luka ringan semacam ini sama sekali tidak mengejutkannya.
Sebagai permulaan, rasa sakit dan penderitaan tidak pernah hilang dari
kehidupan Kaito. Belum lama ini, dia kehilangan lengan, jadi luka ringan
semacam ini sepele jika dibandingkan.
Manusia benar-benar makhluk yang menyesuaikan
diri dengan lingkungannya.
Meski begitu, kemampuan memasak
Kaito masih pada tingkat putus asa.
Kaito sendiri hampir tidak
memiliki standar dalam hal makanan, karena itu dia sama sekali tidak mengerti
amarah Elisabeth. Dia benar-benar putus asa karena kemampuan memasaknya, bahkan
sampai berpikir bahwa mencoba memperbaiki tidak ada gunanya. Namun,
Elisabeth terlihat menyimpan harapan besar untuknya dan kekecewaannya
berkembang setiap hari.
"Aku tidak akan lagi
mengharapkan apapun dari kemampuan masakanmu, kau tidak perlu menyiapkan makan
malam."
Setelah menyelesaikan jantung
yang dipanggang dengan garam yang sudah Kaito siapkan, Elisabeth berjalan ke ruang takhta
dan akhirnya mengeluarkan pengumuman itu. Di belakangnya ada lubang tragis di
dinding, memperlihatkan langit biru yang jernih.
Dinding yang dihancurkan oleh
binatang Knight sebelumnya tetap berada dalam keadaan rusak tanpa ada yang memperbaikinya. Meski begitu, Elisabeth yang sepertinya
lebih memilih ruangan ini, terus menggunakannya meskipun keadaannya
menyedihkan.
Sambil duduk di atas takhta yang sudah dipindahkan kembali ke tempat yang seharusnya, dia menunjukkan
ekspresi jengkel dan mengeluarkan perintah kepada Kaito, yang sedang menunggu
di samping, yang berbeda dari perintah biasanya.
"Sebagai gantinya, aku
menyuruhmu menjelajahi gudang harta karun hari ini."
"Gudang harta karun?"
Kaito mengulangi kata-katanya
seperti burung beo. Elisabeth mengetuk lantai batu dengan ujung kakinya. Lubang
hitam dan kelopak merah mulai terbakar seperti obor di tengah lantai lalu
terjerumus ke sebuah titik, mengisap area persegi di lantai batu sebelum
menghilang, meninggalkan pintu hitam.
Seolah dilengkapi dengan mekanisme
pegas, pintu terbuka tiba-tiba dari dalam.
Di dalamnya ada tangga spiral. Dilihat
dari tata letak kastil, sangat tidak normal bila ada tangga di bawah takhta.
Namun, karena dia sudah menyaksikan sebuah pintu keluar dari udara tipis
sebelumnya, akan sangat sulit untuk menyuarakan komentar semacam itu. Makanya,
Kaito merasa sangat terkesan pada saat seperti ini.
"Jadi ada tempat seperti ini
di sini?"
"Hmph, setelah kejadian itu
dengan Earl, sebuah pikiran muncul kepadaku, masakanmu bahkan lebih buruk
daripada makanan babi, tapi pudingmu lezat, kau bisa membuat pertimbangan yang
menentukan dan kau menghadapi aku tanpa rasa takut. Aspek ini sedikit bagus.
Setiap kali kau kau menggunakan linen, tampilan menjijikan di wajahmu sedikit
tidak menyenangkan. Oleh karena itu, aku sudah memutuskan untuk memberimu senjata
yang memungkinkan kau bisa menghadapi diablo sendirian. Pilih barang yang kau
inginkan dari gudang harta karun, jangan ragu memilih apapun yang bisa kau
gunakan. Tidak peduli apa yang kau temukan, aku akan memberikannya kepadamu.
"
"Uh, aku pikir aku harus
mengatakan 'Aku merasa terhormat'?"
"Omong-omong, izinkan aku memberi pengantar. Meskipun bernama 'gudang harta karun',
sebenarnya ini adalah dimensi magis yang aku buat untuk memindahkan semua
milikku dari kastil di tempat asalku. Segala sesuatu yang ada di dalamnya
tertutupi oleh dendam dan kenangan, Sentuhan yang sembarangan bisa berakibat
fatal, mengerti? "
"Tentu saja, kau hanya bertarung,
kan !?"
"Diam! Berhenti berbicara!
Pergilah!"
Tekanan Elisabeth yang muncul dan
akurat membuat Kaito terbang seperti bola, meluncur melalui pintu dengan cara yang
berlebihan seperti yang dilihatnya dalam sebuah kartun. Kemudian dengan timing
yang sempurna, pintu dibanting tertutup. Kaito mencoba mendorong dan menariknya
tapi sia-sia saja.
Tanpa ada jalan untuk kembali,
Kaito mendesah dengan cara Elisabeth yang tanpa ampun.
Di depannya ada tangga spiral panjang, satu-satunya jalan pada saat ini.
Di kegelapan, pijakan batu
persegi panjang melengkung lembut, melayang di udara secara berkala. Melihat ke
bawah, yang bisa dilihat Kaito hanyalah pijakan yang membentang tanpa ujung dan
tidak ada yang lain. Angin hangat bisa terasa lewat ke atas dari bawah
tangga meski tak ada jaminan bahwa ada tanah kokoh di ujung tangga.
"...Apa apaan ini"
Melihat pijakan-pijakan batu ini
yang bahkan tidak punya pegangan, Kaito tidak bisa tidak mengeluh.
Keputusasaan masuk ke dalam hatinya sedikit demi sedikit, tapi dia
menggelengkan kepalanya dan mengubah pola pikirnya.
(Elisabeth membuat poin yang
bagus.)
Senjata dibutuhkan untuk melawan
diablos. Tidak ada yang tahu apa dia akan berakhir dalam situasi yang sama
seperti terakhir kalinya lagi. Jika dia mendapatkan senjata, mungkin dia bisa
melawan gagak dan laba-laba. Melakukan hal ini adalah untuk menghindari pengulangan
kesalahan yang sama.
Demi mencegah hal itu terjadi
lagi.
Lalu bagaimana jika ia harus
menjelajah dimensi magis yang tidak menyenangkan ini?
"Jadi, itu saja, aku harus
menahan diri dan melakukannya."
Dihadapkan dengan pijakan-pijakan
yang sepertinya mengarah ke dasar neraka, Kaito menguatkan tekadnya.
Merentangkan lengannya untuk menjaga keseimbangan, ia memulai perjalanan ke
bawah dengan suara langkah kaki yang kokoh.
***
Kaito mengira lingkungan hanya
terdiri dari kegelapan abadi, tapi tidak disangka, ini tidak benar.
Saat dia turun, berbagai wujud
dan bentuk mulai muncul di samping tangga. Di tengah kegelapan, ada kandang
burung raksasa, gadis-gadis besi, tiang gantungan, keledai Spanyol, muncul satu
demi satu di sembarangan tempat. kilauan dengan keharuman kegelapan, alat
penyiksaan itu semua menunjukkan tanda-tanda digunakan. Dada manusia berkulit
besi itu dilapisi darah kering, daging dan lemak yang menonjol di dalam sangkar
burung sudah berubah warna.
Melihat instrumen berkarat ini,
Kaito menyadari sesuatu. Berbeda dengan barang magis yang dipanggil oleh
Elisabeth, ini adalah sumber nyatanya. Benda-benda ajaib yang dipanggil oleh
Elisabeth adalah merek terbaru. Kemungkinan besar, dia memiliki kekuatan yang
tanpa henti memanggil instrumen penyiksaan dan eksekusi dilihat dari karat atau
lemak yang menempel di permukaannya.
Tapi, kenapa alat yang tidak
biasa ini disimpan di sini?
"... Menarik."
Bingung, Kaito terus melangkah.
Pada saat dia menyadari,
pijakannya sudah hilang, beralih ke jalan datar. Mungkin keseimbangannya
terganggu dalam dimensi ini. Dia tidak tahu kapan perubahan itu dimulai. Dia
sudah mengikuti langkah-langkah batu yang tak ada habisnya, terus melangkah maju.
Sementara itu, benda-benda di sekitarnya menjadi semakin bervariasi.
Batu permata seukuran kepalan
tangan manusia, pot yang dihiasi dengan lebah tiga dimensi di sekitarnya, gelas
minuman keras kuno... bulu harimau, gading, lampu gantung yang rusak, mumi
kecil dari beberapa jenis, perunggu kapak, pedang besi, tombak perak... Kaito
mengeluarkan pedang yang luar biasa dari antara dua pot sehingga tidak bisa
menahan diri untuk tidak terhuyung mundur.
"Tidak bagus, terlalu berat
... kapak dan tombak juga terlalu berat."
Senjata di rumah Earl
rupanya sudah dipilih sehingga, bahkan anak-anak sekali pun bisa menggunakannya
dengan mudah. Di sisi lain, senjata di "gudang harta karun" itu
dimaksudkan untuk karir seperti ksatria atau kesatria pedang.
Tubuh Kaito tidak diperkuat
secara ajaib dan juga tidak menjalani sebuah latihan, jadi sepertinya sda sama
sekali tidak bisa menggunakan senjata ini secara efektif.
Dia melemparkan pedang ke
samping, hanya untuk mendengar sebuah suara yang berat seolah ditelan oleh tumpukan
koin emas seperti tenggelam ke dalam pasir pengisap.
Sepenuhnya tidak tertarik pada
kekayaan dan harta karun, ia terus berjalan, namun semakin jauh ia pergi, semakin
sedikit benda yang disebarkan secara acak yang menyerupai senjata.
Sebuah kursi yang terlihat sangat
nyaman untuk diduduki. Sulaman setengah jadi. Sebuah lukisan yang menggambarkan
pemandangan hutan yang dalam.
"... Hmm?"
Tiba-tiba, ujung sepatu Kaito
menabrak sesuatu yang lembut. Dia melihat ke bawah untuk melihat boneka beruang
kecil dengan kapas yang tumpah keluar dari perutnya. Pada saat dia sadar, dia
dikelilingi sepenuhnya oleh mainan anak-anak.
Sepertinya dia mencapai tingkat
di mana harta masa kecil Elisabeth disimpan.
Kain-kain itu dilubangi,
boneka-boneka itu dipenggal. Porselen, katun, kayu... Boneka dan benda dari
berbagai bahan diperlihatkan membungkuk yang menyangkitkan penonton hanya
dengan melihat mereka. Ini adalah bukti yang cukup untuk mengetahui bahwa ini
adalah barang-barangnya.
"Jadi dia sudah punya hobi semacam itu saat dia kecil, ya?" Gumam Kaito dalam keadaan linglung.
Seperti kata pepatah, "Anak
itu adalah ayah dari orang itu." Elisabeth jelas tidak memiliki pribadi
yang imut. Merasa terkejut, Kaito baru saja akan melemparkan boneka beruang itu
saat dia merasa kasihan dan memposisikannya dengan benar.
Tepat saat dia ingin terus
berjalan, dia mendengar suara cekung
dari kejauhan.
"Elisabe ... th ... Eli ...
th ... sabe ... th ..."
"Apa yang terjadi?"
Kaito tidak bisa menahan diri
untuk berhenti. Seketika, suara keras seorang pria menjeratnya seperti ular
piton raksasa.
"Elisabeth ... Elisabeth ...
putriku yang cantik ... Elisabeth ... milikku ..."
Suara itu mengerikan, tidak
berwujud seperti angin yang bertiup di antara pepohonan, namun membawa
kehangatan yang menempel erat-erat pada kulit seseorang. Jika seseorang
mendengarkannya dengan durasi yang lama, suara itu mungkin akan meresahkan
gendang telinga seseorang dan dimakan oleh otak.
"Apa-apaan ini?"
Didorong oleh rasa jijik secara
alami, Kaito melangkah mundur. Suara itu semakin bertambah kuat seakan terus
mengejarnya tanpa henti. Berharap suara itu hilang, Kaito berlari tanpa sadar.
Namun, suara itu terdengar cukup terobsesi, mengejarnya tanpa henti seolah
bergumam "jangan berpikir kau bisa melarikan diri."
"Elisabeth ... Elisabeth ...
putriku yang cantik ... Elisabeth ..."
"Apa-apaan ini?"
Tidak peduli bagaimana dia
berlari, Kaito masih belum bisa lepas dari suaranya. Melihat sekelilingnya
untuk menemukan jalan keluar, Kaito kemudian melihat sesuatu. Ada sebuah pintu
yang terkubur di setumpuk mainan yang menyerupai sekumpulan mayat. Seolah tentara
mainan menjaganya. Dengan putus asa, Kaito meraih gagangnya dan membuka pintu.
Di dalam pintu yang terbuka itu
bukanlah pemandangan di balik pintu. Sebaliknya, itu adalah kegelapan yang
menyeramkan tanpa adanya cahaya. Dia melangkah beberapa langkah melalui pintu
lalu segera melebarkan matanya karena terkejut.
Saat ini, dia berdiri di ruang
yang asing.
".........Hah?"
Kaito mengamati sekelilingnya
dengan hampa. Rupanya ini adalah kamar tidur anak.
Di dalam tata letak ruangan yang seperti
kubus, dindingnya tertutup wallpaper pudar yang menguning dengan corak bunga,
ambang jendela dihiasi dengan plester yang dikemaskan dalam bentuk permen.
Perabotannya berseragam putih. Gangang emas lemari baju itu sangat cantik. Di
atasnya ada boneka dan barang mewah. Dikelilingi oleh empat tiang, tempat tidur
itu ditutupi oleh seprey seperti mutiara yang mungkin memiliki kasur tebal yang
sisipkan di bawahnya.
Di lautan selimut, beberapa
lapisan tebal, duduk seorang gadis menggunakan gaun rumahan.
Dada gadis itu dicat merah dari
darah.
Wajahnya pucat dan tubuhnya
sangat kurus sehingga orang lain bisa melihat setiap pembuluh darahnya dengan
jelas. Mungkin awalnya cukup cantik, rambut hitamnya yang panjang sudah
kehilangan keharumannya, semakin berantakan di ujungnya. Mata bulat besar dan
hidung mancung itu begitu indah sehingga seolah bukan milik dunia fana, namun
mata hampa itu sudah kehilangan semua kehidupannya. Bibir tipisnya memiliki
jejak darah tragis yang menempel pada mereka, seolah-olah dia baru saja batuk
darah.
Dihadapkan dengan wajah tak
asung ini, diselimuti oleh bayang-bayang kematian, Kaito tersentak.
Jelas. Gadis ini tidak lain
adalah Elisabeth di masa kecilnya.
Oh ... Tentu saja ini bukan
sesuatu yang ingin aku lihat.
Setelah menyadari hal ini, Kaito melangkah
mundur dan keluar dari pintu. Begitu dia melewati pintu sepenuhnya, pemandangan
di depan matanya terpecah dan menghilang seperti riak di permukaan air yang
tenang. Yang tersisa hanyalah gunung mainan yang rusak dan pintu tertanam di
tumpukan mainan.
Sepertinya dia sudah keluar dari
kamar masa anak-anak itu. Kaito melihat ke sekeliling "gudang harta
karun" dan mendesah lega. Namun, suara menyeramkan itu langsung masuk ke
telinganya. Tanpa sempat merenungkan apa yang baru saja disaksikannya, Kaito
berbalik dan berlari. Dalam kebingungannya, dia dengan putus asa menjauhkan
diri dari citra masa kecil Elisabeth dan juga suara pria yang memanggilnya
secara obsesif.
Apa-apaan ini. Hentikan itu ...
aku tidak mau tahu apa pun
Kaito tidak ingin tahu seperti
apa masa lalu gadis sombong dengan perilaku yang aneh itu, dia juga tidak
berharap untuk dipaksa mengintip kenangan itu. Dia sendiri mungkin tidak ingin
orang lain tahu. Meskipun dia tidak merasakan pernah kasih sayang padanya, dia
merasa ini semacam pengkhianatan.
Elisabeth Le Fanu adalah serigala
yang angkuh dan penabur kesedihan.
Dia sudah memperkenalkan dirinya
tanpa rasa takut dengan cara ini. Namun, ini sangat berbeda dengan gadis lemah
yang baru saja dilihatnya.
Tentu saja, dia tidak ingin pelayannya
Kaito melihat dia yang terlihat sangat lemah.
Kaito terus berjalan dengan satu
pikiran dan mencapai suatu tempat dengan suasana yang jauh berbeda.
"Hah ... Hah ... Hah ...
tempat apa ... ini?"
Pada akhirnya, dia mungkin sudah
sampai. Di depannya ada dinding batu yang menjulang tinggi. Mendekat untuk
melihat lebih dekat, dia melihat bahwa tembok itu memiliki struktur aneh yang
terdiri dari batu-batu kubus tanpa ada sedikit pun celah di antara keduanya.
Dinding ini terbentang di kiri dan kanan seperti batas dunia. Di sini, Kaito
melihat sesuatu.
"Hmm ... apa yang
terjadi?"
Untuk beberapa alasan, sebagian
dinding diterangi cahaya melingkar. Kaito mendekatinya dengan gentar.
Di dinding yang diterangi itu ada
satu set belenggu besi.
Tubuh bagian atas wanita
telanjang tertahan di sana, seperti barang dagangan yang tergantung di rak.
"Apa?"
Terkejut, Kaito berhenti. Tidak
peduli berapa kali dia melihatnya, itu tidak terlihat seperti ilusi.
Seorang gadis berambut perak
cantik dengan tangan yang menempel di dinding. Gadis itu memiliki payudara yang
luar biasa dan tubuhnya yang indah dengan proporsi yang sempurna secara tragis terbuka
dan terlihat.
Begitu Kaito menatapnya, dia
merasakan sedikit keganjalan karena beberapa alasan. Namun, dia tidak bisa
terus menatap tubuh telanjang seorang wanita tanpa henti... Akan jadi masalah
juga jika dia dituduh melakukan perkosaan visual.
Mengabaikan rasa yang ganjal,
Kaito memalingkan wajahnya dengan paksa dan dengan malu-malu memeriksa keadaan
gadis itu dari sudut matanya. Gadis berambut perak itu menunduk dan tidak
bergerak sama sekali.
"Hei, apa kau baik-baik
saja? Hei? Hei?"
Tidak ada respon bahkan saat dia
berbicara dengannya. Tanpa tahu mengapa gadis ini dipenjara di sini atau
bagaimana menangani situasi ini, Kaito ragu-ragu. Dilihat dari kepribadian
Elisabeth, dia tidak mengira akan memenjarakan seorang diablos, jadi gadis berambut
perak itu kemungkinan besar bukan musuh.
Bahkan jika gadis itu adalah
musuh, satu-satunya korban di tempat ini adalah Kaito sendiri.
Bahkan jika dia pergi lalu kembali
lagi, tidak ada jaminan dia akan kembali ke tempat yang sama. Berpikir untuk
dirinya sendiri, Kaito memutuskan bahwa dia lebih suka menyelamatkannya
sekarang daripada menyesali hal itu setelah meninggalkan tempat ini.
Pada titik ini dalam pikirannya,
Kaito memutuskan untuk melepaskan pengekangan gadis itu. Dia melihat ke sekelilingnya
tapi tidak ada alat yang berguna di dekatnya. Namun, ia melihat sebuah kantong
kulit yang terikat pada pergelangan kakinya yang ramping.
Dengan lengan terikat, tidak
mungkin dia mengambil kantungnya sendiri. Posisi ini cukup bagus.
Kaito melepas kantung dan membalikan
isinya untuk diperiksa. Yang jatuh adalah kunci dan selembar perkamen. Kaito
menggunakan kunci untuk membuka borgol gadis itu dan tangannya terjatuh lemas
di sisi tubuhnya yang pucat dan tanpa noda. Namun, meski setelah mendapatkan
kebebasan, gadis itu tidak menunjukkan tanda-tanda bergerak. Kaito melihat
sekeliling, mencari sesuatu untuk menutupi tubuhnya dan tatapannya tertarik
pada perkamen yang jatuh di tanah. Kata-kata tertulis di perkamen berwarna
merah dengan huruf besar.
"Petunjuk manual '?' Rincian
penting saat aktivasi '?"
Dibantu oleh fungsi golem, Kaito
menguraikan bahasa dunia ini. Lalu ia mulai bingung. Tiba-tiba menyadari
kemungkinan tertentu, dia berbalik menghadap gadis itu dan memeriksa tubuhnya.
Pada saat itu, akhirnya dia
menemukan penyebab ketidaknyamanan.
Setelah diperiksa lebih dekat,
dia menemukan bahwa anggota badan ramping wanita berambut perak tersebut disendikan
oleh bola. Rambut perak lurus juga bukan rambut manusia, tapi terbuat dari
benang perak mengkilap.
Gadis itu adalah boneka. Dia
mungkin salah satu barang yang tersimpan di "gudang harta karun".
Di saat berikutnya, kepala gadis
itu tiba-tiba tersentak ke atas dan ke bawah dengan suara lalu akhirnya, dia
perlahan mengangkat wajahnya. Terbuat dari batu permata hijau, matanya bersinar
dengan cahaya yang mengerikan. Melihat wajahnya, Kaito merasa sangat ketakutan.
Di wajah cantik yang seperti
sebuah karya seni, tidak ada ekspresi sama sekali.
Otot wajahnya benar-benar kaku
seperti topeng.
Gadis itu -boneka robot- mulai
memutar tungkai tubuhnya ke arah yang berbeda, berpusat pada sendi bola.
Melihat situasi yang tidak biasa ini, Kaito buru-buru membaca sisa dari apa
yang tertulis di perkamen itu.
Setelah membaca kata-kata dengan
tinta merah, dia melebarkan matanya dan menendang tanah.
-Harap berhati-hati, boneka itu
menyerang orang saat aktivasi.
Kaito mulai berlari secepat
mungkin.
Dia bisa mendengar boneka itu
merangkak di tanah, mengejarnya dengan kecepatan tinggi.
***
Kaito membuat kecepatan gila
seolah berkompetisi dalam lomba rintangan. Dia melompati kursi, meremas celah
di antara lemari, meluncur menuruni gunung koin emas, dan kecurigaannya
terbukti benar.
Boneka itu langsung tertuju pada
Kaito tanpa ada kesadaran untuk menghindari rintangan. Semakin banyak benda
yang harus dimusnahkan, semakin banyak waktu yang dibutuhkan boneka untuk
bergerak. Dengan cara ini, Kaito berhasil menciptakan jarak dan terus
meloloskan diri. Namun, dia tahu betul bahwa saat berpuas diri, dia akan bergabung
dengan barisan benda-benda yang hancur itu.
Apa-apaan ini!? Ini sama sekali
tidak lucu!
Kaito bergegas ke langkah
terakhir dengan kekuatan yang merobek otot kakinya. Mengabaikan rasa sakit yang
membakar, Dia memaksa tubuhnya untuk bergerak dengan kekuatan belaka. Semua
akan berakhir jika dia melihat ke belakang. Lagipula, dia tidak memiliki apa
pun yang bisa berfungsi sebagai perisai.
Menekan ketakutannya yang
melonjak, dia berhasil sampai ke pintu hitam yang hidup. Namun, pintu besar
tetap tertutup rapat. Sambil mengepalkan tinjunya untuk menggedor pintu dengan
keras, Kaito berteriak panik.
"Elisabeth, cepat dan buka
pintunya! Buka pintunya sekarang!”
"Apa yang terjadi, Kaito?
Apa kau sudah memahami pelajaranmu? Mulai sekarang, ingatlah untuk memberikan
resep masakanmu sebelum mengajukannya ke meja makan."
"Aku tahu itu, kau berencana menghukumku sejak awal! Pokoknya, lupakan ini untuk saat ini, cepat dan
buka pintunya!"
Seketika, Kaito merasakan
kedinginan yang mengerikan seolah hatinya ditusuk jarum.
Dia secara alami masuk ke posisi berjaga.
Segera, kaki boneka itu menyapu horisontal di atas kepalanya. Serangan ini
sangat cepat dan dahsyat seperti ular. Ujung kaki mendekat dari sudut yang luar
biasa, menghancurkan pintu yang kokoh. Elisabeth mulai panik, berteriak melalui
pintu:
"Apa yang kau lakukan?"
Mendengar teriakan terkejut
Elisabeth, Kaito mengabaikan luka-luka dan diserang oleh pecahan peluru
terbang, melemparkan dirinya ke ruang takhta, berguling-guling dan bergegas
menyusuri jalan, lalu dengan cepat menjauhkan diri dari pintu masuk harta karun
itu. Dari pintu, tubuh pucat boneka itu, yang bergoyang seperti hantu,
tersandung.
Elisabeth rupanya sedang
mengambil anggur dan meminumnya, tapi melihat situasi ini, dia menyemburkan
anggur dari mulutnya. Dengan ekspresi tanpa berkata-kata, jarang terlihat, dia
meraung marah:
"S-seberapa jauh kau pergi, dasar
bangsat! Boneka robot ini diciptakan ayah angkatku dengan selera rendahan.
Karena tidak mau mematuhi perintah sama sekali dan bahkan menghancurkan semua
yang dilihatnya, sangat berbahaya! Kenapa kau mengaktifkannya? “
"Aku minta maaf karena sudah
mengaktifkannya tanpa bertanya, tapi aku tidak tahu dia akan mulai bergerak
begitu aku melepaskan pengekangannya!"
"Melepaskan
pengekangan adalah sinyal untuk aktivasi! Dasar sinting!"
Namun, tidak ada waktu untuk
omong kosong ini.
"Ugh, menjengkelkan! Kenapa harus
aku, Torturchen, merasa kesal dengan boneka?"
Dia secara tidak sabar berdiri
dari takhta dan mengetuk ujung sepatunya di lantai dua kali.
Kegelapan dan kelopak bunga
bergulir dan menyebar di lantai seperti kabut, akhirnya menyulap sejumlah
lonjakan vertikal dari bawah. Namun, boneka itu melompat dengan refleks yang
menakjubkan dan kekuatan melompat seperti binatang, menghindari lonjakan, lalu
mendarat tanpa cedera dengan menjepit ujung satu lonjakan antara telapak
tangannya dan telapak kakinya.
"Tidak buruk, dia pikir bisa
lolos dari ini."
Elisabeth bergumam, terkesan,
lalu meraih belakangnya dan mengayunkan lengannya ke depan. Keluar dari
kegelapan, menerbangkan kapak hukuman mati, meluncur lurus ke leher boneka itu.
Dengan klak dan gerakan yang kelihatannya merekatkan sendi, boneka itu nyaris menghindari
kapak sebelum kepalanya terpotong. Elisabeth membelalakkan matanya karena
terkejut.
Menekuk lututnya, boneka itu
melompat lagi, mendarat di depan takhta, masuk ke jarak dekat dengan Elisabeth.
Segera, Elisabeth menjentikkan jarinya seolah-olah dia telah menunggu saat ini.
"Kursi Penyiksa!"
Keluar dari lantai, muncul sebuah kursi yang berhasil menyentuh bagian bawah boneka dan segera menahan boneka dengan tali kulit. Kursi Penyiksa sangat mirip dengan kursi interogasi yang sudah dirasakan Kaito sebelumnya, tetapi tidak ada lubang di dudukan agar paku bisa keluar. Sebaliknya, sandaran itu terikat pada rantai yang sangat panjang.
Keluar dari lantai, muncul sebuah kursi yang berhasil menyentuh bagian bawah boneka dan segera menahan boneka dengan tali kulit. Kursi Penyiksa sangat mirip dengan kursi interogasi yang sudah dirasakan Kaito sebelumnya, tetapi tidak ada lubang di dudukan agar paku bisa keluar. Sebaliknya, sandaran itu terikat pada rantai yang sangat panjang.
Tiba-tiba, bagian berbentuk persegi di lantai di sekitar boneka itu menghilang. Ruang di bawahnya langsung dipenuhi air dengan kelopak merah yang mengapung di permukaan. Dengan percikan yang berlebihan, boneka itu jatuh ke air.
Ombak menggelegak muncul di
permukaan mungkin karena perjuangan boneka, tapi tiba-tiba tenang. Dengan suara
gemeretak, rantai itu terangkat. Boneka yang duduk di kursi itu tidak bergerak.
Air menetes dari helai rambut
peraknya. Baru kemudian Elisabeth menghembuskan napas lega.
"Ya ampun, akhirnya tenang. Tapi,
benda ini punya perangkat pengering yang dipasang, mungkin akan segera pulih
secara otomatis. Harus dihancurkan sebelum roda gigi internalnya mulai berputar
lagi."
"Eh? Tunggu sebentar, apa
dihancurkan itu satu-satunya pilihan?"
"Apa itu tidak jelas? Dia
akan mengamuk lagi kecuali jika kau merusaknya! Atau apa kau ingin tetap
melarikan diri dari boneka ini yang akan menghancurkan kepalamu kapan saja?
Ketika saatnya tiba, aku akan menggunakanmu sebagai perisai daging pertama. Kau
tidak keberatan, kan?"
"Tidak, tapi pertimbangkanlah,
akulah yang mengaktifkannya tanpa izin ... Rasanya sedikit sayang menghancurkan
boneka yang sangat cantik... Apa kita tidak bisa mengembalikannya ke keadaan
awal, dinonaktifkan?"
Kaito mencoba membujuk Elisabeth.
Meskipun dia takut dengan pengejaran yang mengerikan dari boneka itu, akhirnya,
dia harus disalahkan karena mengaktifkannya sendiri. Dia akan merasa cukup bersalah
karena menghancurkan boneka yang menyerupai manusia tanpa cela. Selanjutnya,
boneka itu terlihat sangat mahal dan Kaito tidak berpikir dia bisa membayarnya
bahkan dengan hidupnya.
Elisabeth membuka bibirnya dengan
tidak senang tetapi tiba-tiba menekan kata-kata marah yang akan dia sampaikan.
"Hmm? Tunggu. Kau benar. Menghancurkan
boneka itu akan sia-sia... Mungkin itu masih bisa digunakan."
Di depan Elisabeth yang merenung,
boneka itu bergetar pelan, tubuhnya membuat suara mekanis yang tidak
menyenangkan, kepalanya tersentak dalam gerakan dan sudut yang aneh.
Mata hijaunya bersinar dengan
cahaya menakutkan lagi. Pada saat yang sama, Elisabeth berbisik dengan suara
nyanyian tunggal:
"'O roda gigi, berhenti
berputar. Kau akan tetap cantik selamanya.'"
Boneka itu tiba-tiba berhenti,
kehilangan semua kekuatan di detik berikutnya. Setelah menghabiskan begitu
banyak usaha untuk menangkap boneka itu, Elisabeth sekarang menempatkannya
dalam keadaan seperti itu hanya dengan beberapa patah kata, mengejutkan Kaito.
"A-Apa yang kau
lakukan?"
"Apa yang baru saja aku
bacakan adalah mantera untuk mendaftarkan master baru. Hmm, itu berhasil, yang
menyiratkan bahwa pengaturan sebelumnya telah dihapus. Dengan itu, harusnya
bisa mengatur kembali master yang baru. Setelah itu selesai, benda ini harus
menganggap perintah tuan yang baru sebagai prioritas utama dan berhenti
menyerang orang tanpa berpikir. Kalau begitu, untuk melanjutkan... "
Tepat ketika Elisabeth ingin
mengatakan sesuatu berikutnya, leher boneka itu bergerak dengan aneh.
Klik klik klik klik klik .. Leher
itu ditekuk paksa agar boneka itu melihat Kaito, menyebabkan dia melompat kaget,
tetapi boneka itu hanya menatapnya diam-diam, mata hijaunya tidak mencerminkan
apa pun kecuali bayangan Kaito. Merasa dia bergantung padanya, Kaito merasa
terganggu. Sambil mendesah sebentar, rupanya terkesan, Elisabeth bersiul.
"Ya ampun... Benda ini sudah
membuat pilihan sendiri. Bersukacitalah, mungkin karena kau sudah
menyelamatkannya dua kali, kau sudah mendapatkan perhatiannya. Baiklah, kau
adalah tuan selanjutnya. Tapi, ada satu masalah."
"Tuan? Huh? Dan ada
masalah?"
"Menjadi master benda ini
membutuhkan pengaturan 'hubungan.' Pencipta benda ini adalah seorang eksentrik
yang senang menempatkan orang lain dalam situasi sulit. Kau harus memilih
jawaban yang benar dari empat hubungan berikut: 'orang tua-anak,' 'saudara
kandung,' 'tuan-pelayan,' atau 'kekasih.' Jika kau memilih yang salah, boneka
robot akan mengarahkan niat membunuh terhadap tuannya. Aku tidak keberatan, tapi
kau mungkin akan kehilangan nyawamu. "
"Empat dalam satu kesempatan
untuk mendapatkan jawaban yang benar, itu benar-benar sebuah tantangan ... Apa
yang harus aku lakukan?"
"Siapa yang tahu?
Menghancurkan itu akan menjadi yang paling bagur, tapi kau enggan untuk
melakukannya. Pilih dari orang tua-anak, saudara, tuan-pelayan atau kekasih...
Hmm, kenapa tidak memilih pilihan yang sepertinya paling tidak akan mengkhianatimu?"
Elisabeth tertawa jahat dan duduk
di singgasananya dengan santai.
Dia benar-benar menikmati situasi
saat ini. Bingung, Kaito dengan putus asa memutar otaknya. Tidak peduli apa,
jawaban ini adalah masalah hidup dan mati baginya. Karena ayahnya telah
membunuhnya, lupakan tentang orangtua-anak. Untuk saudara kandung, dia tidak
punya banyak ide. Dia sudah bertemu seorang lelaki yang konon katanya ada hubungan
darah, tetapi tidak ada kenangan indah yang keluar darinya. Tuan-pelayan... Itu
akan menjadi hubungannya saat ini dengan Elisabeth, karena itu dikesampingkan.
Hanya tersisa satu pilihan tersisa.
"Kekasih, mungkin."
"Kamu pasti perjaka."
—Apa kau bilang?
Namun, sebelum Kaito mampu
memprotes fitnahan Elisabeth, tubuh boneka itu mulai bergetar hebat seperti
belum pernah terjadi sebelumnya. kejang tak terkendali, dia menyebabkan tali
kulit yang menahannya terbang. Gas panas dibuang dari celah di sendi bola.
Karena reaksi yang terlalu
intens, Kaito tanpa sadar mengkhawatirkan boneka itu, bukan dirinya sendiri.
"Hei, kau tidak rusak,
kan?"
Dia dengan ragu-ragu melihat ke
bawah untuk memeriksa boneka itu. Boneka itu tiba-tiba membuka matanya, merobek
tali kursi penyiksa dan melompat ringan keluar dari tangki air, mendarat di
depan Kaito.
Aww
astaga, aku daging mati sekarang ... Sama seperti Kaito
mempersiapkan dirinya ...
Boneka itu tiba-tiba berlutut di atas
satu lutut di depan Kaito.
"Hah?"
"Terima kasih atas
kesabaranmu, sayangku, cintaku, takdirku, budakku! Kekasihku yang sejati!
Sahabat kekalku!"
Boneka itu berteriak dengan suara
yang sangat emosional. Mendengar suaranya untuk pertama kali, Kaito
menganggapnya indah dan menyenangkan. Boneka itu menggenggam erat tangan Kaito
dan mendongak.
Dikelilingi oleh rambut peraknya
yang halus dan mulus, wajahnya membuat ekspresi yang belum pernah dia tunjukkan
sebelumnya.
Di mata zamrudnya, kelopak
matanya turun dengan lembut dan indah. Pipinya yang pucat tersipu malu. Wajah
manis boneka itu, polos namun tidak kurang cantik, menunjukkan ekspresi penyembuhan
dan keracunan.
Dengan gerakan yang sangat
manusiawi, dia mulai menggosok-gosokkan telapak tangan Kaito ke pipinya.
Kulitnya yang mulus terasa lembut dan hangat seperti manusia sungguhan. Dalam
kebahagiaan, boneka itu berbisik lembut:
"Dari sini, selamanya,
sampai kakiku patah dan putus, sampai kepalaku terpotong, sampai jantungku
berhenti berdetak, aku akan selalu menjadi kekasihmu, temanmu. Aku hidup hanya
untukmu dan akan hancur hanya untukmu. Mencintaiku, menghentikanku, dan
melakukan hal lain kepadaku adalah hak istimewa yang hanya dinikmati olehmu
sendiri. "
Menatap langsung ke Kaito, dia
lalu tersenyum malu.
"Silakan nikmati aku kapan
saja sesuai dengan dirimu sendiri. Tolong cintai aku dengan lembut selamanya,
oke?"
Dihadapkan dengan deru kata-kata
tanpa akhir ini, Kaito dan Elisabeth tercengang. Tidak peduli dengan tanggapan
atau kekurangan mereka, boneka itu terus menggosok-gosokkan telapak Kaito ke
pipinya. Tingkah laku yang memikat ini seperti anak anjing yang mencari kasih
sayang.
Segera setelah itu, Elisabeth
bergumam:
"...... S-Sepertinya kau
memilih jawaban yang benar. A-Apa kau senang sekarang?"
"...... Uh ... Y-Yah, mau
tidak mau ..."
Rasanya seperti, ini pasti akan
menjadi sangat merepotkan juga.
Dihadapkan dengan tampilan boneka
yang bahagia, Kaito meneguk kata-kata ini ke tenggorokannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar