Novel Konoha Hiden Chapter 3 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Senin, 25 April 2016

Novel Konoha Hiden Chapter 3




DAGING DAN UAP


 

 Api berpendar, berkelip, dan bergoyang ke kanan dan kiri.

 

Kenapa orang-orang selalu merasa tenang saat melihat api?

 

Rasa ingin tahu itu tiba-tiba melintas di kepala Nara Shikamaru.

 

Itu mungkinadalah sesuatu yang sudah dimulai sejak beberapa generasi lalu, saat orang-orang masih menanti munculnya peradaban. Pada masa itu, api selalu menjadi sesuatu yang menemani setiap orang.

 

Api dapat menerangi sekitar mereka dan menjauhkan kegelapan malam. Api melindungi manusia dari rasa dingin dan makhluk asing. Api juga digunakan sebagai sinyal, untuk menemukan lokasi temanmu, dan untuk menemukan jalan pulang.

 

Berabad-abad aktivitas itu menyatu dengan kehidupan manusia, dan tentu saja juga diteruskan pada kehidupan Shikamaru sendiri. Itulah kenapa, duduk di depan api yang hangat, Shikamaru merasakan ketenangan.

 

Perasaan itu diteruskan melalui ‘Tekad Api’ Konoha.

 

Dari orangtua ke anak. Dari anak ke cucu. Dari guru ke murid. Dari teman ke teman.

 

Perasaan muterikat satu sama lain. Terhubung.

 

Mungkin Tekad Api itu dimulai dari api kecil yang bisa dengan mudah dipadamkan.

 

Tapi hal itu tidak lenyap. Hingga kini, hal itu masih diteruskan, dari orang ke orang, dan masih berkobar terang.

 

Hubungan yang menjangkau seluruh generasi itulah yang menyebabkan api begitu menenangkan. Tidak peduli sudah berapa lama waktu berlalu, setiap sel di tubuh Shikamaru sudah ditandai dengan memori orang-orang yang ada sebelumnya, dan membuatnya merasa bahwa api adalah sesuatu yang menenangkan.

 

Orang-orang menggunakan api untuk memasak dan duduk mengitarinya, memandangi api sambil memakan makanan mereka. Sebelum mereka menyadari apa yang sedang terjadi, mereka sudah berkumpul mengitari api bersama orang-orang tersayang.

 

Dulu, dan sekarang, itu adalah pemandangan yang tidak pernah berubah, kenyataannya, saat ini, Shikamaru sedang duduk di depan api yang hangat dan makan bersama sahabatnya, Akimichi Chouji.

 

Mengobrol. Tertawa. Bunyi dentingan alat makan. Dan yang peling penting, bunyi desis daging yang sedang dimasak.

 

Yakiniku Q, Tempat biasa Shikamaru dan yang lainnya.

 

Di restoran barbeque seperti ini, orang-orang biasanya mengira bahwa tempat sejenis ini hanya akan ramai pada malam hari, dan tidak pada waktu sibuk seperti siang hari. Yakiniku Q adalah pengecualian, selalu penuh dengan pelanggan baik siang ataupun malam. Daging yang dijual harganya murah, dan yang terpenting adalah berkualitas tinggi, jadi restoran itu sangat populer.

 

Dan itu artinya saat ini, tepat saat jam makan siang, Yakiniku Q tidak ada bedanya dengan medan perang.

 

Panggilan pesanan datang dari semua penjuru tempat duduk, pesanan seperti bir atau teh ulong atau alat makan bertemu dengan pelayan restoran yang sibuk. Mereka dengan cepat berkeliling ke seluruh pelanggan. Tempat itu sangat ramai.

 

Shikamaru menonton kegiatan para pelayan itu dari sudut matanya sambil meletakkan sepotong daging ke panggangan.

 

Warna merah pekat daging itu hampir bersinar, lemaknya berkilau bak mutiara. Menandakan bahwa daging itu segar. Bunyi desis yang menggiurkan terdengar berpadu dengan aroma daging yang lezat di restoran itu.

 

Shikamarudan Chouji sudah memutuskan untuk makan siang di tempat itu.

 

Keputusan itu disepakati beberapa saat yang lalu.

 

Shikamaru sedang keluar untuk pergi berbelanja, dan bertemu Chouji di perjalanan. Mereka kemudian mengobrol.

 

Kemudian Chouji berkata, “Sebentar lagi waktu makan siang, bagaimana kalau makan beberapa daging bersama?” dan disinilah mereka, di tempat hangout mereka biasanya, YakinikuQ.

 

Shikamaru memasuki kedai itu dengan niat mampir sebentar, seperti yang orang-orang biasa lakukan di kedai teh, tapi Chouji selalu melakukan ini.

 

'Beberapa daging’ katanya– mana mungkin! Chouji tidak pernah duduk tanpa niat untuk makan sebanyak yang dia bisa.

 

Potongan daging di atas panggangan Shikamaru sudah hampir matang dan juicy. Dia mengulurkan sumpit dan membaliknya. Bagian yang dibaliknya sudah terpanggang dengan sempurna.

 

Jika daging dipanggang terlalu lama, maka akan menjadi alot. Kalian harus memperhatikannya untuk memastikan daging itu tidak terlalu matang.

 

Sebagian besar orang membiarkan daging mereka dimasak dalam jangka waktu yang ditentukan insting mereka, tapi hasil penelitian terbaru menyatakan bahwa kebanyakan orang akhirnya memasak dagingnya terlalu lama.

 

…Atau paling tidak, itulah yang Chouji katakan pada Shikamaru saat mereka mengobrol.

 

Chouji sendiri, saat mengkritik orang-orang yang memasak daging terlalu lama, memakan potongan daging yang sama sekali belum menunjukkan tanda-tanda matang.

 

Chouji mempunyai kecenderungan untuk memakan daging saat masih terlalu mentah untuk dimakan. Shikamaru berpikir kalau lebih baik memanggangnya sedikit lagi.

 

Potongan dagingnya di panggangan sudah hampir matang. Tepat saat Shikamaru hampir menjangkaunya dengan sumpit, dagingnya direbut tepat di depan matanya.

 

Chouji. Diamengambil potongan itu dan melahapnya dengan suara puas.

 

“Itukan…dagingku…”

 

“Huh? Ohhhh, maaf Shikamaru. Aku melihatnya sudah siap dimakan, dan sebelum aku menyadarinya, tanganku langsung…” Chouji tampak merasa bersalah saat menyadari bahwa dia mengambil daging yang salah.

 

“Ah iya, tidak apa-apa. Lagipula, masih banyak daging yang bisa dimakan.”

 

Setelah itu. Shikamaru meletakkan potongan daging lainnya ke atas panggangan. Dia kembali melihat Chouji dengan senyum lebar, dan berkata:

 

“Lagipula ,lebih baik kau memakannya daripada daging itu gosong, kan?”

 

Chouji memberikan cengirannya pada temannya, dan kembali fokus mengunyah daging jarahannya, juga menambahkan nasi ke mulutnya.

 

“Daging ini enak sekali.” Dia bergumam sambil mengunyah.

 

Shikamaru memandangnya, memikirkan apa Chouji mengerti kalau komentarnya bukan di saat yang tepat.

 

“Memasak dengan panggangan arang itu sangat sulit untuk pemula.” Lanjut Chouji. “Jadi kalau untuk memasak sekaligus makan, panggangan gas lah yang terbaik. Mereka memilih metode yang sangat bagus untuk memasak daging yang enak.”

 

Yup, Chouji benar-benar tidak menyadari apa-apa. Komentarnya hanya tentang bagaimana metode memasak daging yang baik.

 

Sambil Chouji berbicara, dia juga terus melahap nasinya. Ya ampun, kalau keadaannya seperti ini, mangkuknya akan segera kosong.

 

Shikamaru melambai ke pelayan yang berada di tengah keramaian pengunjung dan memesan nasi tambahan.

 

Hal yang menarik dari nafsu makan Chouji yang luar biasa itu adalah karena pemandangan Chouji yang sedang makan itu enak dilihat. Melihat dia makan ntah kenapa membuat Shikamaru juga merasa kenyang, meskipun dia tidak makan banyak, dan meskipun dagingnya sendiri dicuri tepat di depan matanya.

 

Karena inilah Shikamaru ikut campur tangan tanpa alasan untuk memastikan Chouji makan dengan baik. Pada akhirnya, dia memberikan potongan daging keduanya yang dia letakkan di pemanggang pada Chouji.

 

Chouji memegang sumpitnya dengan kemampuan yang menakutkan, daging itu menghilang dalam satu kedipan mata. Satu per satu, deretan daging setengah matang semuanya menghilang ke dalam mulut Chouji.

 

Chouji tampak sangat bahagia setelah makan begitu banyak daging. Dan yang lebih lagi,ntah kenapa belakangan ini dia mulai terlihat berwibawa saat makan.

 

Daging, nasi, daging, nasi, daging, nasi, daging, daging, daging… Chouji terus makan tanpa berhenti, dan Shikamaru menonton pertunjukan itu, dia menyimpulkan bahwa yang membuat Chouji terlihat berwibawa adalah jenggotnya.

 

Belakangan ini, penampilan keseluruhan Chouji sedikit berubah.

 

Hal yang pertamakali tertangkap oleh mata orang lain adalah jenggotnya. Jenggotnya tidak tumbuh terlalu panjang, tapi dibuat pendek dan tertata rapi. Bukan itu saja. Rambut Chouji juga dipotong lebih pendek, dan disisir rapi ke belakang. Itu memberikan kesan bersih, rapi, dan tertata pada penampilannya.

 

Tidak diragukan lagi. Itu karena jenggotnya. Ketika kau memadukannya dengan rambut dan perubahan penampilannya yang lain, maka Chouji terlihat seperti orang dewasa yang dihormati, bahkan bagi Shikamaru yang sudah mengenalnya selama bertahun-tahun. Itulah kenapa ada kesan berwibawa yang tampak pada Chouji meskipun saat dia makan.

 

“Mungkin aku juga harus menumbuhkan jenggot…” Gumam Shikamaru sambil menyenderkan punggungnya di kursi.

 

“Eh? Kenapa kau mau melakukan itu?” Chouji mendongak sesaat dari aktivitas makannya yang gila-gilaan.

 

Meskipun tampaknya dia asyik dengan makanannya, Chouji selalu mendengar dengan seksama apa yang Shikamaru katakan. Shikamaru menyadari itu, dan terus berbicara,

 

“Tidak sepertimu, aku tampaknya tidak berubah sama sekali sejak masih anak-anak, yakan?” Shikamaru menyentuh rambut berkuncir ponytail di kepalanya.

 

Shikamaru selalu membiarkan rambutnya seperti ini, sejak masih anak-anak. Sebuah ikatan model ponytail yang sederhana, rambutnya yang panjang dikumpulkan dan diikat di atas kepalanya. Bukannya dia berniat menjaga rambutnya agar tetap seperti itu atau apa. Hanya saja untuk orang yang bersifat pemalas seperti Shikamaru, inilah cara yang paling mudah untuk berurusan dengan rambutnya.


Jika kalian mengatakan memang dia berniat melakukan sesuatu, maka mungkin itu adalah bagaimana dia berniat untuk berpakaian dan mengurus rambutnya sesederhana mungkin.

 

Tapi, bukan berarti dia begitu berniat membuat segala hal menjadi mudah hingga akhir, atau apapun yang sejenis itu. Jadi kalian tidak bisa benar-benar mengatakan bahwa dia berniat untuk menjadikan segalanya mudah. Hanya saja dia begitu karena dia tidak terlalu peduli.


Shikamaru tidak mengerti orang-orang yang melakukan segala hal untuk mengubah penampilannya, orang-orang yang punya banyak masalah dalam memilih pakaian mereka. Menurutnya pakaian yang terbaik adalah pakaian yang bisa dikenakan dimana saja, kapan saja, pakaian yang membuatmu nyaman saat memandang awan ataupun tidur siang.

 

Saat dia masih kecil, Shikamaru sering berpikir ‘kalau aku adalah awan, aku akan menghabiskan hariku dengan duduk di depan api unggun dan melihat api’.

 

Anak seperti itu adalah anak yang sangat berbeda dari anak-anak yang peduli tentang apa yang dunia maupun masyarakat pikirkan tentangnya. Jadi bukanlah hal yang mengejutkan kalau dia tidak terlalu memperhatikan urusan rambut atau pakaian.

 

Tapi melihat sahabat lamanya itu tiba-tiba terlihat seperti orang dewasa yang dihormati membuat Shikamaru berpikir.

 

Shikamaru sudah menjadi chuunin di usia yang cukup muda, dan juga ikut terlibat dengan banyak pekerjaan yang berhubungan dengan administrasi desa. Contohnya, dia menjadi pengawas ujian chuunin, dan itu membuatnya harus menghadiri banyak rapat, antar desa maupun sebaliknya, dan dalam setiap rapat itu tidak heran jika dia dikelilingi banyak orang yang lebih tua darinya.

 

Karena dia mendapatkan tugas seperti itu, Shikamaru sering berpikir pada dirinya ‘lihat persoalan ini layaknya orang dewasa’ atau ‘bersikap tenanglah layaknya orang dewasa’ atau ‘kau harus memperhatikan sikapmu layaknya orang dewasa’.

 

Shikamaru sudah menguasai setiap karakteristik yang terkait dengan ‘bersikap layaknya orang dewasa’, tapi saat ini tiba-tiba hal itu membuatnya membandingkan dirinya, yang tidak terlihat berubah sedikitpun sejak masih muda, dengan tampilan dewasa Chouji yang berada di depannya.

 

Dan hasilnya adalah komentar Shikamaru mengenai jenggot.

 

“Orang-orang selalu bilang ‘kau tidak berubah sama sekali, ya’ saat mereka melihatku…” Gerutu Shikamaru sambil makan.

 

Chouji mendongak dan memiringkan kepalanya bingung.

 

“Tapi, saat mereka mengatakannya, mungkin yang mereka maksud itu rambutmu, kan?” Chouji berhenti sejenak, melihat ke piringnya yang kosong. “Ah, oba-chan, tolong satu porsi lagi ya!”

 

 Setelah memesan pesanannya, Chouji mengelap mulutnya, dan kembali melihat Shikamaru.” Jika kau bertanya padaku, kau sudah banyak berubah dibanding dulu.”

 

“Benarkah?”Tanya Shikamaru. “Apa aku terlihat seperti orang dewasa?”

 

“Yeah. Mungkin karena kau terlibat dalam banyak pertemuan Persatuan Shinobi. Dibanding dengan kau yang dulu, wajahmu sudah sangat berubah. Kau terlihat lebih tenang dan cekatan sekarang. Aku yang mengatakannya, jadi tidak mungkin salah.”

 

Chouji memberikannya persetujuan besar.

 

“Ah, sekarang karena kau mengatakannya, banyak orang yang bilang kalau aku terlihat seperti ayahku.”

 

Mungkin Shikamaru sendiri tidak menyadarinya karena dia melihat wajahnya di cermin setiap hari.

 

Tapi tetap saja, dia terus berpikir bahwa jika dia memiliki jenggot, maka dia akanterlihat lebih berwibawa…

 

Shikamaru meletakkan tangannya pada dagunya yang licin dan terus berpikir mengenai hal tersebut. Sambil Shikamaru melakukan hal itu, pesanan daging Chouji tiba.

 

Sebuah piring besar, tapi kebanyakan orang akan kaget jika mendengar itu bukan untuk mereka berdua. Lupakan untuk mereka berdua, itu adalah pesanan yang hampir tidak cukup untuk Chouji. Itu juga biasanya membuat orang-orang terkejut. Tapi, baik pelayan maupun pelanggan setia disana sudah terbiasa dengan kebiasaan makan Chouji, jadi tidak ada yang akan terkejut.

 

Saat kita kesini pertama kali, kita juga memesan porsi besar ini, iya kan…

 

Pikiran Shikamaru kembali pada masa-masa dimana mereka baru saja menjadi genin.

 

Timnya merayakan misi pertama mereka yang berjalan dengan lancar.

 

Dan setelah itu, setelah pulang dari setiap misi, mereka sering mendatangi restoran ini.

 

Mereka berempat akan makan di tempat duduk ini, dan Shikamaru akan duduk persis ditempat yang didudukinya sekarang.

 

⁰â‚’⁰

 

Chouji diteriaki oleh teman satu timnya Ino.

 

“Hey?!” Teriaknya,”Chouji, kau makan dagingku!”

 

“Diamlah…” Gerutu Shikamaru pada suara berisik Ino.

 

Yang dilakukannya salah. Ino langsung melotot padanya. “Apa maksudmu diam? Itu dagingku! Lalu apa tadi kau bilang kau mau memasak dagingnya?”

 

Sekarang dialah yang jadi target. Ini memalukan.

 

“Apa ini?” Komplain Shikamaru berbisik, meletakkan daging ke panggangan. “Kenapa aku yang selalu memasak semuanya lagi? Ugh, merepotkan…”

 

Kenapa kebanyakan perempuan itu pemaksa? Shikamaru memikirkan itu sambil membalikkan daging panggangan.

 

Untuk memulainya, ada wanita yang paling dekat dengannya: ibunya. Dia lebih pemaksa dibanding wanita normal, bisa dibilang dia abnormal.

 

Apa memangnya yang membuat ayahnya mau meilirik wanita yang begitu menakutkan dan berpikir ‘aku akan menikahinya’? Shikamaru benar-benar tidak bisa mengerti.

 

“Ini sudah cukup, kan?”

 

Dagingnya sebentar lagi matang. Saat Shikamaru berkomentar, Ino menggapai daging itu dengan sumpitnya, tampak ada hawa puas di sekitarnya.

 

Tapi daging itu tiba-tiba menghilang.

 

Itu bukan fenomena supernatural. Itu adalah Chouji. Ino menurunkan sumpitnya dan mulai berteriak.

 

“Sengaja, kan?!” Teriaknya, “Kau melakukan ini dengan sengaja!”

 

“Huh- Aku hanya- aku melihat dagingnya, jadi…”Chouji tergagap.

 

“Jangan pikir kau bisa keluar dari masalah ini dengan komentar tidak jelasmu!”

 

Ino menarik kerah Chouji, masih berteriak. Limbung, Chouji masih tidak melepaskan mangkuk ataupun sumpitnya. Shikamaru menggerutu karena dia harus memanggang daging lagi, dan mulai meletakkan beberapa daging ke panggangan.

 

Itu adalah pemandangan biasa bagi timnya. Dan kemudian…

 

Ada seseorang yang memperhatikan mereka bertiga dengan senang.

 

⁰â‚’⁰

Shikamaru kembali ke masa yang sekarang, dan melihat tempat yang biasa Asuma duduki.

 

Shikamaru ,Chouji, Ino, dan Asuma. Mereka berempat biasa datang ke restoran ini setiap selesai misi, dan berkumpul di meja ini.

 

Dulu, Shikamaru berpikir bahwa hidup akan terus berjalan seperti itu.

 

Konyol rasanya untuk membayangkan semua orang hidup dalam masa muda yang konstan, tapi ntah kenapa, masa lalu Shikamaru masih berpikir seperti itu. Dia tidak bisa membayangkan seperti apa dia nanti saat dewasa.

 

Tapi terlepas dari semua itu, waktu telah berlalu.

 

Ino sudah menjadi lebih feminin. Selera makan Chouji tidak berubah, tapi dia memiliki jenggot. Bahkan Shikamaru sudah berubah sebelum dia menyadarinya. Dan Asuma…sudah tidak ada disini lagi.

 

Mereka berempat tidak bisa bersama-sama lagi.

 

Restoran ini,tempat duduk ini, semuanya tertanam memori saat-saat bahagia yang tidak bisa Shikamaru ulang kembali.

 

Karena Shikamaru tidak mau melupakan memori-memori itu maka Shikamaru tetap mengunjungi restoran ini, hingga sekarang.

 

Saat Shikamaru dikelilingi aroma daging panggang yang familiar, dia bisa terjatuh ke dalam halusinasi dimana ketika aroma tembakau juga sedang mengelilinginya.

 

Asuma sudah menjadi orang dewasa.

 

Jenggotnya selalu beraroma tembakau dari rokok yang tidak terhitung jumlahnya. Tidak peduli apapun situasinya, dia selalu bersikap tenang. Tenang dan lembut.

 

Asuma sudah sering berkelana di masa mudanya, jadi dia punya banyak pengetahuan, dan kemampuannya sebagai shinobi bahkan lebih baik. Dia seperti seorang ayah, dan seperti seorang kakak. Dia selalu menraktir Shikamaru dan timnya makan daging.

 

Kalau dipikir-pikir, Asuma selalu perlahan berubah pucat melihat nafsu makan Chouji yang luar biasa, dan dengan panik memeriksa dompetnya untuk memastikan uangnya cukup.

 

Sekarang, Shikamaru dan yang lainnya membayar makanan mereka sendiri, dengan uang yang diperoleh sendiri.

 

Shikamaru berandai-andai apakah dia bisa menjadi orang dewasa seperti Asuma walaupun sedikit.


Shikamaru mengambil menu, membalik halamannya dan menghitung berapa banyak tagihan yang harus dibayarnya dan Chouji. Akan terlalu mahal jika dia menraktirnya. Jika dia membagi tagihannya, maka dia bisa menjangkaunya.

 

Ya ampun, aku harus makan lebih banyak lagi selagi sempat…

 

Shikamaru melirik kecepatan makan Chouji yang ganas, dan meraih beberapa daging untuk dirinya sendiri.

 

“…nyam, nyam, nyam…Obachan, aku pesan lagi!” Teriak Chouji, mulutnya penuh dengan nyam—tidak, er, daging sapi.

 

Chouji akhirnya berhenti makan, untuk beberapa saat paling tidak. Dia tampak puas, menenggak secangkir teh ulong sekaligus. Ketika dia yakin Chouji sudah mulai bernapas lagi, Shikamaru berbicara.

 

“Jadi, soal yang kita bicarakan sebelumnya, apa yang akan kau lakukan?”

 

“Huh? Dessert?”


Kita tidak sekalipun membicarakan soal dessert, Chouji.

 

“…mengena ihadiah pernikahan Naruto dan Hinata.”

 

“Ohh, yeah,itu.”

 

Shikamaru menghela napas. Apa Chouji lupa?


Awalnya, Shikamaru sedang keluar dengan niat untuk membeli hadiah pernikahan. Ia kemudian bertemu Chouji di jalan, dan kemudian mereka mengobrol mengenai apa yang harus mereka berikan.

 

Shikamaru masih belum menentukan apa yang harus diberikan sebagai hadiah. Bagaimanapun, dia harus memikirkan sesuatu yang Naruto dan Hinata akan sukai, dan dia merasa blank.

 

Shikamaru bukan hanya tidak berpengalaman dalam hadiah pernikahan, dia asing dalam masalah perhadiahan.

 

Dalam kasus itu, yang terbaik baginya adalah berbicara pada seseorang yang tidak sembarangan dalam menentukan hal seperti ini. Dan saat dia akan menentukan hadiah, yang terbaik adalah menanyakan pendapat wanita. Jadi, Shikamaru pergi mengunjungi Ino.

 

Toko Bunga Yamanaka. Itu adalah nama toko milik keluarga Ino.

 

Saat Shikamaru berbicara padanya mengenai masalah itu, Ino langsung membanggakan dirinya yang sudah menentukan hadiahnya. Seperti yang diharapkan dari Ino. Dia itu sangat update kalau sudah soal tren dan fashion terkini.

 

Seperti yang diharapkan dari timku, pikir Shikamaru, dan merasa lega.

 

“Kalau begitu, sepertinya tidak apa-apa kalau aku membeli sesuatu dari toko yang sama denganmu.” Ucapnya pada Ino. “Bisa kau beritahu dimana toko itu?”

 

“Eh? Kau tidak boleh mengikutiku. Lupakan itu.”

 

Dan demikianlah, meskipun mereka adalah teman yang menghadapi pertempuran maut bersama, Shikamaru langsung ditinggalkan.

 

Setelah itu…

 

“Aku menyerah…” Shikamaru menggerutu sambil terus berjalan, melakukan survey di beberapa toko. Dia bertemu Chouji di perempatan, dan akhirnya disinilah dia, di Yakiniku Q.

 

Tapi tampaknya Chouji sudah melupakan seluruh masalah itu akibat keranjingan daging. Bahkan sekarang, dia sedang memakan eskrim. Kapan Chouji memesan eskrim? Shikamaru tidak mencoba untuk menebaknya. Ada banyak hal dari Chouji yang tidak bisa dipahami.

 

Sejujurnya, kalau sudah soal topik mencari hadiah pernikahan, pendapat Chouji mungkin tidak semeyakinkan Ino.

 

Akan tetapi, saat Shikamaru merasa khawatir akan hadiah pernikahan itu, Chouji santai-santai saja.

 

“Sebenarnya, aku kurang lebih sudah menentukan…”

 

Respon Chouji tidak terprediksi hingga Shikamaru terlonjak di tempat duduknya.

 

“Kau benar-benar sudah menentukannya?! Apa yang akan kau berikan?”

 

“Yeah.” Ucap Chouji, mengeluarkan selembar tipis kertas berbentuk segiempat. “Aku berpikir untuk memberikan ini pada mereka.”

 

Chouji meletakkan benda itu di atas mejanya, dan Shikamaru mengambilnya agar kertas itu tidak basah.

 

“Ini…”

 

Shikamaru tidak mempercayai matanya. Ini adalah voucher makan di salah satu restoran Ryotei termahal di Konoha.


“Dewasa muda seperti kita tidak biasa pergi ke tempat seperti itu,” Ucap Chouji, tersenyum lebar. “Tapi karena itu adalah hadiah pernikahan, itu akan bekerja.”


Tepat seperti yang Chouji katakan. Restoran ini sangat formal dan sangat mahal, begitu banyak dewasa muda yang tidak biasa pergi kesana. Tapi, voucher untuk makan disana, sebagai hadiah pernikahan, itu sangat brilian.


Adalah sebuah kesempatan bagi pasangan itu untuk pergi ke suatu tempat yang tidak biasa mereka kunjungi, dan itu adalah hadiah pernikahan yang akan mereka nikmati. Tidak akan ada lagi hadiah pernikahan yang sehebat ini.


Tapi, meskipun itu adalah hadiah pernikahan yang menakjubkan, bagaimana mungkin Chouji dengan mudah melepaskan voucher makan di tempat berkelas seperti itu?


Chouji, apa kau benar-benar pria yang sama dengan yang kukenal? Kau benar-benar jauh lebih dewasa dari yang kukira.


Shikamaru memandangi voucher elegan di tangannya itu, kemudian melirik wajah Chouji yangs edang bahagia menikmati eskrimnya. Dia tercengang.


Chouji terus memakan eskrimnya tanpa menyadari tatapan temannya. Secepat kilat, dia memulai mangkuk keduanya.

 

“Plus, itu datang pada waktu yang tepat,” Ucap Chouji sambil menjilat. “Itu untuk makan bertiga…”

 

Awalnya, Shikamaru tidak mengerti maksud dibalik apa yang Chouji katakan. Sesaat berlalu, dan dia memahaminya. Keringat muncul di dahi Shikamaru.

 

“Kau tidak mungkin…” Shikamaru bertanya dengan lembut, merasa terkejut karena alasan yang sangat berbeda. “Kau tidak akan…makan…bersama mereka…?”

 

Chouji mendongak dari eskrimnya dengan tawa yang keras. “Tidak mungkin. Kalau memang itu aku, aku tidak akan mengganggu acara makan pasangan yang baru menikah.”

 

“B-benar…yeah, itu akan terasa….”

 

“Aku akan meminta pada pemiliknya, dan makan di meja yang terpisah.”

 

“…Serius?”

 

Tanpa berpikir, Shikamaru mendongak ke langit-langit. Kipas disana terus berputar tanpa henti seperti biasanya.

 

⁰â‚’⁰

 

Kipas dilangit-langit itu terus berputar dalam diam. Chouji, terus memakan eskrimnya penuh semangat dalam diam.

 

Tidak terasa, jam makan siang sudah berlalu, dan pelanggan restoran mulai berkurang. Kedamaian mulai kembali ke Yakiniku Q.

 

Mendengarkan suara samar kipas angin di kedai yang sunyi, Shikamaru kembali mengkhawatirkan dirinya sendiri.


Voucher makan gratis di tempat berkelas.

 

Itu adalah hadiah yang telah dipersiapkan Chouji. Hadiah itu tidak memiliki sisi buruk.

 

Tapi…

 

Meskipun mungkin itu adalah hadiah yang tidak memiliki sisi buruk, tapi kenapa harus untuk tiga orang? Restoran Ryotei itu harusnya sudah memikirkan seberapa sering pasangan datang ke tempat itu, berkencan tanpa gangguan. Apa ryotei itu tidak berpikir? Jika itu untuk tiga orang, maka tentu saja akhirnya Chouji akan pergi…!

 

Shikamaru dalam hati mengkritik peraturan restoran yang belum pernah didatanginya dengan muka masam.

 

Pikirannya membayangkan Naruto dan Hinata berpakaian rapi untuk kesempatan makan di restoran ryotei berkelas itu.


Dan, kemudian, di kursi di belakang mereka. Chouji. Memesan porsi ke-duanya sambil memperhatikan mereka berdua.


…apa itu tidak apa-apa…?

 

Tidak, saat ini, Chouji baik-baik saja seperti biasanya. Bagiamanapun, itu adalah hadiah yang ‘sangat Chouji’. Saat ini, masalah yang lebih besar adalah Shikamau sendiri, yang masih belum bisa memikirkan apapun. Dia telah mengerahkan seluruh proses berpikirnya untuk mendapatkan ide.

 

Shikamaru meluruskan duduknya dan perlahan memejamkan matanya.

 

Kapanpun Shikamaru berpikir keras tentang sesuatu—contohnya, langkah selanjutnya dalam permainan favoritnya shougi, atau strategi yang rumit di tengah misi—dia memiliki kebiasaan duduk dengan cara tertentu saat berpikir. Dia tidak melakukan posisi itu dengan maksud tertentu. Itu adalah posisi yang terbaik baginya untuk berpikir.

 

Maka dari itu, tidak akan ada yang mengira bahwa Shikamaru akhirnya melakukan posisi berpikirnya di tengah Yakiniku Q. Dia sendiri tidak mengira akan menjadi seperti ini.

 

Shikamaru mengumpulkan pikiran di kepalanya. Sesuatu yang cocok sebagai hadiah pernikahan…beberapa kemungkinan dan pilihan mengambang di pikirannya.


Pertama, hadiah itu haruslah sesuatu yang praktis dan berguna. Peralatan dapur, atau peralatan masak. Hadiah yang bagus adalah sesuatu yang belum dimiliki pasanganitu.


Peralatan makan belakangan ini populer, kan? Mangkuk yang matching untuk pasangan itu merupakan sebuah pilihan yang mungkin.

 

Jam tangan mungkin, atau juga figura foto untuk foto pernikahan. Hadiah yang memenuhi standar. Hadiah yang dapat menjadi memori yang indah dalam pernikahan itu sangat baik. Tapi hadiah-hadiah itu juga harus menjadi hal yang menarik bagi keduanya.

 

Bagaimanapun, dia tidak boleh memberikan hadiah yang sama dengan orang lain. Lagipula, Ino sudah marah bahkan jika Shikamaru mencari hadiah di toko yang sama, jadi memberikan hadiah yang sama dengan orang lain secara logika tidak baik.

 

Pernikahannya sebentar lagi, jadi mungkin buket besar bisa menjadi hadiah? Itu adalah hadiah yang paling sesuai sebagai hadiah pernikahan.

 

Ada juga pilihan dengan memberikan mereka makanan. Bahan-bahan berkualitas, seperti kue-kue atau teh, yang seperti itu akan mereka terima dengan senang hati, kan? Tapi itu tampaknya akan jadi sejenis dengan hadiah voucher makan Chouji.

 

Tapi tidak, sejujurnya akan tidak apa-apa jika dia akhirnya memberikan mereka voucher seperti Chouji, ya kan? Dia bisa mendapatkan voucher dari pusat perbelanjaan. Dia hanya perlu membeli barang-barang yang dia suka, dan kemudian akan menjadi mudah untuk memilih barang yang disukainya… Tapi kemudian bagaimana dia bisa membayar itu semua untuk mendapatkan voucher itu… Uang adalah…uang…

 

Shikamaru perlahan membuka matanya. Chouji masih menikmati eskrimnya.

 

Apa yang harus dilakukan…

 

Pada akhirnya, satu kata muncul secara pragmatis di pikirannya: uang.

 

Itu adalah sudut fokus yang bagus. Daripada membeli barang yang tidak bisa mereka gunakan, atau sesuatu yang sejenis dengan hadiah orang lain, jauh lebih baik jika memberikan mereka uang untuk membeli apapun yang mereka sukai.

 

Tapi kemudian, dia berpikir bagaimana nanti ketika semua orang memberikan Naruto dan Hinata hadiah, dan Shikamaru hanya mengatakan ‘ini untuk kalian’ dengan seamplop uang.

 

Karena itu aku, maka mereka akan berpikir kalau aku merasa bahwa belanja itu terlalu merepotkan, dan terpaksa memberikan uang karena kemalasanku, iya kan…?

 

Dia mengkhawatirkan kemungkinan itu.

 

Di kenyataannya, tampaknya tidak akan ada yang berpikir seperti itu. Tapi jujur, memberikan uang adalah pilihan hadiah yang sangat membosankan. Itu terasa seperti tidak tulus.


Sebenarnya tidak apa-apa jika memberikan hadiah seperti itu pada orang yang tidak terlalu kukenal, tapi jika pada mereka…apa tidak apa-apa?

 

Shikamaru masih merasa khawatir tanpa henti. Sama, Chouji masih terus makan tanpa henti.

 

“Kau makan banyak sekali.” Shikamaru tiba-tiba menyadari jumlah mangkuk yang tidak terhingga yang menumpuk di depan Chouji. “Kau tidak merasa kedinginan sama sekali?”

 

“Rasanya nikmat dan dingin setelah memakan semua barbeque panas itu. Plus, aku adala hjenis orang yang akan melakukan perjalanan ke Negeri Es dan masih akan membeli eskrim untuk kumakan. Nafsu makanku tidak hilang karena dingin. ”Chouji tersenyum lebar pada temannya, dan saat dia menyelesaikan mangkuknya sekarang, akhirnya terlihat kenyang. “Gochisousama*.”

 

Tunggu. Tunggu sebentar. Sekarang. Baru sekarang, sesuatu muncul di kepala Shikamaru.

 

“Chouji…apa yang kau katakan barusan?”

 

“Huh? Eh, aku bilang gochisousama…”

 

“Tidak, sebelum itu. Soal perjalanan ke Negeri Salju.”

 

“Ah, yeah, aku bilang aku akan tetap makan eskrim meskipun aku sedang melakukan perjalanan di Negeri Salju. Tapi kau tahu kan kalau aku cuma memberi contoh?”

 

“Itu dia.” Shikamaru terlihat gembira sambil menunjuk Chouji.

 

 “Perjalanan. Sebuah perjalanan. Itu bagus, kan? Perjalanan untuk bulan madu mereka…!”

 

⁰â‚’⁰

Shikamaru dan Chouji meninggalkan Yakiniku Q tanpa menentukan tujuan berikutnya di pikiran mereka. Mereka hanya berjalan tanpa tujuan. Tidak masalah jika mereka punya tujuan atau tidak. Shikamaru akhirnya terbebas dari kekhawatirannya.

 

“Aku mengerti, kau akan memberikan Hinata dan Naruto hadiah berupa perjalanan bulan madu, kan?”

 

“Yeah, Chouji. Berkatmu, aku akhirnya menemukan ide yang bagus.”

 

Sekarang, yang perlu Shikamaru lakukan adalah menentukan tujuannya. Kemudian pergi kesana dan memastikan semuanya berkualitas bagus.

 

Ah. Dia harus meminta pendapat wanita lagi, ya?


Dimana dia bisa menemukan Ino? Menurut yang dikatakannya saat Shikamaru mengunjunginya sebelumnya, dia mungkin sedang di jalan untuk membeli hadiah pernikahan…


Sambil dia dan Chouji berjalan, Shikamaru mulai melirik ke arah pertokoan.

 

“Apa kau mencari seseorang, Shikamaru? Aku bisa membantu.”

 

“Yeah, aku butuh pendapat wanita. Ino bisa melakukannya jika dia di sekitar sini.”

 

Tetapi, Konoha itu sangat luas.

 

Pertemuan Shikamaru dan Chouji saat sedang berjalan-jalan tanpa tujuan yang sama adalah suatu kebetulan. Jika mereka sekarang bisa bertemu dengan Ino, maka itu adalah suatu kebetulan dari semua kebetulan bagi seluruh anggota Tim 10, Ino-Shika-Chou bertemu di satu titik.


Kemungkinan mereka bertemu satu sama lain tanpa komunikasi sebelumnya adalah hampir nol. Bahkan jika ada pertemuan yang kebetulan dalam sebuah film atau cerita fiksi, penonton pasti akan sangat mengkritiknya, mengatakan bahwa itu adalah kebetulan yang tidak mungkin.

 

Tepat saat Shikamaru memikirkan itu, Chouji berbisik.

 

“Oh, lihat siapa disana.”

 

“Kau bercanda, kan?!” Suara Shikamaru meninggi dan histeris karena terkejut.

 

Kenyataan adalah sesuatu yang luar biasa. Kebetulan yang tidak disangka yang tampaknya hanya ada di novel, seperti pertemuan teman satu tim, selalu terjadi.

 

Akan tetapi, pemandangan yang menyapa Shikamaru setelah berteriak terkejut adalah sebuah kebetulan yang akan membuatnya lebih terpesona. Akan tetapi, pemandangan yang menyapa Shikamaru setelah berteriak terkejut adalah sebuah kebetulan yang akan membuatnya lebih terpesona.


 

Garis pandang Shikamaru membuatnya bisa melihat bagian belakang rambut seorang wanita. Rambutnya tidak mencapai lutut seperti rambut teman satu timnya. Rambut wanita ini agak sedikit pendek, dan diikat dua. Dia adalah orang yang benar-benar berbeda, dan melihatnya membuat mata Shikamaru melebar.

 

Wanita di depannya adalah seorang jounin dari aliansi Konoha, Sunagakure… Temari.

 

Banyak orang yang datang dan pergi dari Konoha, bukan hanya shinobi dari desa lain seperti Temari. Ada banyak shinobi yang datang untuk menerima misi, kembali dari misi, klien yang memberi misi, dan banyak jenis orang lainnya. Arus datang dan pergi terus berlangsung.

 

Tentu saja, bukan berarti sembarang orang bisa masuk. Gerbang desa itu selalu dijaga ketat untuk mengawasi orang yang mencurigakan atau benda yang membahayakan, ada pengivestigasian dan pemeriksaan.

 

 Temari, contohnya, adalah shinobi dari desa lain yang membawa kipas perang besar di punggungnya. Itu adalah senjata khusus pilihannya, sebuah kipas perang yang bisa menghasilkan angin kencang dan mematikan dalam satu ayunan.

 

Tapi meskipun membawa senjata berbahaya, Temari adalah shinobi dari desa aliansi, dan sudah bertahun-tahun bekerja sama dengan Konoha, jadi dia diberikan izin untuk membawa kipas perangnya melewati batas desa. Dia juga bisa dengan mudah melalui wawancara untuk mendapatkan izin pendatang, dan itu sudah didapatkannya sejak lama.

 

Temari yang sama sekarang berbalik karena teriakan Shikamaru yang terkejut, dan mengenali kedua orang itu. Matanya bertemu dengan mata Shikamaru.

 

“Hah, jadi kau yang berteriak. Apa yang kau lakukan?”

 

Shikamaru histeris karena terkejut, dia mengira bahwa Chouji secara kebetulan menemukan Ino.

 

Sekarang, dia berusaha sebaik mungkin untuk menjawab pertanyaan Temari dengan suara yang tenang, meskipun di dalam hatinya sangat gugup.

 

“O-oh yah. Kami baru saja makan siang dan kemudian… Ngg, ngomong-ngomong, apa yang kau …?”

 

“Aku kesini untuk memberi pemberitahuan awal soal rapat Ujian Chuunin.”

 

“Ujian Chuunin? Bukannya kita masih punya beberapa waktu lagi, ya?”

 

“Yah, kau bisa bilang kalau tahun ini kita akan mengadakan rapat mengenai rapatnya.” Temari tersenyum masam. Dia punya banyak beban pekerjaan yang merepotkan.

 

Temari adalah putri dari Yondaime Kazekage, dan kakak tertua dari Godaime Kazekage yang sekarang. Dia adalah orang yang sangat cermat dan cekatan dalam membantu adiknya dengan mengurus aktivitas diplomasi dengan desa lain. Seperti hari ini, dia bisa begitu saja datang dan pergi dari Konoha untuk berpartisipasi dalam rapat perencanaan Ujian Chuunin.

 

Shikamaru mendekat ke Chouji agar Temari tidak mendengarnya, dan berbisik padanya.

 

“Oi, Chouji! Kenapa kau bilang ‘lihat siapa disana’? Aku kira itu Ino jadi aku…”

 

“Tapi tadi kau bilang pendapat wanita, jadi tidak ada bedanya, kan…?”

 

“Se-secara teknis sih benar, tapi…” Shikamaru melirik Temari lagi.

 

Temari adalah pengguna Fuuton terbaik di Sunagakure. Tidak, bisa dibilang dia pengguna Fuuton terbaik di seluruh dunia shinobi, atau paling tidak, yang kedua. Dia menonjol dalam urusan diplomasi dan membesarkan shinobi di luar bidang pertempuran, tapi dia berkarakter militan. Dia adalah orang yang berani dan tegas, dan sebenarnya lebih cocok di medan perang karena sikap agresifnya itu.

 

Sepertinya karena kepribadiannya itulah maka dia bisa mengurus urusan politik dengan baik, tapi apa tidak apa-apa kalau dia bertanya pada Temari, wanita yang menggunakan badai untuk menyerang musuh di medan perang, pendapatnya tentang bulan madu untuk Naruto dan Hinata? Kepribadiannya saja berbanding terbalik dengan Hinata.

 

Temari adalah orang yang berkemauan keras dan selalu mengawasi orang lain, dan kedua sifat itu setipe dengan wanita seperti ibu Shikamaru. Sepertinya dia tidak mungkin memikirkan hal-hal yang lembut seperti Hinata.

 

Kalau masalah itu, kepribadian Ino juga berbeda dengan Hinata. Tapi, Ino adalah teman sekelas Naruto dan Hinata sejak kecil, jadi berkonsultasi dengannya tampaknya akan lebih mudah.

 

Ino mungkin akan dengan senang hati memberi saran mengenai bulan madu Naruto dan Hinata. Dia itu tipe orang yang tahu soal tren dan hal-hal terkini.

 

Tapi reaksi Temari saat dimintai saran adalah sesuatu yang tidak bisa Shikamaru bayangkan.

 

“Apa, bulan madu?” Tanya Temari mengejek, matanya kehilangan kehangatannya. “Kau benar-benar menanyakan hal yang tidak penting padaku.”

 

Hanya reaksi itulah yang muncul di pikiran Shikamaru.

 

“Apa yang kalian berdua bicarakan?” Temari melihat mereka ragu. 

 

“Kalian terlihat mencurigakan.”


Dia harus cepat-cepat memperbaiki suasana itu tapi—

 

“Shikamaru mau bertanya sesuatu padamu.”

 

Tapi Chouji sudah bertindak duluan.

 

“Ahh…kau…” Shikamaru menjadi bingung saat Temari mengalihkan pandangan padanya.

 

Dia tidak mungkin mengatakan sesuatu seperti ‘tidak masuk akal bagiku jika menanyakan soal merencanakan sebuah bulan madu padamu, kan?’. Tidak ada pilihan lagi selain berterus terang.

 

“Ah, itu, maksudku…” Dia masih tergugup.

 

Untuk alasan tertentu, dia merasa nervous. Shikamaru ntah kenapa merasa malu. Dia bahkan tidak sanggup melihat mata Temari. Akhirnya, kata-kata itu terlompat dari mulutnya:

 

“…Aku sedang memikirkan soal ini, tapi, untuk sebuah bulan madu, dimana tempat yang bagus menurutmu?”

 

“Eh?!” Temari mengeluarkan suara terkejutnya.

 

“Apa?!” Karena terkejut akan reaksi Temari, Shikamaru bisa melihat ke wajah Temari sekarang, menatapnya.

 

“Kau- it- bu-bulan madu…?!”

 

Temari tidak melihat ke arahnya.

 

Nah kan, dia benar, menanyakan hal itu pada temari sangatlah tidak sopan dan menghina. Tentu saja Temari akan kesusahan jika diminta memilih hadiah pernikahan untuk Naruto dan Hinata. Bahkan Shikamaru sendiri kesusahan, padahal dia teman sekelas mereka…

 

Ugh, Chouji, kau harusnya tidak usah turun tangan. Shikamaru memelototi pria itu penuh dendam dan komentar di lidahnya. Chouji berpura-pura tidak sadar dan mengalihkan pandangannya pada jendela toko.

 

Sambil memelototi pria itu, Shikamaru mencoba untuk mengubah situasinya.


Hasil akhirnya adalah masalah itu sudah selesai, jadi mungkin dia bisa mendengar pendapat Temari.


“Maaf.” Shikamaru meminta maaf. “Aku tahu ini mendadak, tapi aku mau mendengar pendapatmu.”


“Ke- kenapa bertanya so- soal itu padaku?” Temari terlihat begitu bingung dan panik. Hal itu sangat bisa dimengerti.

 

“Yah, kurasa menanyakan padamu adalah yang terbaik…”


Yah, dia tidak bisa bilang ‘siapapun bisa kutanya selama mereka adalah wanita’ saat Temari terlihat seperti mempertimbangkannya dengan serius. Itu akan jadi sangat tidak sopan. Bahkan Shikamaru tahu itu.


“Be-bertanya padaku adalah yang terbaik…” Ulangnya.

 

Untuk alasan tertentu, Temari menunduk dan terlihat sangat gelisah. Shikamaru yakin kalau itu karena dia merasa kerepotan dengan pertanyaannya. Ini tidak bagus. Dalam keadaan ini, tidak akan ada progres. Akan lebih baik kalau Shikamaru mengutarakan pendapatnya lebih dulu.

 

“Aku rasa bulan madu dengan bersantai di penginapan dengan pemandian air panas itu bagus, tapi bagaimana menurutmu? Tidakkah itu terdengar kuno?”

 

“A…aku rasa tidak apa-apa…”

 

“Ah, baguslah. Aku senang. Penginapan dengan pemandian air panas dengan makanan yang enak adalah yang terbaik, huh.”

 

Temari menyetujui idenya. Shikamaru merasakan kekhawatirannya sirna. Dia merasa khawatir sepanjang pagi, dan sekarang akhirnya dia bisa tersenyum lega. Itu akan jadi hadiah pernikahan yang bagus untuk Naruto dan Hinata.

 

Temari, di sisi lain, tampak seperti terganggu ketenangannya.

 

“Jangan bilang kau masih ada urusan…?” Tanya Shikamaru.

 

Sepertinya begitu. Bagaimanapun Temari kesini karena ada urusan. Dia mungkin terganggu karena Shikamaru terus membuatnya sibuk dengan konsultasi ini.

 

“Ah, tidak, aku sudah selesai hari ini… Aku berencana untuk pulang.”

 

“…?”

 

Dia tidak punya tugas lain yang harus diurus, tapi dia tampak gelisah. Shikamaru memiringkan kepalanya, bingung akan respon Temari. Temari bertingkah aneh hari ini. Apa yang menyebabkannya begitu…?

 

“Sebaiknya melihat langsung penginapannya, kan?” Saran Chouji, dan Shikamaru menarik dirinya dari lamunannya untuk berkonsentrasi lagi ke masalah hadiah itu.

 

“Itu benar.” Shikamaru mengangguk. “Sebaiknya pergi dan mengecek langsung secepatnya.”

 

“Ini masih cukup pagi, jadi pergi hari ini lebih baik, kan?”

 

“Yeah. Sepertinya itu yang terbaik.”


“Kalau begitu,” ucap Chouji, “Aku mau pergi mencari kastanye manis, jadi kalian berdua saja yang pergi.”

 

“Eh?!” Shikamaru dan Temari berseru bersamaan

 

Kebingungan, Shikamaru melihat ke arah temannya

 

“Cho-Chouji…! Apa maksudmu kau tidak ikut…?!”

 

“Mmm, maaf Shikamaru. Aku harus makan dessert setelah makan makanan berat.”

 

“Kau baru saja memakannya!”


“Aku punya ruang terpisah untuk dessert.”

 

“Aku bilang, kau baru saja makan dessert!”

 

Sambil mereka saling membantah, Shikamaru melirik Temari. Dia mungkin juga marah pada keegoisan Chouji yang tiba-tiba, karena wajahnya sekarang perlahan memerah.

 

Oi, oi, oi, ini bukan waktunya bercanda. Chouji, ubah keputusanmu. Wanita itu tidak seharusnya dibuat marah, itu akan menjadi situasi yang merepotkan, aku sudah mempelajarinya sejak kecil!

 

Shikamaru mati-matian mencoba berkomunikasi dan memohon dengan matanya, tapi Chouji tidak mengubah keputusannya.

 

“Kau akan melakukan survey bulan madu kan, jadi lebih baik kalian sendiri saja yang mengeceknya.”


Chouji mengatakan itu sambil tersenyum lebar.


Rasanya itu terlalu masuk akal untuk dibantah Shikamaru. Siapapun akan setuju bahwa akan lebih masuk akal jika yang memeriksa penginapan itu adalah seorang wanita dan seorang pria, dibanding dua orang pria. Dengan begitu, kau bisa melihatnya dari sudut pandang pengantin pria dan wanita.

 

Tapi sekarang, dengan reaksi Temari yang tidak dimengerti Shikamaru, wajahnya terlihat memerah seperti akan marah, pergi bersamanya bisa-bisa…

 

Shikamaru merasakan wajahnya memucat.

 

“Kalau begitu, sampai bertemu nanti ya.” Ucap Chouji, mulai berjalan. “Aku pergi.”

 

“Ah…” Saat Shikamaru bisa mengeluarkan suara itu, semua sudah terlambat.

 

Chouji sedikit melirik temannya dari balik bahunya, melambaikan tangan, dan menghilang dibalik keramaian.

 

Shikamaru benar-benar terdiam dan ternganga.

 

Kenapa, Chouji…? Kenapa kau begitu ingin makan kastanye manis…? Meskipun kau sudah makan begitu banyak eskrim, kenapa…? Apa perutmu itu tidak pernah kenyang…?


Itu adalahyang terlintas di pikirannya yang menggila.

 

Meskipun jalanan di Konoha penuh aktivitas, tempat dimana Shikamaru dan Temari berdiri ntah kenapa terasa sepi. Seperti ada penghalang di sekitar mereka. Mereka berdua terdiam.

 

Shikamaru terlalu takut untuk melihat Temari.

 

“Uh…” Bibirnya bergerak tanpa komando. “Bagaimana aku harus…apa yang mau kau lakukan?"


Itulah kata-kata yang keluar dari mulutnya.


Aku ini idiot.

 

Tapi, kemudian…

 

Shikamaru tiba-tiba merasakan tarikan di lengan bajunya.

 

“…Kita bisa pergi.” Ucap Temari pelan, tidak melihat ke arahnya.

 

⁰â‚’⁰

Kenapa atmosfernya jadi seperti ini?

 

Beberapa saat ini, Shikamaru dan Temari sedang menuju Perkampungan Air Panas Konoha.

 

Dalam perjalanan, mereka tidak banyak bicara.

 

Shikamaru mencoba memulai obrolan kecil untuk melihat reaksi Temari, tapi responnya pendek dan singkat, dan atmosfer yang meresahkan di antara mereka terus berlanjut.

 

Kenapa suasananya jadi menegangkan begini…?

 

Shikamaru mengalihkan pandangannya sehingga matanya tidak bertemu dengan mata Temari, merasakan keringat mengucur di dahinya. Dia mencoba menganalisa situasi secara objektif.

 

Untuk memulainya, tidak biasanya dia dan Temari hanya pergi berdua. Yah, sebenarnya itu biasa. Dulu, dia memandu Temari mengelilingi desa, dan mereka ikut dalam berbagai rapat dan bekerja bersama. Dia bahkan keluar dari sifat biasanya dan mengajaknya berkencan.

 

Yah, dia bilang kencan, tapi pada akhirnya mereka melakukan hal yang sama seperti biasanya, membicarakan hal-hal ringan hingga tiba-tiba membicarakan pekerjaan tanpa sadar- tapi tetap saja, waktu itu, tidak ada sama sekali ketegangan seperti sekarang.

 

Kebalikannya, kencannya itu tidak buruk sama sekali.

 

Kendati itu semua, kenapa hari ini terasa begitu menegangkan? Kenapa atmosfernya begitu kaku? Kenapa Temari tidak berbicara padanya?

 

Shikamaru mati-matian memeras otaknya untuk mencari jawaban.

 

Kemungkinan besar sebenarnya Temari merasa muak karena harus mengurusi hal yang merepotkan ini. Shikamaru sebelumnya bertanya soal rencananya hari ini, dia bilang tidak ada, maka dari itu dia merasa segan untuk menolak ajakan Shikamaru, jadi dia merasa kesal karena direpotkan dengan apa yang harus dilaluinya sekarang. Itulah kenapa dia berbeda hari ini. Itulah kenapa dia tidak bicara banyak.

 

Tapi, kalau kau lihat akar permasalahannya, semuanya adalah salah Chouji. Chouji dan perutnya yang tiba-tiba menginginkan kastanye manis. Dan yang lebih lagi, salah Chouji juga karena saran ‘lebih baik kalian sendiri saja yang mengeceknya’-nya dan kemudian menghilang. Jika saja dia tidak melakukan hal itu, maka saat ini dia dan Shikamaru, atau Shikamaru sendiri, yang akan pergi mengecek beberapa penginapan.

 

Aku tidak pernah mengira kalau aku akan kesini bersama Temari…

 

Itu adalah hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya akan terjadi pagi ini. Dia tidak pernah mengira akan makan yakiniku bersama Chouji, dan kemudian bertemu Temari, dan berakhir pada situasi seperti ini.

 

Mungkin banyak yang bilang soal “shinobi harus melihat ke balik yang ada di balik” tapi ini bukanlah sesuatu yang siapapun bisa perkirakan. Ya ampun, dunia ini memang tidak terprediksi.

 

Sambil Shikamaru merenung, dia dan Temari menyeberangi jembatan kayu. Ada sungai yang mengalir dibawahnya, dengan uap-uap tipis yang melayang dari sana. Itu adalah sungai dari sebuah sumber air panas. Ada sedikit bau yang tidak enak dari air itu, seperti bau telur. Itu karena ada hidrogen sulfida (belerang) yang tercampur dalam air panas itu.

 

Sumbernya adalah daerah vulkanik Konoha di atas sana. Kuantitas air panas yang cukup besar mengalir ke daerah ini, begitu banyak sehingga dulu tempat ini terkenal sebagai area penyembuhan bagi shinobi yang terluka. Sekarang tempat ini terkenal sebagai lokasi yang menarik bagi turis dari dalam maupun luar desa.

 

Mereka berpapasan dengan banyak turis dalam perjalanan mereka.

 

Kebanyakan turis biasanya mengenakan yukata, dengan sandal kayu geta atau sandal bersol kulit, dan pakaian yang terbordir nama penginapan atau tempat mereka menginap. Itu seperti dresscode yang umum di kota ini. Rasanya senang mengunjungi tempat ini, atau hanya berjalan-jalan.

 

Kesehatan dan hiburan. Kota itu berkembang dengan mengkombinasikan dua hal itu, dan banyak hal lagi selain penginapan disana. Restoran, tempat bermain, toko souvenir, dan berbagai jenis toko berderet disana. Sisi indah lainnya juga bisa dinikmati dengan berjalan-jalan mengelilingi kota itu.

 

Shikamaru danTemari sudah melewati banyak toko. Kebanyakan teras toko menjajakan keranjang berisi deretan daging pangsit yang dimasak dengan uap air panas, kelihatan enak dan menggiurkan. Toko souvenir menjual kartu pos dan pahatan kayu untuk para turis, ada juga peralatan shinobi. Dimana-mana, kalian bisa melihat banyak kantong dan botol yang terisi dengan air panas. Air panas adalah sebuah sumber daya yang sangat berharga sebagai sumber pendapatan bagi kota ini.

 

Shikamaru sedang mencari penginapan untuk dilihat di antara seluruh bangunan di sana. Matahari sudah bergerak ke arah barat, dan tidak lama lagi, malam akan tiba.


Lentera di depan toko-toko dan gedung-gedung mulai menyala satu per satu. Cahaya mereka adalah satu-satunya penerangan di kotaitu saat malam datang, pemandangan lentera di tengah kegelapan dan gumpalan uap yang meliputi kota itu sangat menakjubkan.

 

“Indah sekali…” Gumam Temari.

 

“Yeah…” Shikamaru menyetujuinya. Kemudian menghadap ke arah Temari. “…Hey, kita sudah bersusah payah ke tempat ini, jadi bagaimana kalau kita ke pusat perbelanjaan disini?”

 

Temari akhirnya berbicara atas kemauannya sendiri ketika dia mengomentari pemandangan itu. Pemandangan indah kota itu tampaknya mengendurkan suasana tegang mereka. Shikamaru ingin mengambil kesempatan untuk menyingkirkan ketegangan itu sepenuhnya. Bagaimanapun, mereka bersusah payah datang kemari. Mereka tidak akan dihukum karena mengunjungi satu atau dua toko, kan.


“Kau benar.” Ucap Temari, melihat sekeliling. “Kalau begitu…bagaimana dengan toko itu?”


Toko yang ditunjuknya adalah sebuah toko kecil, dengan papan yang tertulis ‘latihan membidik’ di depannya. Tampaknya itu adalah sejenis tempat dimana mereka memberikanmu tiga kunai kayu untuk dilempar ke arah hadiah di rak-rak yang disediakan, dan jika kau bisa mengenai hadiah itu, kau bisa memillikinya.

 

“Kau yakin mau mencobanya?” Tanya Shikamaru.

 

“Yeah. Aku mau mencoba yang seperti itu sekali.”

 

Aku tidak mengerti, tapi tampaknya semangatnya sudah kembali normal…

 

Mata Temari berbinar saat dia merunduk melewati papan kayu di depan pintu masuk toko itu,dan Shikamaru merasa lega saat melihatnya. Dia mengikutinya masuk.


Di dalam toko itu ternyata sangat ramai.

 

Kalau dilihat-lihat, pelanggan di sana kebanyakan pasangan kekasih, banyak sekali pria dan wanita muda. Untuk alasan tertentu, Shikamaru kembali tidak bisa menguasai dirinya.

 

Temari sudah mengambil kunai kayu dan melemparnya. Kunai itu tidak mengenai target hadiahnya, meleset ke kegelapan di baliknya. Dia mengambil kunai kayu yang lainnya, dan melemparnya sekali lagi. Kali ini, bidikannya malah sangat, sangat jauh meleset.

 

“Hm?” Temari memiringkan kepalanya bingung.

 

“Oi, oi, ada apa?” Tanya Shikamaru. “Jarang-jarang bidikanmu meleset.”

 

Lupakan permainan target itu, bagi Shikamaru dan Temari, memegang kunai adalah kehidupan sehari-hari mereka. Dan lebih lagi, kunai yang asli. Tidak mungkin lemparannya meleset dua kali.

 

“Tidak, masalahnya adalah benda ini terlalu ringan untuk dilempar dengan benar.” Ucap Temari, memberikan kunai kayu pada Shikamaru.

 

Ah, aku mengerti, ini terlalu ringan. Jauh berbeda dengan kunai yang asli. Pasti akan sulit melempar ini.

 

Shikamaru langsung mengerti tepat pada detik dia merasakan betapa ringannya kunai di tangannya.

 

“Tapi, kalau itu masalahnya,” ucap Shikamaru, memegang kunai kayu itu, “Maka jika kau menemukan pusat gravitasi dan menyesuaikannya, kau pasti bisa melemparnya, seperti ini!”

 

Dia melempa rkunai kayu itu. Dia melemparnya dengan kekuatan yang lebih besar daripada kunai biasanya.

 

Dan benar-benar meleset.

 

“Hm?”

 

Sekarang giliran Shikamaru yang memiringkan kepalanya bingung.

 

⁰â‚’⁰


Setelah ‘latihan membidik’ mereka selesai, keduanya kembali mencari penginapan.

 

Temari membawa satu buah daruma kecil, dan patung kucing dengan ukuran yang sama. Hanya dua hadiah itulah yang berhasil Shikamaru dapatkan setelah beberapa kali mencoba, dengan membayar lagi tentunya.

 

Tapi kalau dipikir-pikir, dari semua upayanya itu, hanya dua hadiah kecil ini yang berhasil didapatkan. Shikamaru merasa bahwa efektivitas biaya di toko itu perlu dipertanyakan.


Tapi, Shikamaru masih tetap pro. Melempar kunai kayu berulang-ulang membantunya agar terbiasa dengan berat kunai itu. Bahkan dengan latihan sekalipun, kunai kayu itu penuh tipu daya. Kau tidak bisa berharap pada latihan yang cukup untuk mengenai hadiah yang besar tanpa mengeluarkan biaya yang besar juga. Shikamaru menyadari itu dengan cepat. Tidak, kenyataannya, kau bisa menghabiskan banyak uang untuk berlatih sebanyak mungkin, dan tetap tidak akan mungkin bisa mengenai hadiah yang besar.


Shikamaru merasa kasihan pada pasangan-pasangan yang ada di toko itu, mereka mengeluarkan suara seperti ‘kyaa!’ dan ‘awww’ saat mereka membidik hadiah yang tidak akan mereka dapatkan.

 

Andai saja kunai-kunai itu sedikit lebih berat…yah, untuk menyimpulkannya, kunai kayu itu jauh berbeda dengan kunai asli hingga hampir tidak mungkin mengenai apapun dengan kunai itu.

 

Jika saja bisa, Shikamaru akan lebih memilih untuk melempar kunai yang asli.

 

Ke pemilik tokonya.

 

Tapi bagaimanapun, karena dia tidak bisa menggunakan kunai yang asli, dia pikir lebih baik dia mengenai target yang dia bisa daripada terus membidik yang tidak mungkin dan tidak membawa pulang apapun.

 

‘Target yang dia bisa’ adalah daruma kecil dan patung kucing kecil**. Keduanya adalah hadiah terkecil di toko itu. Uang yang mereka habiskan tidak sebanding dengan persediaan pemilik toko itu. Pemilik toko itu memiliki strategi yang brilian.

 

“Maaf…” Ucapnya pada Temari, “Aku tidak bisa mendapatkan yang lebih dari itu…”

 

Ngomong-ngomong, akan sangat buruk jika dia menjadi terbiasa dengan kunai kayu itu dan bidikannya dengan kunai asli terpengaruh.

 

“Heh, ukurannya sangat pas untuk dibawa pulang.” Jawab Temari tersenyum lebar.

 

Dia tidak bermaksud sarkastik. Itu perasaannya yang sejujurnya. Daritadi, Temari berkali-kali tersenyum polos seperti ini.

 

“Ini akan jadi souvenir yang bagus untuk adik-adikku.” Ucapnya.

 

Kalau dipikir, dia benar juga. Jumlah hadiah yang didapatnya pas. Tapi, yang menjadi pertanyaan…diantara Gaara dan Kankurou, siapa yang akan diberi daruma dan siapa yang akan diberi patung kucing? Dia tidak yakin, tapi bagaimanapun, pasti dia akan tersenyum kalau melihatnya.

 

Temari selalu memikirkan adik-adiknya.

 

Temari bersenandung kecil sambil memperhatikan hadiah-hadiah di tangannya. Dia terlihat sedang dalam mood yang sangat bagus.

 

“Baiklah kalau begitu…kita harus berkeliling untuk memilih penginapannya, kan?” Ucap Shikamaru. “Oh, bagaimana kalau disini?”

 

Shikamaru kemudian berdiri diam, memperhatikan penginapan terdekat. Bangunan itu berstruktur megah, dengan nuansa historis. Kertas lentera yang berpijar redup di sisi-sisi gerbangnya terasa seperti menyambut hangat tamunya. Tampaknya penginapan itu juga punya kolam yang sangat besar.

 

Dari luar, semuanya terlihat bagus, tapi fokus utamanya adalah pemandian air panas dan makanannya. Akan bermasalah kalau semuanya terlihat bagus tapi sebenarnya berkualitas buruk.

 

“Yup, ayo kita masuk dan melihatnya.” Shikamaru mengangguk. Satu kali penilaian singkat saja sudah cukup.

 

Dia mengarah ke penginapan itu, tapi saat itu juga, langkah Temari terhenti.

 

“Ada apa?” Dia melirik dari balik bahunya untuk melihat Temari.

 

“Ah– yah– bagaimana ya– bagaimana mengatakannya…” Temari menunduk dan terlihat sangat gelisah.

 

Lagi? Baru saja dia mengira kalau Temari sudah kembali normal. Sebenarnya ada apa?

 

“Jadi begini– sebenarnya– aku belum– Aku belum siap mental…” Gumamnya, tidak melihat ke arah Shikamaru dan memainkan daruma dan patung kucing di tangannya.

 

Siap mental? Untuk apa?

 

Mungkin dia merasa canggung karena berada di depan tempat yang terlihat mewah?

 

Jika tempat berkelas seperti itu membutuhkan biaya yang terlalu tinggi untuk dijangkaunya, maka tentu saja Shikamaru akan menyerah. Menurutnya sayang sekali, tapi mau bagaimana. Tapi mereka tidak akan tahu tanpa masuk dan melihat langsung tempat itu. Baik keputusannya iya atau tidak, dia tetap harus melihat kamar-kamar dan pemandian air panasnya. Tidak bisa kalau tidak begitu. Akan jadi masalah kalau mereka menyerah begitu saja di depan pintu bangunan itu.

 

“Temari, sekarang kita hanya perlu masuk, dan kemudian kau bisa memikirkannya. Oke?”

 

“A– akan terlambat kalau kita sudah masuk ke dalam. Aku bisa terbawa suasananya, jadi…”

 

“Maksudnya apa?!”

 

Dia benar-benar tidak bisa mengerti apa maksud Temari. Shikamaru kehilangan akalnya.

 

Ada apa sebenarnya? Suasananya? Maksudnya suasana kuno penginapan itu? Terbawa? Terhanyut? Apa yang dimaksud itu kolamnya? Shikamaru tidak mengerti apapun.

 

Tetapi, ada satu hal yang dia tahu:

 

Pasti ada sesuatu yang salah dengan Temari hari ini.

 

Shikamaru meneliti wajah Temari, memandangnya dan memperhatikannya. Temari cepat-cepat memalingkan wajahnya dari tatapan Shikamaru.

 

Wajahnya memerah.

 

“Kau…” Ucap Shikamaru pelan. “Jangan bilang kau…”

 

Dia meletakkan telapak tangannya pada dahi Temari. Temari mengeluarkan suara terkejut, seluruh tubuhnya tersentak. Mungkin karena tangan Shikamaru dingin.

 

“Kau demam, ya?” Tanyanya.

 

Dahi Temari terasa agak hangat. Tapi, tidak seperti demam. Di sisi lain, wajahnya memerah hingga telinganya.

 

“A– Aku mau pulang, jadi…” Ucapnya kaku, perlahan menjauh dan berbalik.


Dia benar-benar bertingkah tidak seperti biasanya. Dari Temari yang biasa menjadi terlihat lemah, artinya kalau bukan karena demam, ada yang salah dengan kesehatannya. Tidak ada penjelasan lain.

 

“Oi, oi, tunggu dan bantu aku. Ini sudah malam, dan kondisi fisikmu buruk dan karena itu kau harus beristirahat disini semalam. Tidak apa-apa. Aku akan segera memesan kamar.”

 

Shikamaru mengatakan itu karena dia mengkhawatirkan Temari, tapi tampaknya dia mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dikatakan, karena Temari tiba-tiba berlari menjauhinya sekuat tenaga.

 

Shikamaru menatapnya,ternganga, pada pemandangan Temari yang berlari dengan kecepatan penuh.

 

Yah, setidaknya kesehatannya sudah membaik. Tapi tunggu, dia harus mengejarnya!

 

Shikamaru mulai berlari juga.


Dia sudah berhasil kesini bersama Temari, kalau mereka pulang begitu saja, maka akan jadi sia-sia. Dia harus mendapatkan saran Temari mengenai apa yang harus dilakukan untuk perjalanan bulan madu yang lebih baik.

 

Bagaimanapun, ini bukan hanya untuk Naruto, tapi juga Hinata. Hanya sudut pandang pria saja tidak cukup. Dia harus mengetahui sudut pandang wanita. Dia harus mendengar pendapat Temari mengenai area spa wanita disana, yukata yang disediakan, pelayanan yang diberikan untuk wanita, hal-hal itu tidak bisa dinilai oleh dirinya sendiri.

 

Shikamaru berkonsentrasi penuh untuk mengejar Temari. Dia sudah hampir menggapainya.

 

Ini tidak akan berhasil jika aku sendiri, Ini tidak akan berhasil jika aku sendiri…!


Tangan Shikamaru mencapai targetnya. Dia bisa menggapai Temari dengan tangannya.

 

Mengeratkan pegangannya pada tangan Temari, Shikamaru berteriak, “Aku mohon tunggu! Aku membutuhkanmu!”

 

Temari dipaksa berhenti, dan sekarang dia melihat Shikamaru dari balik bahunya. Untuk alasan tertentu, mata Temari terlihat sedikit basah.

 

Mereka berdua terengah-engah, benar-benar kehabisan napas. Nyala lentera yang redup sedikit menerangi wajah mereka, bayangan Shikamaru jatuh tepat pada Temari.

 

Mungkin dia sudah lebih tenang, karena wajahnya sudah tidak merah lagi. Di bawah cahaya lentera itu, wajah Temari terlihat lebih dewasa dari biasanya.

 

Shikamaru akhirnya tanpa sadar memandang wajah Temari.

 

Dia dikelilingi perasaan yang aneh. Seperti berada dalam mimpi.

 

“Apa tidak apa-apa…jika itu aku…?” Tanya Temari pelan.

 

Kata-kata itu menarik Shikamaru kembali kekesadarannya, dan mengumpulkan kembali akalnya. Dia mengangguk yakin.

 

“Yeah, tidak bisa kalau itu bukan kau!” Ucapnya serius,

 

 “Bagaimanapun, aku tidak bisa masuk ke daerah pemandian wanita!”

 

“…ha?” Untuk sesaat, rahang Temari ternganga. “Uhm…? Apa…maksudmu…?”

 

Shikamaru kebingungan melihat ekspresi yang diberikan Temari, seperti Temari mencurigainya. Itu adalah reaksi yang aneh baginya. Tapi untuk sekarang, yang terbaik adalah memverifikasi apa yang mereka berdua pikirkan.

 

“Bagaimanapun kau melihatnya, aku tidak akan bisa masuk ke area wanita di pemandian air panas itu, kan?”

 

“Tentu saja!” Dia terdengar sedikit geram. 

 

“Apa yang tiba-tiba kau…”


Temari menyadari sepenuhnya situasi itu, bagus. Seperti yang diharapkan dari Temari.

 

Kalau begitu, Shikamaru hanya perlu menjelaskan sisanya dengan hati-hati…

 

“Aku tidak bisa masuk ke area wanita. Karena aku adalah pria. Jadi aku membutuhkanmu untuk masuk ke area wanita. Karena kau bisa memasukinya. Seperti katamu, tentu saja. Ketika kau keluar dari area wanita, aku ingin kau memberitahukanku bagaimana disana, hanya dalam beberapa kalimat. Hanya itu saja. Oke? Itu sangat simpel untuk dilakukan, kan?”

 

“Apa yang sebenarnya…kau bicarakan…?” Tanya Temari, dengan suara yang sangat tenang.

 

Dia sudah tidak terlihat curiga pada Shikamaru lagi. Sekarang matanya hanya penuh dengan kebingungan.

 

Ada apa sebenarnya? Dia sudah menjelaskannya dengan sederhana dan jelas, tapi Temari masih belum mengerti. Shikamaru tidak tau bagaimana cara memperbaiki ini.

 

Apa yang sebenarnya tidak Temari mengerti? Baru saja, dia setuju kalau Shikamaru tidak bisa masih ke area wanita di pemandian air panas itu…

 

“Begini,” ucapTemari. “Apa, yang sebenarnya, sedang kita bicarakan?”

 

Sebenarnya apa akar permasalahannya? Semua yang dikatakan Shikamaru tidak tertangkap olehTemari…

 

“Apa yang kau maksud dengan apa?” Tanya Shikamaru. “Kita bicara soal memilih penginapan untuk bulan madu untuk sebuah pernikahan, bukannya begitu?”

 

“Iya, pernikahan siapa?”

 

“Naruto dan Hinata, tentu saja. Huh? Apa aku tidak memberitahumu? Itu aneh…”

 

Sepertinya ada kesalahpahaman. Selama ini, Temari memikirkan pernikahan lain selain pernikahan Naruto dan Hinata. Shikamaru akhirnya menyadari fakta itu.

 

Temari lebih unggul dibanding orang lain. Dia hanya perlu mendengar bagian awal dari penjelasan, dan langsung mengambil kesimpulannya. Shikamaru tidak perlu mengatakan dengan jelas padanya untuk menyadari bahwa mereka salah paham, Temari akan menyadarinya secepat Shikamaru.

 

Jadi begitulah, pikir Shikamaru, salah paham. Ada sebuah kesalahpahaman.

 

Temari juga tampak sudah menyadarinya.

 

“Hmm, jadi begitu ya….” Ucap Temari. Dia tersenyum, tenang dan damai.

 

“Tidak, tapi tunggu, kalau begitu….Ah!!” Shikamaru berseru.

 

Kemungkinan, yang disalahpahami Temari adalah….

 

“Bukan, kan?” Tanyanya pada Temari. “Hey…bukan berarti…”

 

Saat dia menanyakan itu, Temari diam-diam meraih kipas perang di punggungnya, memegang benda itu di tangannya.

 

“H-hey…ada apa?” Tanyanya. “Kenapa kau tiba-tiba mengeluarkan itu…? Ad- ada apa dengan chakramu…?!”

 

Temari memberikan cengiran lebar penuh kasih sayang padanya.

 

Shikamaru terpikat pada pemandangan itu, dan tanpa sadar senyum juga melengkung di wajahnya.

 

Tersenyum satu sama lain seperti itu, mereka benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih yang mesra.

 

⁰â‚’⁰

 

Malam itu diKonoha…

 

Sebuah badai yang tiba-tiba menerjang perkampungan air panas Konoha semalam penuh. Penduduk dan para turis terjaga sepanjang malam, terlalu takut untuk tidur...

 

Lanjut Chapter 4 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar