Novel Konoha Hiden Chapter 8 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Senin, 25 April 2016

Novel Konoha Hiden Chapter 8


MISI AKHIR, SELESAI

 

“Nah sekarang....waktunya kita mulai.”


 

“Ini Misi Terakhir Tim Delapan! Ayo, kita berangkat!” Kiba meninggikan suaranya seolah-olah meneriakkan teriakan perang.

 

Setelah perjalanan panjang, Shino, Kiba, dan Akamaru akhirnya sampai di jalan masuk Soraku.

 

Mereka melewati gerbang khas Jepang yang stylish yang ditopang oleh pilar besar merah tua, dan berjalan memasuki kota itu.

 

Tidak lama kemudian, mereka menelan ludah karena melihat yang ada di hadapan mereka. Bahkan Kiba, yang tadinya begitu bersemangat, langsung menciut. Semua diluar bayangan mereka.

 

Gedung-gedung yang tidak terhitung jumlahnya berdempetan, dinding-dinding yang rusak dan hancur, plang toko yang sudah miring dengan cat yang memudar, toko-toko dengan jendela yang sudah pecah, berbaris seolah-olah saling berlomba.

 

Tentu saja, tidak ada orang di kota itu. Reruntuhan bangunan yang tidak berpenghuni dan tidak terurus itu sepertinya sudah ada disana sejak lama.

 

Pusat kota itu memiliki banyak bangunan tinggi yang menujukkan betapa banyak jumlah orang yang dulu tinggal disana.

 

Baik Kiba maupun Shino keduanya tidak tahu bagaimana awalnya Soraku bisa menjadi seperti ini, atau kemana para penduduknya pergi.

 

Namun sebelum mereka menyadari apa yang mereka lakukan, mereka membayangkan aktivitas-aktivitas yang tidak lagi bisa dilihat.

 

Orang tua dan anak dulunya tinggal disini. Saudara. Teman. Kekasih.

 

Tidak diragukan lagi bahwa hal-hal yang dulu ada disni tidak berbeda dengan Konohagakure.

 

Sekeliling kota itu sangat sunyi. Tidak ada satupun suara. Namun, terkadang kau bisa mendengar suara desiran angin. Kemungkinan besar angin yang berhembus melewati jendela-jendela yang pecah dan bagian dalam bangunan.

 

Rasanya angin yang berhembus sia-sia di keheningan itu merupakan suara jeritan kota yang terabaikan.

 

Kemalangan dalam hidup. Frase itu muncul dari pikiran Shino.

 

Namun kemudian, apa memang bisa diterima jika menyimpulkan hal seperti ini dalam satu frase sederhana? Shino ragu, karena pemandangan ini tampak terlalu menyedihkan daripada kata-kata itu.

 

“Ini adalah tempat yang terlantar.” Gumam Shino. “Apa benar-benar ada orang yang tinggal disini...?”

 

Hidung Kiba mengernyit, bergerak. “Tidak salah lagi...” Ujarnya. “Ada segelintir orang disini.”

 

Kiba berjalan ke dalam bangunan yang ada di depan, kemudian berkata, “Lewat sini,”

 

Shino dan Akamaru mengikuti.

 

Bagian dalam bangunan itu tampak buruk seperti luarnya. Dua pria dan seekor hewan dengan hati-hati menelusuri koridor yang panjang dan gelap. Semakin mereka masuk, koridor yang mereka lalui semakin kompleks dan lebih kompleks lagi, seperti labirin. Pipa-pipa terpasang di dinding, meskipun sulit untuk menebak apakah mereka membawa air atau gas.

 

Dilihat dari penampilannya, tampaknya bangunan itu awalnya tidak dibangun seperti ini, tapi beberapa tambahan dibuat setiap tahunnya, dan menghasilkan jalur yang aneh ini.

 

Kemungkinan besar untuk berjaga-jaga dari penyusup... Pikir Shino, menatap dinding-dinding yang warnanya berbeda.

 

“Disini bau cendawan,” komentar Kiba di depannya, “Tempat ini sangat membingungkan.”

 

Saat itu juga-

 

“Yah –meow- aku minta maaf kalau membingungkan.”

 

Seekor kucing muncul dari salah satu ventilasi udara yang rusak.

 

“Apa…?!” Kiba kehilangan ketenangnnya karena kemunculan kucing yang tiba-tiba. Itu karena hidungnya tidak merasakan kehadiran kucing itu.

 

Akamaru langsung tegak, menggeram pelan. Dalam sekejap, Shino juga bersiap.

 

“Hitai-ate itu... meow, shinobi Konoha?”

 

Kucing itu berbicara. Tampaknya tidak ada kucing lain di sekitarnya. Bulunya sebagian besar berwarna abu-abu, dengan bulu warna putih di puncak hidung dan mulutnya. Kucing itu menatap mereka dengan mata yang berapi-api.

 

“Satu bau anjing. Satu bau serangga. Dan satu lagi adalah anjing.” Setelah melihat mereka satu per satu, kucing itu menggumamkan kalimat yang menghina. “Astaga, meow, kalian adalah sekelompok orang tidak berguna.”

 

Namun Kiba tidak masalah sama sekali dengan itu. Dia memperhatikan kucing itu dan memandikannya dengan kalimat pujian.

 

“Yang ini mengejutkan.” Ucap Kiba, “Benar benar tanpa bau. Kucing ini hebat juga...!”

 

“Kucing ninja menghilangkan bau kami sepenuhnya saat kami membersihkan tubuh kami, meow. Kami berbeda dengan kucing biasa.”

 

“Salah satu dari kucing ninja yang menjadi rumor itu huh...?”

 

Shino memakukan pandangannya pada kucing di hadapannya.

 

Kucing itu terlihat seperti kucing pada umumnya. Pergerakanya juga sama dengan kucing biasa.

 

Perbedaannya ada pada kimono yang dikenakannya, dan bahasa manusia yang digunakannya.

 

Soraku memiliki sisi lain, sebagai surga bagi para kucing. Banyak kucing yang datang untuk menetap di kota yang terbaikan itu. Sebagian besar merupakan kucing biasa yang tidak berbicara bahasa manusia, namun di antara mereka ada juga kucing ninja ajaib yang sudah belajar bagaimana berbicara layaknya manusia dan menggunakan ninjutsu seperti ini.

 

Kucing ninja ini melayani para pedagang gelap dari generasi ke generasi. Menyebut mereka sebagai otoritas yang substansial di kota ini tidaklah berlebihan. Kucing ninja bekerja sama dengan kucing normal sehingga baik siang maupun malam, mereka terus mengawasi kota ini. Dan itu termasuk berhadapan dengan penyusup.

 

Tampaknya pipa-pipa yang terpasang di dinding dan loteng sebenarnya merupakan jalan rahasia untuk kucing-kucing itu. Seluruh bangunan kemungkinan- tidak, seluruh kota itu mungkin sama. Mereka sepertinya membangun seluruh area seperti itu sehingga kau tidak akan bisa kemanapun tanpa pengawasan mereka.

 

Berkat kucing ninja itu area ini tetap aman.

 

Namun, Shino dan yang lainnya datang kesini hanya untuk mencari wine madu. Rasanya sayang sekali jika ada kesalahpahaman sehingga mereka dianggap memiliki niat buruk. Dan karena itu, Shino mulai berbicara selembut yang dia bisa:

 

“Kami bukanlah orang yang patut dicurigai.” Ucap Shino, “Kami mencari seseorang. Kami hanya mencari informasi.”

 

“Seorang pria yang mengenakan kacamata hitam, jubah panjang, dan tudung kepala yang menutupi matanya...! Kau yang paling mencurigakan, meow.”

 

“Yah, kau mendapatkan poinnya...” Untuk alasan tertentu, Kiba setuju dengan kucing itu.

 

Shino merasa sedikit kesal karena itu, dan meninggikan suaranya. “Kau tidak bisa mengatakan seseorang mencurigakan karena mereka mengenakan tudung kepala dan kacamata hitam. Alasannya adalah karena aku bukanlah orang yang mencurigakan. Dan lagipula, orang yang harusnya kau curigai adalah orang yang mencoba menyembunyikan diri mereka dengan tidak terlihat mencurigakan dan...”

 

“Tenang, Shino.” Ujar Kiba. “Tidak akan menolong kalau kau meninggikan suaramu pada kucing itu.”

 

“Aku benar-benar tidak tahan, kau sangat bau anjing. Rasanya aku mau muntah.”

 

“APA!? HEY, KAU KUCING SIALAN YANG DUDUK DISANA!!!”

 

“Tenang, Kiba. Tetaplah tenang. Ikuti caraku.”

 

“Akan lebih baik kalau kau cepat-cepat pergi, meow. Jika tidak, tubuhmu akan dicabik-cabik.”

 

Dihadapkan dengan provokasi yang berulang-ulang dari kucing ninja, Kiba akhirnya melemah.

 

“Heeeh, tidak masalah buatku, kita juga bisa mendapatkan informasi dengan mengikatmu, kan?” Kiba memelototi kucing itu dengan matanya yang tajam. Dia mengkretakan jari-jarinya, lalu memutar lehernya, sedikit meregangkan tubuhnya. Dan kemudian-

 

“Ayo, Akamaru!” Kiba melompat, dan Akamaru juga bergerak dalam waktu yang hampir bersamaan.

 

“Dasar manusia bodoh, meow.” Kucing itu memandang langit-langit, tidak khawatir sama sekali, kucing itu menggerakkan kaki belakangnya satu per satu, meregangkannya, dan juga memutar sendi lehernya.

 

“Gyan!” Akamaru mendengking tinggi, dan terjatuh di sebelah Kiba.

 

“Ada apa, Akamaru?! Tung- apa ini-?!” Kiba tiba-tiba juga terjatuh di sebelah Akamaru yang menggeliat. “Ah- tunggu- ha- gah- hya- kaa- ku-“

 

Akamaru dan Kiba berguling-guling di lantai, mengeluarkan suara-suara aneh. Mereka tampaknya benar-benar kehilangan diri mereka, menarik-narik rambut dan menggigit pakaian mereka.

 

Kulit Shino merasakan penyerang kecil yang melompat dari tubuh kucing ninja itu.

 

“Ohh, jadi mereka kutu...” Ucapnya. “Kau mengirimkan kutu sebagai serangan. Seperti yang diperkirakan dari kucing ninja. Ini sangat langka. Kurasa kau bisa menyebutnya sebagai Ninpou: Shuriken Kutu...”

 

“Ja-jangan hanya menganalisAAAAAA.” Teriak Kiba. “Cepat lakukan sesuatu ShiNOOO!”

 

Tidak bisa disAngkal lagi bahwa siapapun akan merasakan gatal yang luar biasa saat mereka dipenuhi oleh kutu dalam jumlah besar. Jeritan Kiba dan dengkingan kesakitan Akamaru menggema di koridor itu.

 

Untuk membantu mereka, Shino berlutut dengan satu kaki dan membuat segel tangan.

 

“Hijutsu: Mushiyose (Teknik Pengumpul Serangga)!” Teriak Shino, dan meletakkan tangannya di lantai. Saat dia melakukan itu, sebuah pola dengan chakra biru membentuk wujud sarang laba-laba. Menyebar dari jari-jarinya seperti kipas.

 

Setelah dia melakukan itu, kutu-kutu yang menyerang Kiba dan Akamaru melompat ke jaring chakra biru itu, berkumpul di sana. Mushiyose bekerja sesuai dengan namanya, memancing serangga di dekat penggunanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat. Itu merupakan teknik dasar yang setiap anggota Klan Aburame dapat lakukan.

 

Dengan kata lain, teknik ini sebenarnya digunakan untuk mengumpulkan serangga dalam penginvestigasian ekologi.

 

“Ki-kita selamattt...” Kiba pasti merasa kesakitan. Dia bersusah payah mencoba bernafas saat bangun.

 

Akamaru tampak masih jijik dengan siksaan itu, mengibaskan seluruh tubuhnya seperti yang dilakukannya jika tubuhnya basah.

 

“Untuk berpikir kalian tidak bisa menang melawan kutu. Ternyata ada batas dari kehidupan yang menyedihkan ya, dasar anjing kampung, meow.”

 

“Dasar kucing sialan, merendahkan kami...!” Kiba menerjang kucing yang melihat mereka dengan tenang itu.

 

“Kena kau!”

 

Kiba mencengkeram kuat kucing itu dengan tangannya. Namun, detik dia menyentuhnya, tubuh kucing itu meringsut menjadi butiran-butiran seperti batu.

 

“Apa?!”

 

Kerikil? Bukan, bukan itu. Butiran-butiran itu merupakan makanan kucing. Kucing itu benar-benar ada disana sesaat lalu. Jadi kapan dia menukar dirinya dengan makanan kucing...?

 

“Aku mengerti, jadi itu adalah Bunshin Makanan Kucing...” Gumam Shino.

 

“Apa ini waktunya untuk memuji mereka?!” Bentak Kiba.

 

“Tinggal menunggu waktunya bagimu untuk benar-benar pergi, meow.” Kucing itu berbicara dari sebuah ruangan di koridor itu, matanya bersinar dalam kegelapan, “Bahkan seekor kucing hanya akan membiarkan orang lain menyakitinya tiga kali. Mulai sekarang, waktunya untuk menunjukkan cakar (menyerang), meow.”

 

Seperti inilah cara kucing ninja menghadapi penyusup. Demi melindungi kota dan Klan Pedagang Gelap. Namun, jika seorang pedagang bertandang kesana, mereka tidak akan menyerangnya. Itulah yang Shino pikirkan.

 

Namun, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat kucing-kucing itu berhenti menghadang mereka.

 

“Ugh, persetan dengan ini!” Lolong Kiba muak, “Kita tidak bisa melawan kucing ini, kita tidak bisa mendapatkan informasi dari kucing ini, tidak ada yang bisa kita lakukan!

 

“Jika kau menginginkan informasi, kau bisa menukarnya dengan matatabi*. Tapi itu tidak mungkin, karena kalian tidak punya matatabi. Kau mengerti sekarang? Kau benar-benar bau anjing, jadi kami benar-benar ingin kau cepat-cepat pergi.”

 

Jadi itu dia. Matatabi bisa dijadikan alat masuk. Mereka tidak memikirkan itu. Bagaimanapun, lawan mereka adalah kucing.

 

“Ini buruk, Kiba...” Ujar Shino. “Kalau begini, kita tidak akan bisa melanjutkan. Alasannya adalah karena kita tidak membawa matatabi sedikitpun...”

 

Shino mendekat ke Kiba, berbisik supaya kucing ninja itu tidak bisa mendengar. “Karena situasinya seperti ini, aku akan menggunakan seranggaku untuk-“

 

“Tahan, Shino. Serahkan ini padaku.”

 

Kiba mengeluarkan pil tentara dari tas pinggangnya, dan melemparkannya ke kucing ninja itu. “Baiklah, kucing. Kuberikan kau ini. Ayo kita buat pertukaran. Itu untuk informasi tentang lokasi peternak lebah.”

 

“Apa kau mau membodohiku? Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, ini bukan matatabi, meow. Matatabi adalah…” Kucing itu menghentikan sumpah serapahnya tentang pil tentara. Dia mulai menjilat pil tentara itu, lidah pink nya keluar masuk. “Apa? Apa ini? Apa ini ada matatabinya?”

 

Kucing itu perlahan berbaring di lantai. Tingkah laku yang biasa ditunjukkan oleh kucing setelah menjilat matatabi.

 

“Jadi bagaimana?” Kiba memberikan cengiran lebar. “Kita bisa melakukan urusan kita, kan?”

 

“Apa ini, Kiba?” Tanya Shino. “Apa di dalam pil tentara ini ada matatabi?”

 

“Nah, pil tentara ini ada inukekka**-nya. Mirip dengan matatabi.”

 

Pil tentara spesial buatan Klan Inuzuka biasanya diberikan untuk anjing. Dia tidak mengira bahwa pil tentara itu juga disukai kucing. Seperti yang diperkirakan, Kiba adalah pria yang bisa diandalkan.

 

“Gnnn.” Kucing itu terdengar jengkel meskipun pil tentara ini menyebabkan kecanduan. “Untuk berpikir bahwa aku meringkuk di lantai seperti ini karena benda berbau anjing macam ini, meow. Harga diriku tidak bisa memaafkan ini, meow.”

 

Dia mengatakan itu, tapi kemudian menelan pil tentara itu sekaligus, dan kabur.

 

“Ap- HEY! JANGAN KAU BERBUAT CURANG PADAKU! DASAR KUCING SIALAN!”

 

Kucing itu berlari tergesa-gesa seperti kelinci- atau mungkin seharusnya Kiba bilang, seperti kucing? Kemudian, Kiba langsung mengejar kucing yang kabur itu dengan kecepatan penuh.

 

“TUNGGU KAAAUUUU!” Teriakan Kiba yang penuh amarah menggema keras sepanjang hall itu.

 

Shino dan Akamaru memandang punggung Kiba yang mengejar kucing ninja itu, dan mulai berlari juga. Saat mereka mengejar kucing yang gesit itu, mereka melalui putaran dan belokan, koridor yang meliuk ke kiri dan kanan seperti labirin.

 

Shino baru saja akan berbelok di tikungan koridor itu ketika dia melihat Kiba berada di depannya. Kiba membeku di tempat, diam tidak bergerak. Shino dengan panik berhenti sehingga dia tidak belari kesana.

 

“Ada apa, Kiba...apa kau kehilangan dia?”

 

Kiba bahkan tidak sama sekali menolehkan kepalanya pada Shino.

 

Shino mengintip keadaan sekitar Kiba dan melihat ada seorang manita yang berdiri di hadapan Kiba. Kucing ninja tadi berada dalam gendongan wanita itu.

 

Dia merupakan wanita muda dengan rambut coklat kemerahan yang indah, dan mata lebar yang cantik. Usianya tampak seumuran dengan mereka.

 

Kiba dan wanita itu saling mengunci pandangan mereka, menatap seolah-olah mereka pernah berpapasan di suatu tempat.

 

Wanita itu lalu menyadari kehadiran Shino, dan memperhatikannya dari atas sampai bawah, mulai melangkah mundur karena takut.

 

“Tunggu, aku jelas-jelas bukan orang yang mencurigakan...” Shino berbicara sebelum dia dicap apapun, mengalahkan asumsi wanita itu. “Aku teman Kiba.”

 

Ketika dia mengatakan itu, wajah wanita itu menjadi rileks.

 

“Oh, jadi begitu. Kau tiba-tiba berlari kesini jadi aku terkejut.” Ucapnya, dan tersenyum.

 

“Lepaskan aku, meow!” Kucing itu berusaha melepaskan diri dari gendongan wanita itu, tapi tidak berhasil.

 

Melihat itu, Shino bertanya, “Apa kau...pemilik kucing ini?”

 

Wanita itu tampak terkejut saat menjawab. “Ya. Uhm, apa kucing kami melakukan sesuatu...? Aku mendengar suara yang sangat ribut.”

 

“Kami mencari seseorang.” Ucap Shino, “Kami memberikan pil tentara sebagai bayarannya, tapi kucing itu mengambilnya tanpa mengatakan apapun.”

 

“Ahh, aku mengerti. Tsk, aku selalu bilang padanya untuk melakukan urusannya dengan benar.”

 

“Maaf kalau aku tidak mau berurusan dengan orang yang berbau anjing, meow.” Kucing itu mendesis sambil tetap mencoba melepaskan dirinya.

 

“Bau anjing...? Orang ini?” Wanita itu mengalihkan pandangannya pada Kiba.

 

Shino juga mengalihkan pandangannya pada Kiba untuk memastikan keadaan temannya. Untuk alasan tertentu, Kiba masih saja berdiri diam seperti patung dengan mulut yang terbuka.

 

“Uhm, aku minta maaf. Kucing kami sudah berlaku kasar...” Ucap wanita itu, “Ah, namaku Tamaki. Kami memiliki toko senjata. Dan si kecil ini adalah Momo. Dia selalu melindungiku.”

 

Jadi wanita itu bernama Tamaki.

 

“Jadi namanya Momo.” Ujar Kiba tiba-tiba, “Wah, wah, kebetulan ya. Anjing kami bernama Akamaru, ahaha.”

 

Kiba mengatakan hal yang tidak masuk akal.

 

Memangnya apa yang kebetulan? Shino kebingungan karena tidak mengerti bagian mana dari percakapan itu yang disebut kebetulan.

 

Bahkan Akamaru memasang ekspresi terkejut. Dan tentu saja, karena melihat pemiliknya bertingkah seperti orang lain tepat di depan matanya.

 

“Jadi kau pengguna anjing ninja?” Tanya Tamaki, matanya berbinar. “Mengagumkan sekali.”

 

Karena itulah Kiba mulai bertingkah sangat aneh. Dia gelisah. Dia melirik kiri dan kanan. Menggerak-gerakkan tangannya di rambutnya. Menarik-narik jenggotnya.

 

“Tidak, yah, heh, aku tidak sehebat itu...” Ucap Kiba, “Ah- kau tahu, begini, mengagumkan itu adalah hal yang berbeda, kan? Seperti bagaimana aku berada pada tingkat dimana aku dicalonkan sebagai kandidat Hokage selanjunya, seperti itu.”

 

“Apa yang orang mengagumkan seperti itu lakukan disini?!” Tamaki takjub.

 

Akamaru menundukkan kepala dan mengeluarkan suara rengekan.

 

Shino tidak mengatakan apapun. Padahal baru saja tadi, Kiba dengan penuh amarah berteriak ‘KUCING SIALAN!’. Shino mengira-ngira kemana sebenarnya Kiba yang itu menghilang.

 


⁰â‚’⁰


“–Ah, Aku mengerti,” ucap Tamaki, “Kalian mencari peternak lebah.”

 

“Yeah, untuk hadiah pernikahan seorang teman.” Ucap Kiba, “Kami berpikir untuk memberikan wine madu.”

 

“Ahh, itu pilihan yang sangat bagus.”

 

Shino memperhatikan Kiba dan Tamaki yang mengobrol. Ntah kenapa, Kiba akhirnya mencapai intinya. Kiba dan Tamaki mengobrol sendiri.

 

Shino menepuk kepala Akamaru, yang juga tidak berpartisipasi dalam obrolan itu.

 

Akamaru terlihat kecewa, tapi saat Shino menepuk kepalanya, anjing itu terlihat lebih baik, melihat Shino dengan mata sayu. Shino tidak pernah membayangkan bahwa meskipun dia adalah pengguna serangga, dia akhirnya menghabiskan banyak waktu dengan seekor anjing dan belajar membaca hatinya.

 

“–Kalu begitu, aku akan memandumu.”

 

“Ah, kau tahu tempatnya? Kami akan sangat berterimakasih.”

 

Tampaknya obrolan Kiba dan Tamaki sudah selesai. Dia akan memandu mereka.

 

“Sangat mudah tersesat di kota ini,” Ucap Tamaki dengan senyum masam saat dia dan Kiba berjalan berdampingan. Shino dan Akamaru mengikuti dalam diam.

 

Mereka melalui jalan yang sangat kompleks. Shino mengira mereka akan menuju keluar, tapi ternyata mereka masuk ke dalam bangunan itu lagi. Dan kemudian dia mengira mereka akan menuju keluar lagi, tapi kali ini mereka melalui lorong yang berada di dalam bangunan yang serupa.

 

“Jadi, peternak lebah ini,” tanya Kiba, “Orang seperti apa dia?”

 

“Hmm,” ujar Tamaki, “Yah aku belum pernah melihat wajahnya, jadi...”

 

“Apa maksudmu…?”

 

“Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi aku tahu dimana dia.”

 

“Bagaimana bisa?”

 

Shino terus berjalan sambil terus mengamati keharmonisan antara Kiba dan Tamaki yang berjalan di depan.

 

Dia sangat berterimakasih karena telah dipandu. Jika mereka tidak meminta orang yang tinggal disana untuk menunjukkan jalan di kota yang sangat kompleks itu, makan meskipun menggunakan penciuman Kiba dan serangga Shino, mereka akan kesulitan menemukan target mereka. Dan daritadi, yang mereka temui hanyalah kucing, dan tidak ada seorangpun manusia.

 

Mereka berada di atas reruntuhan tembok, dalam celah-celah puing, di pertokoan dengan kaca-kaca yang pecah. Shino dapat merasakan mata kucing-kucing itu mengawasi mereka dari tempat persembunyiannya.

 

Saat kau melihat kucing-kucing itu, ada yang berbaring atau menjilat kaki mereka, namun yang jelas mereka tidak melepaskan pandangan mereka pada Shino.

 

Sambil memperhatikan keadaan sekitarnya, Shino tiba-tiba berpikir.

 

Kota terbengkalai ini, dan para kucing yang tinggal disini, berjemur...rasanya sudah hampir satu hari, manusia lainnya tiba-tiba menghilang dari muka bumi.

 

Disini, manusia adalah makhluk asing.

 

Jika bukan karena Tamaki dan Momo si kucing ninja, mungkin mereka sudah dikepung saat ini.

 

Ngomong-ngomong soal Momo, kucing itu berjalan di samping Tamaki dengan wajah masam. Tampaknya dia tidak senang melihat betapa cerianya Tamaki dan Kiba mengobrol.

 

Kiba membuat gerakan tangan yang berlebihan saat berbicara, dan tawa mengalir dari Tamaki.

 

Shino tetap diam seperti biasanya.

 

Akamaru menunduk menghindari tatapan tajam para kucing sambil terus berjalan.

 

Dengan itu, mereka bertiga akhirnya tiba di pinggir kota.

 

Ketika mereka sampai di sana, jumlah bangunan-bangunan rusak yang berbaris terus bekurang sampai tidak ada satupun rumah yang tampak. Malahan, yang mereka lihat adalah kabut yang mulai turun. Pandangan mereka terhalang.

 

Ini bukan masalah sepele, pikir Shino, dan mengumpulkan konsentrasinya. Dia berfokus pada memperhatikan keadaan sekitar.

 

Di depannya, Kiba dan Tamaki melanjutkan obrolan tidak penting mereka. Meskipun mereka akan segera sampai, mood Shino agak berbeda dengan mood mereka berdua.

 

Tamaki masih melanjutkan, tidak menghiraukan kabut itu.

 

“Eh? Kalau dipikir lagi, bukankah kita pernah bertemu di Konoha sebelumnya? Aku baru-baru ini pindah kesini. Tapi aku masih cukup sering kesana untuk mengunjungi keluargaku. Tapi yeah, itu saja, sebelum ini, nenekku sedang telanjang bulat saat sekelompok kucing- ah, kita sampai.”

 

Tamaki tiba-tiba berhenti.

 

Sambil mengira-ngira apa sebenarnya yang telah dilakukan nenek Tamaki, Shino juga ikut berhenti.

 

Kau bisa samar-samar melihat hutan bambu dalam kabut di depan mereka.

 

“Hutan bambu ini...seharusnya adalah tempatnya.” Ucap Tamaki.

 

Itu merupakan kata-kata yang ambigu dari seseorang yang mengatakan akan memandu mereka.

 

“Apa yang kau maksud dengan seharusnya?” Tanya Kiba.

 

“Yah, singkatnya, tidak ada yang pernah bertemu dengannya.”

 

“Lalu bagaimana kau tahu kalau dia tinggal disini?”

 

“Coba lihat ini,” Tamaki mengindikasikan sepasang monumen batu yang didirikan di depan hutan bambu itu.

 

Melihat tali usang yang diikatkan di monumen batu itu, Shino bergumam : “Dewa Penjaga Pengembara.”

 

“Benar.” Ujar Tamaki,

 

 “Orang-orang datang kesini dan meletakkan persembahan, seperti sayuran dan sejenisnya, di dekat monumen itu. Saat mereka kembali di hari berikutnya, persembahan itu sudah hilang, dan sekotak kecil wine madu akan menggantikan tempat persembahan itu, dan begitulah, kami menyebut orang yang meninggalkan madu itu, siapapun dia, sang ‘peternak lebah’.”

 

“Kenapa tidak ada satupun yang mencoba menemuinya...?” Tanya Kiba, tampak sangat terkejut. 

 

“Normalnya, bukankah seharusnya kau merasa penasaran bagaimana sebenarnya orang itu?”

 

Yah, itulah yang kau pikirkan. ‘Normalnya’.

 

Tapi, ini Soraku.

 

Kemungkinan bahwa siapapun yang tinggal disini bukanlah orang normal adalah 200%. Selama orang itu melakukan urusan mereka dengan benar di bawah pengawasan para kucing, maka tidak ada satupun yang peduli apakah dia pengembara ataupun buronan.

 

“Seperti namanya, Dewa Penjaga Pengembara, ini adalah tempat suci. Tapi orang-orang yang tinggal di Soraku tidak pernah mencoba kesana. Bagaimanapun kami tidak punya urusan disini.” Ucap Tamaki tertawa.

 

Fakta bahwa peternak lebah itu tinggal di tempat suci tampaknya tidak jadi masalah.

 

Seperti yang diperkirakan, orang-orang Soraku memiliki cara berpikir yang unik yang sedikit berbeda dengan orang lain.

 

“Tapi kami punya urusan disini, kau tahu...” Ujar Kiba, “Kami tidak bisa hanya duduk termenung selama ntah kapan menunggu persembahan kami ditukar dengan wine madu.”

 

“Lagipula, kalian para pecundang tidak akan bisa menemukannya, meow. Bahkan kucingpun akan tersesat di hutan bambu itu, meow.” Momo tertawa sadis.

 

Kiba mengira kucing itu akhirnya memutuskan untuk mengatakan sesuatu yang bermanfaat, tapi nyatanya hal seperti itu yang keluar dari mulutnya.

 

Namun Kiba tidak merasa terusik.

 

“Kami adalah shinobi. Kami tidak akan tersesat.” Dia menujukan kalimat itu pada Momo, dan kemudian berjalan menuju hutan bambu yang terselubung oleh kabut.

 

Setelah berpisah dengan Tamaki dan Momo, mereka mulai menelusuri hutan bambu berkabut itu.

 

Shino menolehkan kepalanya dan melihat ke belakang. Seluruh kota itu sudah tidak terlihat, tertutup oleh kabut. Jadi, itulah yang Momo sebut sebagai tersesat. Jika ini adalah keadaan makanan, pantas saja Tamaki dan Momo dan orang-orang Soraku lainnya tidak pernah masuk kesini.

 

Lagipula, karena mereka mencari seseorang yang wajahnya tidak diketahui, rasanya tugas ini tidak mungkin bisa diselesaikan jika kau tidak memiliki shinobi yang berkemampuan seperti Kiba dan Shino. Ini bukanlah tempat untuk seseorang yang bukan shinobi seperti Tamaki.

 

Namun, meskipun begitu, ada kemungkinan bahwa tempat ini juga bukan merupakan tempat untuk shinobi.

 

Arca Dewa Penjaga Pengembara ditempatkan sebagai penanda untuk membatasi dunia tempat manusia tinggal dan dunia tempat dewa tinggal. Dengan kata lain, mereka saat ini sedang berada dalam teritori yang bukan milik manusia, tapi dewa.

 

Mereka sudah tidak dapat melihat dengan baik dalam kabut, namun Shino merasakan kabut itu semakin menebal.

 

“Baiklah...ini akan menjadi spot yang bagus.” Ujar Kiba, melempar kunai ke batang bambu di dekatnya.

 

Dia melakukannya untuk menempatkan tanda di dekat jalan masuk hutan bambu itu. Dia melakukannya lagi setelah mereka menempuh beberapa jarak. Mereka mengulanginya lagi untuk beberapa saat sambil melanjutkan perjalanan. Dengan cara ini, mereka bisa menemukan jalan keluar tanpa terlalu banyak berpikir.

 

“Pertama kita akan mencarinya dengan hidungku, kemudian, kita akan memanggil serangga-seranggamu dan...achoo!” Kiba tiba-tiba bersin. Kemudian berkata, “Heh, mungkin perempuan itu sedang membicarakanku...”

 

“…Apa kau menyukainya?” Tanya Shino blak-blakan.

 

“HUH?! Tidak, dasar bodoh! Tidak sama sekali!”

 

Kiba sangat gugup. Dia meneriakkan sangkalannya dengan suara yang lebih keras dari biasanya.

 

“Apa aku…mengganggu kehidupan percintaanmu...?”

 

“Aku sudah bilang padamu, kau salah!”

 

“Hinata akan segera menikah...Kiba, saat kau menikah nanti aku tinggal sendirian. Kalau kau menikah nanti, serahkan Akamaru padaku. Alasannya adalah karena hanya dialah yang mengerti aku tanpa sepatah katapun...”

 

“Apa? Aku tidak mengerti sama sekali perkataanmu! Apa maksudmu kau akan sendirian?!”

 

Kiba membentak dalam gugupnya, Akamaru melihat pemiliknya dan menggonggong juga.

 

“Woof!”

 

“Apa-apaan- Akamaru?! Kenapa kau mengatakan hal seperti itu juga?! Dan jangan libatkan jenggotku!”

 

Meskipun Akamaru hanya memberikan satu gonggongan, ternyata gonggongan itu menyampaikan kalimat panjang. Kiba membentak balik, wajahnya memerah sampai telinga.

 

Wajahnya itu memerah karena marah atau malu? Pikir Shino. Kemungkinan besar keduanya.

 

Kiba tiba-tiba berteriak jengkel. “Arggh, cukup! Ayo kita lanjutkan perjalanan tanpa membicarakan hal bodoh seperti ini!”

 

Dia memunggungi kedua rekan satu timnya, melangkah maju dengan menghentakkan kakinya.

 

“Ya ampun...aroma bambu yang kuat ini menyulitkan pencarian, ugh!”

 

Tampaknya dia jauh lebih kesal saat ini dibanding beberapa saat lalu.

 

Namun, Shino senang melihatnya, karena Kiba jauh lebih mudah dimengerti saat dia seperti ini. Tentu saja, meskipun dia merasa senang saat ini, itu hanya ‘saat ini’.

 

Saat dia pertama kali bertemu Kiba, seringkali dia merasa kesal dengan sifatnya yang berbanding terbalik dengan Shino.

 

Saat waktu istirahat di Akademi, Shino akan membiarkan serangga-serangganya

 

berjalan di atas mejanya, sedangkan Kiba berlarian di sekitar koridor dan tempat bermain dengan teman-teman yang lain, berteriak-teriak. Di kelas, Shino akan mendengarkan gurunya dengan baik, sedangkan Kiba akan tidur atau membuat keributan.

 

Untuk menyimpulkannya, Kiba itu yang kedua setelah Naruto kalau soal...lupakan yang kedua, bagaimanapun, anak laki-laki itu bukanlah tipe yang akan merasa puas jika dia tidak berada di tempat pertama...Kiba berada setingkat dengan Naruto dalam urusan menyebabkan keributan. Dia benar-benar anak yang bermasalah.

 

Dulu, Shino ingin berada dalam tim manapun yang tidak ada Kiba-nya.

 

Tapi sekarang, Shino menjalani misi-misinya bersama anak bermasalah itu.

 

Sejak kapan berdampingan dengan Kiba menjadi hal yang biasa?

 

Kehidupan benar-benar tidak dapat dimengerti.

 

Untuk alasan tertentu, Shino terus memikirkan masa lalu sambil terus berjalan.

 

Pandangannya masih terhalang oleh kabut itu. Pemandangannya tidak pernah berubah, tetap saja sama. Gugusan bambu dengan kabut tebal yang muncul di antaranya. Shino merasa keadaan sekitarnya kini tampak seperti lukisan.

 

“Tunggu sebentar. Ini aneh...” Kiba tiba-tiba bergumam dengan suara pelan.

 

“Ini bukan aroma bambu... apa ini, aroma samar-samar ini, aroma manis...?”

 

Kiba mengedarkan pandangannya, hidungnya mengkerut.

 

Tentu saja, Shino tidak sama sekali mencium apapun yang Kiba cium. Aroma itu sangat samar.

 

Namun, Shino langsung menyadari hal yang sangat aneh tepat di depan matanya.

 

“Kiba…Lihat ini…”

 

Di arah yang ditunjuk Shino ada sebuah batang bambu...dengan kunai yang tertancap disana.

 

Itu merupakan kunai yang Kiba lempar sebagai penanda dekat pinggir kota tempat mereka masuk.

 

Waktu sudah lama berlalu sejak mereka menempatkan penanda itu, dan mereka terus berjalan maju. Harusnya mereka tidak melihat penanda itu lagi.

 

“Apa ini genjutsu...?”

 

Merasa tidak tenang, Shino mengubah aliran chakra dalam tubuhnya, membuat serangga-serangga dalam tubuhnya merasa tidak nyaman. Dia mengubah aliran chakranya untuk mematahkan genjutsu itu.

 

Namun, tidak ada yang berubah sama sekali.

 

Bagimanapun, kunai itu seharusnya berada jauh di belakang mereka. Tapi nyatanya kunai itu ada di depan mereka.

 

“Sial, kita tidak bisa mematahkannya... Apa ini?” Kiba memelankan suaranya, matanya melirik tajam sekitar mereka, 

 

“ Apa ini Kori ShinchÅ« no Jutsu?" [Jutsu yang membuat target berjalan memutar tanpa disadari]

 

“Tampaknya ini juga sejenis dengan Magen: NijÅ« Kokoni Arazu no Jutsu [Jutsu membuat ilusi di atas ilusi], tapi...ini bukan keduanya...”

 

Mereka merupakan orang yang dibesarkan di bawah pengawasan Kurenai, pengguna genjutsu terkemuka di Konoha. Jujur saja, mereka yakin bahwa pengetahuan mereka tentang genjutsu berada di atas ninja lainnya. Tentu saja, termasuk mematahkan genjutsu-genjutsu itu.

 

Namun, mereka tidak pernah mendengar genjutsu seperti ini. Untuk memulainya, jika ini adalah genjutsu, maka saat ini jutsu itu sudah bisa dipatahkan. Yang artinya ini merupakan sesuatu yang berbeda namun sejenis dengan genjutsu yang kemungkinan adalah...kemungkinan adalah apa?

 

“Kita tidak punya pilihan lain, huh.” Ujar Kiba, 

 

“Untuk sekarang ini, kita akan melanjutkan perjalanan dengan aku dan Akamaru yang menggunakan Gatenga?" [Jutsu yang digunakan ninja pengguna anjing dan ninkennya dengan berotasi membentuk gergaji roda]

 

Kiba menemukan solusi yang sederhana, dibandingkan mengikuti jalur dengan mengindari bambu, mereka akan mengabaikannya dan memotong bambu-bambu itu dalam satu garis lurus.

 

Shino mengangguk.

 

“Baiklah, kalau begitu ayo Akamaru!” Kiba mencari-cari di sekitarnya. 

 

“…Akamaru?”

 

Kiba mulai panik, mencari-cari ke kanan dan ke kiri. Shino juga mencari di sekitarnya, menegangkan matanya untuk melihat di balik kabut yang mengelilingi mereka.

 

Namun tidak peduli seberapa keras mereka mencari, meskipun berada tepat di sebelah mereka sesaat lalu, Akamaru tidak dapat ditemukan. Akamaru menghilang tanpa suara dan tanpa jejak.

 

“Ini tidak benar...Akamaru! Hey, Akamaru! Ap-apa-apaan ini?! Bau Akamaru hilang!”

 

Kiba benar-benar kehilangan akalnya. Dia melompat ke arah kabut itu, masih terus berteriak.

 

“DIMANA KAU, AKAMARU?! JAWAB AKU! AKAMARU!”

 

“Tunggu, Kiba! Tenanglah!”

 

Shino berlari mengejar Kiba yang panik. Saat Kiba berlari, memanggil-manggil Akamaru, kabut itu semakin menebal mengelilingi sosoknya. Dia seharusnya berada sangat dekat dengannya, tapi Shino tidak bisa melihatnya berkat kabut itu.

 

Shino berlari, dan berlari, tapi dia tidak dapat menemukan Kiba. Dan tak lama, Kiba menghilang dari pandangannya.

 

“Shino…aroma ini sangat kuat.” Suara Kiba terdengar dari tengah kabut itu.

 

“Kau harusnya bisa menciumnya juga. Ini aroma madu...aroma yang manis ini...tidak salah lagi...!”

 

Saat itu juga, seluruh jejak Kiba menghilang sepenuhnya.

 

“Kiba…!”

 

Saat itu juga, Kikaichuu dalam jumlah besar muncul di sekitar Shino.

 

Dia mengayunkan kedua tangannya, Kikaichuu yang tidak terhitung jumlahnya keluar dari dalam tubuhnya ke segala penjuru. Beberapa menuju ke atas, yang lainnya beterbangan di sekitar, dan Kikaichuunya tampak hampir setebal kabut itu.

 

Namun seluruh Kikaichuunya tidak bereaksi seperti yang Shino harapkan.

 

Mereka segera kembali padanya, melaporkan bahwa mereka tidak menemukan apapun.

 

“Tidak mungkin…”

 

Dia mencoba untuk kedua kalinya, dan ketiga kalinya, tapi tidak peduli berapa kali dia melakukannya, hasilnya tetap sama.

 

Kikaichuu-nya melewati celah antara bambu-bambu yang tumbuh di sekitarnya, namun selalu kembali tanpa menemukan apapun.

 

Melihat serangga-serangga itu beterbangan tanpa arti membuat Shino berkeringat dingin.

 

Kikaichuu-nya merespon chakranya. Bagi mereka untuk tidak menemukan apapun termasuk Kiba, yang sesaat lalu ada disana, menunjukkan bahwa Kiba benar-benar menghilang. Bukan hanya karena Shino tidak bisa melihatnya dalam kabut yang tebal.

 

Ini tidak mungkin…

 

Shino dengan panik mencoba berpikir. Dia mengingat-ngingat hal yang terakhir Kiba katakan. Dia mengatakan tentang aroma manis yang menguat, dan mengatakan bahwa itu adalah aroma madu. Dia mengatakan bahwa Shino seharusnya juga bisa mengetahuinya, itu artinya aroma itu sangat kuat.

 

Tapi, tidak peduli seberapa keras Shino menguras akal sehatnya, dia tidak dapat mencium aroma madu manis itu barang sedikitpun.

 

Namun, saat dia menajamkan indranya dan berkonsentrasi, usahanya membuahkan hasil lain. Dikelilingi oleh dengungan serangga-serangganya, Shino menyadari adanya dengungan lain.

 

Dia langsung mendongak, dan melihat sesuatu beterbangan keluar dari kabut. Mereka tampak lebih besar dibandingkan Kikaichuu-nya.

 

Warna hitam dan kuning. Lebah. Dan mereka terbang ke arahnya dalam satu garis lurus, menargetkan Shino.

 

Shino dengan segera menggunakan serangga-serangganya untuk melindungi dirinya dan mengalahkan lebah-lebah itu. Kawanan Kikaichuu-nya membentuk pedang hitam, terbang dengan bebas di udara.

 

Saat mereka melakukan itu, tubuh lebah-lebah itu mulai meleleh menjadi liquid kental yang aneh. Dan liquid itu mulai menjalar dan menyerang Kikaichuu.

 

“Apa ini?! Teknik ini…!”

 

Saat liquid itu melumuri Kikaichuu-nya, tetesan liquid kental itu jatuh di dekitar Shino.

 

Madu...?

 

Aroma manis bercampur dengan kabut, seperti yang dikatakan Kiba. Untuk pertama kali sejak mereka masuk, Shino akhirnya bisa menciumnya. Kenyataannya, aroma itu semakin menguat.

 

Lebah-lebah itu mencoba menyerang Shino sekali lagi. Dia menggunakan serangga-serangganya untuk melindungi dirinya lagi.

 

Bambunya semakin dekat…

 

Jika dia masih punya waktu, dia dapat menghancurkan bambu itu dalam beberapa detik.

 

Lebah-lebah itu menyerang, terbang keluar masuk bambu dan menggunakan bambu itu sebagai perisai pada saat yang bersamaan. Tepat saat perhatian Shino dialihkan pada mereka, hal itu terjadi. Tepat di dekat kaki Shino, madu yang jatuh ke tanah mulai kembali ke wujud lebah.

 

Aku sudah melakukannya sekarang…! Pikir Shino saat lebah yang sudah kembali ke wujudnya terbang tepat kearahnya dari bawah. Lebah itu menyengat leher belakang Shino tanpa ampun. Tubuhnya berayun.

 

Ini bukanlah sengatan lebah biasa. Racun lebah itu khusus dipersiapkan untuk merobohkan dua shinobi sekaligus.

 

Manipulasi lebah itu, dan keahlian mereka dalam sengatan beracun, semuanya merujuk pada pengguna serangga yang sangat terlatih. Seorang pengguna serangga penyengat seperti lebah dan tawon. Orang-orang di Soraku menamainya dengan tepat sebagai peternak lebah.

 

Tepat saat Shino mulai menyadari bagaimana sebenarnya musuh yang tidak dapat mereka lihat, tubuhnya jatuh di tempat.

 

Lanjut Ke Epilog 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar