New
MISI AKHIR,
SELESAI
“Nah sekarang....waktunya
kita mulai.”
“Ini Misi
Terakhir Tim Delapan! Ayo, kita berangkat!” Kiba meninggikan suaranya
seolah-olah meneriakkan teriakan perang.
Setelah
perjalanan panjang, Shino, Kiba, dan Akamaru akhirnya sampai di jalan masuk
Soraku.
Mereka
melewati gerbang khas Jepang yang stylish yang ditopang oleh pilar besar merah
tua, dan berjalan memasuki kota itu.
Tidak lama
kemudian, mereka menelan ludah karena melihat yang ada di hadapan mereka.
Bahkan Kiba, yang tadinya begitu bersemangat, langsung menciut. Semua diluar
bayangan mereka.
Gedung-gedung
yang tidak terhitung jumlahnya berdempetan, dinding-dinding yang rusak dan
hancur, plang toko yang sudah miring dengan cat yang memudar, toko-toko dengan
jendela yang sudah pecah, berbaris seolah-olah saling berlomba.
Tentu saja,
tidak ada orang di kota itu. Reruntuhan bangunan yang tidak berpenghuni dan
tidak terurus itu sepertinya sudah ada disana sejak lama.
Pusat kota
itu memiliki banyak bangunan tinggi yang menujukkan betapa banyak jumlah orang
yang dulu tinggal disana.
Baik Kiba
maupun Shino keduanya tidak tahu bagaimana awalnya Soraku bisa menjadi seperti
ini, atau kemana para penduduknya pergi.
Namun
sebelum mereka menyadari apa yang mereka lakukan, mereka membayangkan
aktivitas-aktivitas yang tidak lagi bisa dilihat.
Orang tua
dan anak dulunya tinggal disini. Saudara. Teman. Kekasih.
Tidak
diragukan lagi bahwa hal-hal yang dulu ada disni tidak berbeda dengan
Konohagakure.
Sekeliling
kota itu sangat sunyi. Tidak ada satupun suara. Namun, terkadang kau bisa
mendengar suara desiran angin. Kemungkinan besar angin yang berhembus melewati
jendela-jendela yang pecah dan bagian dalam bangunan.
Rasanya
angin yang berhembus sia-sia di keheningan itu merupakan suara jeritan kota
yang terabaikan.
Kemalangan
dalam hidup. Frase itu muncul dari pikiran Shino.
Namun
kemudian, apa memang bisa diterima jika menyimpulkan hal seperti ini dalam satu
frase sederhana? Shino ragu, karena pemandangan ini tampak terlalu menyedihkan
daripada kata-kata itu.
“Ini adalah
tempat yang terlantar.” Gumam Shino. “Apa benar-benar ada orang yang tinggal
disini...?”
Hidung Kiba
mengernyit, bergerak. “Tidak salah lagi...” Ujarnya. “Ada segelintir orang
disini.”
Kiba
berjalan ke dalam bangunan yang ada di depan, kemudian berkata, “Lewat sini,”
Shino dan
Akamaru mengikuti.
Bagian dalam
bangunan itu tampak buruk seperti luarnya. Dua pria dan seekor hewan dengan
hati-hati menelusuri koridor yang panjang dan gelap. Semakin mereka masuk,
koridor yang mereka lalui semakin kompleks dan lebih kompleks lagi, seperti
labirin. Pipa-pipa terpasang di dinding, meskipun sulit untuk menebak apakah
mereka membawa air atau gas.
Dilihat dari
penampilannya, tampaknya bangunan itu awalnya tidak dibangun seperti ini, tapi
beberapa tambahan dibuat setiap tahunnya, dan menghasilkan jalur yang aneh ini.
Kemungkinan
besar untuk berjaga-jaga dari penyusup... Pikir Shino, menatap dinding-dinding
yang warnanya berbeda.
“Disini bau
cendawan,” komentar Kiba di depannya, “Tempat ini sangat membingungkan.”
Saat itu
juga-
“Yah –meow-
aku minta maaf kalau membingungkan.”
Seekor
kucing muncul dari salah satu ventilasi udara yang rusak.
“Apa…?!”
Kiba kehilangan ketenangnnya karena kemunculan kucing yang tiba-tiba. Itu
karena hidungnya tidak merasakan kehadiran kucing itu.
Akamaru
langsung tegak, menggeram pelan. Dalam sekejap, Shino juga bersiap.
“Hitai-ate
itu... meow, shinobi Konoha?”
Kucing itu
berbicara. Tampaknya tidak ada kucing lain di sekitarnya. Bulunya sebagian
besar berwarna abu-abu, dengan bulu warna putih di puncak hidung dan mulutnya.
Kucing itu menatap mereka dengan mata yang berapi-api.
“Satu bau
anjing. Satu bau serangga. Dan satu lagi adalah anjing.” Setelah melihat mereka
satu per satu, kucing itu menggumamkan kalimat yang menghina. “Astaga, meow,
kalian adalah sekelompok orang tidak berguna.”
Namun Kiba
tidak masalah sama sekali dengan itu. Dia memperhatikan kucing itu dan
memandikannya dengan kalimat pujian.
“Yang ini
mengejutkan.” Ucap Kiba, “Benar benar tanpa bau. Kucing ini hebat juga...!”
“Kucing
ninja menghilangkan bau kami sepenuhnya saat kami membersihkan tubuh kami,
meow. Kami berbeda dengan kucing biasa.”
“Salah satu
dari kucing ninja yang menjadi rumor itu huh...?”
Shino
memakukan pandangannya pada kucing di hadapannya.
Kucing itu
terlihat seperti kucing pada umumnya. Pergerakanya juga sama dengan kucing
biasa.
Perbedaannya
ada pada kimono yang dikenakannya, dan bahasa manusia yang digunakannya.
Soraku
memiliki sisi lain, sebagai surga bagi para kucing. Banyak kucing yang datang
untuk menetap di kota yang terbaikan itu. Sebagian besar merupakan kucing biasa
yang tidak berbicara bahasa manusia, namun di antara mereka ada juga kucing
ninja ajaib yang sudah belajar bagaimana berbicara layaknya manusia dan
menggunakan ninjutsu seperti ini.
Kucing ninja
ini melayani para pedagang gelap dari generasi ke generasi. Menyebut mereka
sebagai otoritas yang substansial di kota ini tidaklah berlebihan. Kucing ninja
bekerja sama dengan kucing normal sehingga baik siang maupun malam, mereka
terus mengawasi kota ini. Dan itu termasuk berhadapan dengan penyusup.
Tampaknya
pipa-pipa yang terpasang di dinding dan loteng sebenarnya merupakan jalan
rahasia untuk kucing-kucing itu. Seluruh bangunan kemungkinan- tidak, seluruh
kota itu mungkin sama. Mereka sepertinya membangun seluruh area seperti itu
sehingga kau tidak akan bisa kemanapun tanpa pengawasan mereka.
Berkat kucing
ninja itu area ini tetap aman.
Namun, Shino
dan yang lainnya datang kesini hanya untuk mencari wine madu. Rasanya sayang
sekali jika ada kesalahpahaman sehingga mereka dianggap memiliki niat buruk.
Dan karena itu, Shino mulai berbicara selembut yang dia bisa:
“Kami
bukanlah orang yang patut dicurigai.” Ucap Shino, “Kami mencari seseorang. Kami
hanya mencari informasi.”
“Seorang
pria yang mengenakan kacamata hitam, jubah panjang, dan tudung kepala yang
menutupi matanya...! Kau yang paling mencurigakan, meow.”
“Yah, kau
mendapatkan poinnya...” Untuk alasan tertentu, Kiba setuju dengan kucing itu.
Shino merasa
sedikit kesal karena itu, dan meninggikan suaranya. “Kau tidak bisa mengatakan
seseorang mencurigakan karena mereka mengenakan tudung kepala dan kacamata
hitam. Alasannya adalah karena aku bukanlah orang yang mencurigakan. Dan
lagipula, orang yang harusnya kau curigai adalah orang yang mencoba
menyembunyikan diri mereka dengan tidak terlihat mencurigakan dan...”
“Tenang,
Shino.” Ujar Kiba. “Tidak akan menolong kalau kau meninggikan suaramu pada
kucing itu.”
“Aku
benar-benar tidak tahan, kau sangat bau anjing. Rasanya aku mau muntah.”
“APA!? HEY,
KAU KUCING SIALAN YANG DUDUK DISANA!!!”
“Tenang,
Kiba. Tetaplah tenang. Ikuti caraku.”
“Akan lebih
baik kalau kau cepat-cepat pergi, meow. Jika tidak, tubuhmu akan
dicabik-cabik.”
Dihadapkan
dengan provokasi yang berulang-ulang dari kucing ninja, Kiba akhirnya melemah.
“Heeeh,
tidak masalah buatku, kita juga bisa mendapatkan informasi dengan mengikatmu,
kan?” Kiba memelototi kucing itu dengan matanya yang tajam. Dia mengkretakan
jari-jarinya, lalu memutar lehernya, sedikit meregangkan tubuhnya. Dan
kemudian-
“Ayo,
Akamaru!” Kiba melompat, dan Akamaru juga bergerak dalam waktu yang hampir
bersamaan.
“Dasar
manusia bodoh, meow.” Kucing itu memandang langit-langit, tidak khawatir sama
sekali, kucing itu menggerakkan kaki belakangnya satu per satu, meregangkannya,
dan juga memutar sendi lehernya.
“Gyan!”
Akamaru mendengking tinggi, dan terjatuh di sebelah Kiba.
“Ada apa,
Akamaru?! Tung- apa ini-?!” Kiba tiba-tiba juga terjatuh di sebelah Akamaru
yang menggeliat. “Ah- tunggu- ha- gah- hya- kaa- ku-“
Akamaru dan
Kiba berguling-guling di lantai, mengeluarkan suara-suara aneh. Mereka
tampaknya benar-benar kehilangan diri mereka, menarik-narik rambut dan
menggigit pakaian mereka.
Kulit Shino
merasakan penyerang kecil yang melompat dari tubuh kucing ninja itu.
“Ohh, jadi
mereka kutu...” Ucapnya. “Kau mengirimkan kutu sebagai serangan. Seperti yang
diperkirakan dari kucing ninja. Ini sangat langka. Kurasa kau bisa menyebutnya
sebagai Ninpou: Shuriken Kutu...”
“Ja-jangan
hanya menganalisAAAAAA.” Teriak Kiba. “Cepat lakukan sesuatu ShiNOOO!”
Tidak bisa
disAngkal lagi bahwa siapapun akan merasakan gatal yang luar biasa saat mereka
dipenuhi oleh kutu dalam jumlah besar. Jeritan Kiba dan dengkingan kesakitan
Akamaru menggema di koridor itu.
Untuk
membantu mereka, Shino berlutut dengan satu kaki dan membuat segel tangan.
“Hijutsu:
Mushiyose (Teknik Pengumpul Serangga)!” Teriak Shino, dan meletakkan tangannya
di lantai. Saat dia melakukan itu, sebuah pola dengan chakra biru membentuk
wujud sarang laba-laba. Menyebar dari jari-jarinya seperti kipas.
Setelah dia
melakukan itu, kutu-kutu yang menyerang Kiba dan Akamaru melompat ke jaring
chakra biru itu, berkumpul di sana. Mushiyose bekerja sesuai dengan namanya,
memancing serangga di dekat penggunanya dan mengumpulkan mereka dalam satu
tempat. Itu merupakan teknik dasar yang setiap anggota Klan Aburame dapat
lakukan.
Dengan kata
lain, teknik ini sebenarnya digunakan untuk mengumpulkan serangga dalam
penginvestigasian ekologi.
“Ki-kita
selamattt...” Kiba pasti merasa kesakitan. Dia bersusah payah mencoba bernafas
saat bangun.
Akamaru
tampak masih jijik dengan siksaan itu, mengibaskan seluruh tubuhnya seperti
yang dilakukannya jika tubuhnya basah.
“Untuk
berpikir kalian tidak bisa menang melawan kutu. Ternyata ada batas dari
kehidupan yang menyedihkan ya, dasar anjing kampung, meow.”
“Dasar
kucing sialan, merendahkan kami...!” Kiba menerjang kucing yang melihat mereka
dengan tenang itu.
“Kena kau!”
Kiba
mencengkeram kuat kucing itu dengan tangannya. Namun, detik dia menyentuhnya,
tubuh kucing itu meringsut menjadi butiran-butiran seperti batu.
“Apa?!”
Kerikil?
Bukan, bukan itu. Butiran-butiran itu merupakan makanan kucing. Kucing itu
benar-benar ada disana sesaat lalu. Jadi kapan dia menukar dirinya dengan
makanan kucing...?
“Aku
mengerti, jadi itu adalah Bunshin Makanan Kucing...” Gumam Shino.
“Apa ini
waktunya untuk memuji mereka?!” Bentak Kiba.
“Tinggal
menunggu waktunya bagimu untuk benar-benar pergi, meow.” Kucing itu berbicara
dari sebuah ruangan di koridor itu, matanya bersinar dalam kegelapan, “Bahkan
seekor kucing hanya akan membiarkan orang lain menyakitinya tiga kali. Mulai
sekarang, waktunya untuk menunjukkan cakar (menyerang), meow.”
Seperti
inilah cara kucing ninja menghadapi penyusup. Demi melindungi kota dan Klan
Pedagang Gelap. Namun, jika seorang pedagang bertandang kesana, mereka tidak
akan menyerangnya. Itulah yang Shino pikirkan.
Namun, dia
tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membuat kucing-kucing itu berhenti
menghadang mereka.
“Ugh,
persetan dengan ini!” Lolong Kiba muak, “Kita tidak bisa melawan kucing ini,
kita tidak bisa mendapatkan informasi dari kucing ini, tidak ada yang bisa kita
lakukan!
“Jika kau
menginginkan informasi, kau bisa menukarnya dengan matatabi*. Tapi itu tidak
mungkin, karena kalian tidak punya matatabi. Kau mengerti sekarang? Kau
benar-benar bau anjing, jadi kami benar-benar ingin kau cepat-cepat pergi.”
Jadi itu
dia. Matatabi bisa dijadikan alat masuk. Mereka tidak memikirkan itu.
Bagaimanapun, lawan mereka adalah kucing.
“Ini buruk,
Kiba...” Ujar Shino. “Kalau begini, kita tidak akan bisa melanjutkan. Alasannya
adalah karena kita tidak membawa matatabi sedikitpun...”
Shino
mendekat ke Kiba, berbisik supaya kucing ninja itu tidak bisa mendengar.
“Karena situasinya seperti ini, aku akan menggunakan seranggaku untuk-“
“Tahan,
Shino. Serahkan ini padaku.”
Kiba
mengeluarkan pil tentara dari tas pinggangnya, dan melemparkannya ke kucing
ninja itu. “Baiklah, kucing. Kuberikan kau ini. Ayo kita buat pertukaran. Itu
untuk informasi tentang lokasi peternak lebah.”
“Apa kau mau
membodohiku? Tidak peduli bagaimana kau melihatnya, ini bukan matatabi, meow.
Matatabi adalah…” Kucing itu menghentikan sumpah serapahnya tentang pil
tentara. Dia mulai menjilat pil tentara itu, lidah pink nya keluar masuk. “Apa?
Apa ini? Apa ini ada matatabinya?”
Kucing itu
perlahan berbaring di lantai. Tingkah laku yang biasa ditunjukkan oleh kucing
setelah menjilat matatabi.
“Jadi
bagaimana?” Kiba memberikan cengiran lebar. “Kita bisa melakukan urusan kita,
kan?”
“Apa ini,
Kiba?” Tanya Shino. “Apa di dalam pil tentara ini ada matatabi?”
“Nah, pil
tentara ini ada inukekka**-nya. Mirip dengan matatabi.”
Pil tentara
spesial buatan Klan Inuzuka biasanya diberikan untuk anjing. Dia tidak mengira
bahwa pil tentara itu juga disukai kucing. Seperti yang diperkirakan, Kiba
adalah pria yang bisa diandalkan.
“Gnnn.”
Kucing itu terdengar jengkel meskipun pil tentara ini menyebabkan kecanduan.
“Untuk berpikir bahwa aku meringkuk di lantai seperti ini karena benda berbau
anjing macam ini, meow. Harga diriku tidak bisa memaafkan ini, meow.”
Dia
mengatakan itu, tapi kemudian menelan pil tentara itu sekaligus, dan kabur.
“Ap- HEY!
JANGAN KAU BERBUAT CURANG PADAKU! DASAR KUCING SIALAN!”
Kucing itu
berlari tergesa-gesa seperti kelinci- atau mungkin seharusnya Kiba bilang,
seperti kucing? Kemudian, Kiba langsung mengejar kucing yang kabur itu dengan
kecepatan penuh.
“TUNGGU
KAAAUUUU!” Teriakan Kiba yang penuh amarah menggema keras sepanjang hall itu.
Shino dan
Akamaru memandang punggung Kiba yang mengejar kucing ninja itu, dan mulai
berlari juga. Saat mereka mengejar kucing yang gesit itu, mereka melalui
putaran dan belokan, koridor yang meliuk ke kiri dan kanan seperti labirin.
Shino baru
saja akan berbelok di tikungan koridor itu ketika dia melihat Kiba berada di
depannya. Kiba membeku di tempat, diam tidak bergerak. Shino dengan panik
berhenti sehingga dia tidak belari kesana.
“Ada apa,
Kiba...apa kau kehilangan dia?”
Kiba bahkan
tidak sama sekali menolehkan kepalanya pada Shino.
Shino
mengintip keadaan sekitar Kiba dan melihat ada seorang manita yang berdiri di
hadapan Kiba. Kucing ninja tadi berada dalam gendongan wanita itu.
Dia
merupakan wanita muda dengan rambut coklat kemerahan yang indah, dan mata lebar
yang cantik. Usianya tampak seumuran dengan mereka.
Kiba dan
wanita itu saling mengunci pandangan mereka, menatap seolah-olah mereka pernah
berpapasan di suatu tempat.
Wanita itu
lalu menyadari kehadiran Shino, dan memperhatikannya dari atas sampai bawah,
mulai melangkah mundur karena takut.
“Tunggu, aku
jelas-jelas bukan orang yang mencurigakan...” Shino berbicara sebelum dia dicap
apapun, mengalahkan asumsi wanita itu. “Aku teman Kiba.”
Ketika dia
mengatakan itu, wajah wanita itu menjadi rileks.
“Oh, jadi
begitu. Kau tiba-tiba berlari kesini jadi aku terkejut.” Ucapnya, dan
tersenyum.
“Lepaskan
aku, meow!” Kucing itu berusaha melepaskan diri dari gendongan wanita itu, tapi
tidak berhasil.
Melihat itu,
Shino bertanya, “Apa kau...pemilik kucing ini?”
Wanita itu
tampak terkejut saat menjawab. “Ya. Uhm, apa kucing kami melakukan sesuatu...?
Aku mendengar suara yang sangat ribut.”
“Kami
mencari seseorang.” Ucap Shino, “Kami memberikan pil tentara sebagai
bayarannya, tapi kucing itu mengambilnya tanpa mengatakan apapun.”
“Ahh, aku
mengerti. Tsk, aku selalu bilang padanya untuk melakukan urusannya dengan
benar.”
“Maaf kalau
aku tidak mau berurusan dengan orang yang berbau anjing, meow.” Kucing itu
mendesis sambil tetap mencoba melepaskan dirinya.
“Bau
anjing...? Orang ini?” Wanita itu mengalihkan pandangannya pada Kiba.
Shino juga
mengalihkan pandangannya pada Kiba untuk memastikan keadaan temannya. Untuk
alasan tertentu, Kiba masih saja berdiri diam seperti patung dengan mulut yang
terbuka.
“Uhm, aku
minta maaf. Kucing kami sudah berlaku kasar...” Ucap wanita itu, “Ah, namaku
Tamaki. Kami memiliki toko senjata. Dan si kecil ini adalah Momo. Dia selalu
melindungiku.”
Jadi wanita
itu bernama Tamaki.
“Jadi
namanya Momo.” Ujar Kiba tiba-tiba, “Wah, wah, kebetulan ya. Anjing kami
bernama Akamaru, ahaha.”
Kiba
mengatakan hal yang tidak masuk akal.
Memangnya
apa yang kebetulan? Shino kebingungan karena tidak mengerti bagian mana dari
percakapan itu yang disebut kebetulan.
Bahkan
Akamaru memasang ekspresi terkejut. Dan tentu saja, karena melihat pemiliknya
bertingkah seperti orang lain tepat di depan matanya.
“Jadi kau
pengguna anjing ninja?” Tanya Tamaki, matanya berbinar. “Mengagumkan sekali.”
Karena
itulah Kiba mulai bertingkah sangat aneh. Dia gelisah. Dia melirik kiri dan
kanan. Menggerak-gerakkan tangannya di rambutnya. Menarik-narik jenggotnya.
“Tidak, yah,
heh, aku tidak sehebat itu...” Ucap Kiba, “Ah- kau tahu, begini, mengagumkan
itu adalah hal yang berbeda, kan? Seperti bagaimana aku berada pada tingkat
dimana aku dicalonkan sebagai kandidat Hokage selanjunya, seperti itu.”
“Apa yang
orang mengagumkan seperti itu lakukan disini?!” Tamaki takjub.
Akamaru
menundukkan kepala dan mengeluarkan suara rengekan.
Shino tidak
mengatakan apapun. Padahal baru saja tadi, Kiba dengan penuh amarah berteriak
‘KUCING SIALAN!’. Shino mengira-ngira kemana sebenarnya Kiba yang itu
menghilang.
⁰â‚’⁰
“–Ah, Aku
mengerti,” ucap Tamaki, “Kalian mencari peternak lebah.”
“Yeah, untuk
hadiah pernikahan seorang teman.” Ucap Kiba, “Kami berpikir untuk memberikan
wine madu.”
“Ahh, itu
pilihan yang sangat bagus.”
Shino
memperhatikan Kiba dan Tamaki yang mengobrol. Ntah kenapa, Kiba akhirnya
mencapai intinya. Kiba dan Tamaki mengobrol sendiri.
Shino
menepuk kepala Akamaru, yang juga tidak berpartisipasi dalam obrolan itu.
Akamaru
terlihat kecewa, tapi saat Shino menepuk kepalanya, anjing itu terlihat lebih
baik, melihat Shino dengan mata sayu. Shino tidak pernah membayangkan bahwa
meskipun dia adalah pengguna serangga, dia akhirnya menghabiskan banyak waktu
dengan seekor anjing dan belajar membaca hatinya.
“–Kalu
begitu, aku akan memandumu.”
“Ah, kau
tahu tempatnya? Kami akan sangat berterimakasih.”
Tampaknya
obrolan Kiba dan Tamaki sudah selesai. Dia akan memandu mereka.
“Sangat
mudah tersesat di kota ini,” Ucap Tamaki dengan senyum masam saat dia dan Kiba
berjalan berdampingan. Shino dan Akamaru mengikuti dalam diam.
Mereka
melalui jalan yang sangat kompleks. Shino mengira mereka akan menuju keluar,
tapi ternyata mereka masuk ke dalam bangunan itu lagi. Dan kemudian dia mengira
mereka akan menuju keluar lagi, tapi kali ini mereka melalui lorong yang berada
di dalam bangunan yang serupa.
“Jadi,
peternak lebah ini,” tanya Kiba, “Orang seperti apa dia?”
“Hmm,” ujar
Tamaki, “Yah aku belum pernah melihat wajahnya, jadi...”
“Apa
maksudmu…?”
“Aku belum
pernah bertemu dengannya, tapi aku tahu dimana dia.”
“Bagaimana
bisa?”
Shino terus
berjalan sambil terus mengamati keharmonisan antara Kiba dan Tamaki yang
berjalan di depan.
Dia sangat
berterimakasih karena telah dipandu. Jika mereka tidak meminta orang yang
tinggal disana untuk menunjukkan jalan di kota yang sangat kompleks itu, makan
meskipun menggunakan penciuman Kiba dan serangga Shino, mereka akan kesulitan
menemukan target mereka. Dan daritadi, yang mereka temui hanyalah kucing, dan
tidak ada seorangpun manusia.
Mereka
berada di atas reruntuhan tembok, dalam celah-celah puing, di pertokoan dengan
kaca-kaca yang pecah. Shino dapat merasakan mata kucing-kucing itu mengawasi
mereka dari tempat persembunyiannya.
Saat kau
melihat kucing-kucing itu, ada yang berbaring atau menjilat kaki mereka, namun
yang jelas mereka tidak melepaskan pandangan mereka pada Shino.
Sambil
memperhatikan keadaan sekitarnya, Shino tiba-tiba berpikir.
Kota
terbengkalai ini, dan para kucing yang tinggal disini, berjemur...rasanya sudah
hampir satu hari, manusia lainnya tiba-tiba menghilang dari muka bumi.
Disini,
manusia adalah makhluk asing.
Jika bukan
karena Tamaki dan Momo si kucing ninja, mungkin mereka sudah dikepung saat ini.
Ngomong-ngomong
soal Momo, kucing itu berjalan di samping Tamaki dengan wajah masam. Tampaknya
dia tidak senang melihat betapa cerianya Tamaki dan Kiba mengobrol.
Kiba membuat
gerakan tangan yang berlebihan saat berbicara, dan tawa mengalir dari Tamaki.
Shino tetap
diam seperti biasanya.
Akamaru
menunduk menghindari tatapan tajam para kucing sambil terus berjalan.
Dengan itu,
mereka bertiga akhirnya tiba di pinggir kota.
Ketika
mereka sampai di sana, jumlah bangunan-bangunan rusak yang berbaris terus
bekurang sampai tidak ada satupun rumah yang tampak. Malahan, yang mereka lihat
adalah kabut yang mulai turun. Pandangan mereka terhalang.
Ini bukan
masalah sepele, pikir Shino, dan mengumpulkan konsentrasinya. Dia berfokus pada
memperhatikan keadaan sekitar.
Di depannya,
Kiba dan Tamaki melanjutkan obrolan tidak penting mereka. Meskipun mereka akan
segera sampai, mood Shino agak berbeda dengan mood mereka berdua.
Tamaki masih
melanjutkan, tidak menghiraukan kabut itu.
“Eh? Kalau
dipikir lagi, bukankah kita pernah bertemu di Konoha sebelumnya? Aku baru-baru
ini pindah kesini. Tapi aku masih cukup sering kesana untuk mengunjungi
keluargaku. Tapi yeah, itu saja, sebelum ini, nenekku sedang telanjang bulat
saat sekelompok kucing- ah, kita sampai.”
Tamaki
tiba-tiba berhenti.
Sambil
mengira-ngira apa sebenarnya yang telah dilakukan nenek Tamaki, Shino juga ikut
berhenti.
Kau bisa
samar-samar melihat hutan bambu dalam kabut di depan mereka.
“Hutan bambu
ini...seharusnya adalah tempatnya.” Ucap Tamaki.
Itu
merupakan kata-kata yang ambigu dari seseorang yang mengatakan akan memandu
mereka.
“Apa yang
kau maksud dengan seharusnya?” Tanya Kiba.
“Yah,
singkatnya, tidak ada yang pernah bertemu dengannya.”
“Lalu
bagaimana kau tahu kalau dia tinggal disini?”
“Coba lihat
ini,” Tamaki mengindikasikan sepasang monumen batu yang didirikan di depan
hutan bambu itu.
Melihat tali
usang yang diikatkan di monumen batu itu, Shino bergumam : “Dewa Penjaga
Pengembara.”
“Benar.”
Ujar Tamaki,
“Orang-orang datang kesini dan meletakkan persembahan, seperti
sayuran dan sejenisnya, di dekat monumen itu. Saat mereka kembali di hari
berikutnya, persembahan itu sudah hilang, dan sekotak kecil wine madu akan menggantikan
tempat persembahan itu, dan begitulah, kami menyebut orang yang meninggalkan
madu itu, siapapun dia, sang ‘peternak lebah’.”
“Kenapa
tidak ada satupun yang mencoba menemuinya...?” Tanya Kiba, tampak sangat
terkejut.
“Normalnya, bukankah seharusnya kau merasa penasaran bagaimana
sebenarnya orang itu?”
Yah, itulah
yang kau pikirkan. ‘Normalnya’.
Tapi, ini
Soraku.
Kemungkinan
bahwa siapapun yang tinggal disini bukanlah orang normal adalah 200%. Selama
orang itu melakukan urusan mereka dengan benar di bawah pengawasan para kucing,
maka tidak ada satupun yang peduli apakah dia pengembara ataupun buronan.
“Seperti
namanya, Dewa Penjaga Pengembara, ini adalah tempat suci. Tapi orang-orang yang
tinggal di Soraku tidak pernah mencoba kesana. Bagaimanapun kami tidak punya
urusan disini.” Ucap Tamaki tertawa.
Fakta bahwa
peternak lebah itu tinggal di tempat suci tampaknya tidak jadi masalah.
Seperti yang
diperkirakan, orang-orang Soraku memiliki cara berpikir yang unik yang sedikit
berbeda dengan orang lain.
“Tapi kami
punya urusan disini, kau tahu...” Ujar Kiba, “Kami tidak bisa hanya duduk
termenung selama ntah kapan menunggu persembahan kami ditukar dengan wine
madu.”
“Lagipula,
kalian para pecundang tidak akan bisa menemukannya, meow. Bahkan kucingpun akan
tersesat di hutan bambu itu, meow.” Momo tertawa sadis.
Kiba mengira
kucing itu akhirnya memutuskan untuk mengatakan sesuatu yang bermanfaat, tapi
nyatanya hal seperti itu yang keluar dari mulutnya.
Namun Kiba
tidak merasa terusik.
“Kami adalah
shinobi. Kami tidak akan tersesat.” Dia menujukan kalimat itu pada Momo, dan
kemudian berjalan menuju hutan bambu yang terselubung oleh kabut.
Setelah
berpisah dengan Tamaki dan Momo, mereka mulai menelusuri hutan bambu berkabut
itu.
Shino
menolehkan kepalanya dan melihat ke belakang. Seluruh kota itu sudah tidak
terlihat, tertutup oleh kabut. Jadi, itulah yang Momo sebut sebagai tersesat.
Jika ini adalah keadaan makanan, pantas saja Tamaki dan Momo dan orang-orang
Soraku lainnya tidak pernah masuk kesini.
Lagipula,
karena mereka mencari seseorang yang wajahnya tidak diketahui, rasanya tugas
ini tidak mungkin bisa diselesaikan jika kau tidak memiliki shinobi yang
berkemampuan seperti Kiba dan Shino. Ini bukanlah tempat untuk seseorang yang
bukan shinobi seperti Tamaki.
Namun,
meskipun begitu, ada kemungkinan bahwa tempat ini juga bukan merupakan tempat
untuk shinobi.
Arca Dewa
Penjaga Pengembara ditempatkan sebagai penanda untuk membatasi dunia tempat
manusia tinggal dan dunia tempat dewa tinggal. Dengan kata lain, mereka saat
ini sedang berada dalam teritori yang bukan milik manusia, tapi dewa.
Mereka sudah
tidak dapat melihat dengan baik dalam kabut, namun Shino merasakan kabut itu
semakin menebal.
“Baiklah...ini
akan menjadi spot yang bagus.” Ujar Kiba, melempar kunai ke batang bambu di
dekatnya.
Dia
melakukannya untuk menempatkan tanda di dekat jalan masuk hutan bambu itu. Dia
melakukannya lagi setelah mereka menempuh beberapa jarak. Mereka mengulanginya
lagi untuk beberapa saat sambil melanjutkan perjalanan. Dengan cara ini, mereka
bisa menemukan jalan keluar tanpa terlalu banyak berpikir.
“Pertama
kita akan mencarinya dengan hidungku, kemudian, kita akan memanggil
serangga-seranggamu dan...achoo!” Kiba tiba-tiba bersin. Kemudian berkata,
“Heh, mungkin perempuan itu sedang membicarakanku...”
“…Apa kau
menyukainya?” Tanya Shino blak-blakan.
“HUH?!
Tidak, dasar bodoh! Tidak sama sekali!”
Kiba sangat
gugup. Dia meneriakkan sangkalannya dengan suara yang lebih keras dari
biasanya.
“Apa
aku…mengganggu kehidupan percintaanmu...?”
“Aku sudah
bilang padamu, kau salah!”
“Hinata akan
segera menikah...Kiba, saat kau menikah nanti aku tinggal sendirian. Kalau kau
menikah nanti, serahkan Akamaru padaku. Alasannya adalah karena hanya dialah
yang mengerti aku tanpa sepatah katapun...”
“Apa? Aku
tidak mengerti sama sekali perkataanmu! Apa maksudmu kau akan sendirian?!”
Kiba
membentak dalam gugupnya, Akamaru melihat pemiliknya dan menggonggong juga.
“Woof!”
“Apa-apaan-
Akamaru?! Kenapa kau mengatakan hal seperti itu juga?! Dan jangan libatkan
jenggotku!”
Meskipun
Akamaru hanya memberikan satu gonggongan, ternyata gonggongan itu menyampaikan
kalimat panjang. Kiba membentak balik, wajahnya memerah sampai telinga.
Wajahnya itu
memerah karena marah atau malu? Pikir Shino. Kemungkinan besar keduanya.
Kiba
tiba-tiba berteriak jengkel. “Arggh, cukup! Ayo kita lanjutkan perjalanan tanpa
membicarakan hal bodoh seperti ini!”
Dia
memunggungi kedua rekan satu timnya, melangkah maju dengan menghentakkan
kakinya.
“Ya
ampun...aroma bambu yang kuat ini menyulitkan pencarian, ugh!”
Tampaknya
dia jauh lebih kesal saat ini dibanding beberapa saat lalu.
Namun, Shino
senang melihatnya, karena Kiba jauh lebih mudah dimengerti saat dia seperti
ini. Tentu saja, meskipun dia merasa senang saat ini, itu hanya ‘saat ini’.
Saat dia
pertama kali bertemu Kiba, seringkali dia merasa kesal dengan sifatnya yang
berbanding terbalik dengan Shino.
Saat waktu
istirahat di Akademi, Shino akan membiarkan serangga-serangganya
berjalan di
atas mejanya, sedangkan Kiba berlarian di sekitar koridor dan tempat bermain
dengan teman-teman yang lain, berteriak-teriak. Di kelas, Shino akan
mendengarkan gurunya dengan baik, sedangkan Kiba akan tidur atau membuat
keributan.
Untuk
menyimpulkannya, Kiba itu yang kedua setelah Naruto kalau soal...lupakan yang
kedua, bagaimanapun, anak laki-laki itu bukanlah tipe yang akan merasa puas
jika dia tidak berada di tempat pertama...Kiba berada setingkat dengan Naruto
dalam urusan menyebabkan keributan. Dia benar-benar anak yang bermasalah.
Dulu, Shino
ingin berada dalam tim manapun yang tidak ada Kiba-nya.
Tapi
sekarang, Shino menjalani misi-misinya bersama anak bermasalah itu.
Sejak kapan
berdampingan dengan Kiba menjadi hal yang biasa?
Kehidupan
benar-benar tidak dapat dimengerti.
Untuk alasan
tertentu, Shino terus memikirkan masa lalu sambil terus berjalan.
Pandangannya
masih terhalang oleh kabut itu. Pemandangannya tidak pernah berubah, tetap saja
sama. Gugusan bambu dengan kabut tebal yang muncul di antaranya. Shino merasa
keadaan sekitarnya kini tampak seperti lukisan.
“Tunggu
sebentar. Ini aneh...” Kiba tiba-tiba bergumam dengan suara pelan.
“Ini bukan
aroma bambu... apa ini, aroma samar-samar ini, aroma manis...?”
Kiba
mengedarkan pandangannya, hidungnya mengkerut.
Tentu saja,
Shino tidak sama sekali mencium apapun yang Kiba cium. Aroma itu sangat samar.
Namun, Shino
langsung menyadari hal yang sangat aneh tepat di depan matanya.
“Kiba…Lihat
ini…”
Di arah yang
ditunjuk Shino ada sebuah batang bambu...dengan kunai yang tertancap disana.
Itu
merupakan kunai yang Kiba lempar sebagai penanda dekat pinggir kota tempat
mereka masuk.
Waktu sudah
lama berlalu sejak mereka menempatkan penanda itu, dan mereka terus berjalan
maju. Harusnya mereka tidak melihat penanda itu lagi.
“Apa ini
genjutsu...?”
Merasa tidak
tenang, Shino mengubah aliran chakra dalam tubuhnya, membuat serangga-serangga
dalam tubuhnya merasa tidak nyaman. Dia mengubah aliran chakranya untuk
mematahkan genjutsu itu.
Namun, tidak
ada yang berubah sama sekali.
Bagimanapun,
kunai itu seharusnya berada jauh di belakang mereka. Tapi nyatanya kunai itu
ada di depan mereka.
“Sial, kita
tidak bisa mematahkannya... Apa ini?” Kiba memelankan suaranya, matanya melirik
tajam sekitar mereka,
“ Apa ini Kori ShinchÅ« no Jutsu?" [Jutsu yang
membuat target berjalan memutar tanpa disadari]
“Tampaknya
ini juga sejenis dengan Magen: Nijū Kokoni Arazu no Jutsu [Jutsu membuat ilusi
di atas ilusi], tapi...ini bukan keduanya...”
Mereka
merupakan orang yang dibesarkan di bawah pengawasan Kurenai, pengguna genjutsu
terkemuka di Konoha. Jujur saja, mereka yakin bahwa pengetahuan mereka tentang
genjutsu berada di atas ninja lainnya. Tentu saja, termasuk mematahkan
genjutsu-genjutsu itu.
Namun,
mereka tidak pernah mendengar genjutsu seperti ini. Untuk memulainya, jika ini
adalah genjutsu, maka saat ini jutsu itu sudah bisa dipatahkan. Yang artinya ini
merupakan sesuatu yang berbeda namun sejenis dengan genjutsu yang kemungkinan
adalah...kemungkinan adalah apa?
“Kita tidak
punya pilihan lain, huh.” Ujar Kiba,
“Untuk sekarang ini, kita akan melanjutkan
perjalanan dengan aku dan Akamaru yang menggunakan Gatenga?" [Jutsu yang
digunakan ninja pengguna anjing dan ninkennya dengan berotasi membentuk gergaji
roda]
Kiba
menemukan solusi yang sederhana, dibandingkan mengikuti jalur dengan mengindari
bambu, mereka akan mengabaikannya dan memotong bambu-bambu itu dalam satu garis
lurus.
Shino
mengangguk.
“Baiklah,
kalau begitu ayo Akamaru!” Kiba mencari-cari di sekitarnya.
“…Akamaru?”
Kiba mulai
panik, mencari-cari ke kanan dan ke kiri. Shino juga mencari di sekitarnya,
menegangkan matanya untuk melihat di balik kabut yang mengelilingi mereka.
Namun tidak
peduli seberapa keras mereka mencari, meskipun berada tepat di sebelah mereka
sesaat lalu, Akamaru tidak dapat ditemukan. Akamaru menghilang tanpa suara dan
tanpa jejak.
“Ini tidak
benar...Akamaru! Hey, Akamaru! Ap-apa-apaan ini?! Bau Akamaru hilang!”
Kiba
benar-benar kehilangan akalnya. Dia melompat ke arah kabut itu, masih terus
berteriak.
“DIMANA KAU,
AKAMARU?! JAWAB AKU! AKAMARU!”
“Tunggu,
Kiba! Tenanglah!”
Shino
berlari mengejar Kiba yang panik. Saat Kiba berlari, memanggil-manggil Akamaru,
kabut itu semakin menebal mengelilingi sosoknya. Dia seharusnya berada sangat
dekat dengannya, tapi Shino tidak bisa melihatnya berkat kabut itu.
Shino
berlari, dan berlari, tapi dia tidak dapat menemukan Kiba. Dan tak lama, Kiba
menghilang dari pandangannya.
“Shino…aroma
ini sangat kuat.” Suara Kiba terdengar dari tengah kabut itu.
“Kau harusnya
bisa menciumnya juga. Ini aroma madu...aroma yang manis ini...tidak salah
lagi...!”
Saat itu
juga, seluruh jejak Kiba menghilang sepenuhnya.
“Kiba…!”
Saat itu
juga, Kikaichuu dalam jumlah besar muncul di sekitar Shino.
Dia
mengayunkan kedua tangannya, Kikaichuu yang tidak terhitung jumlahnya keluar
dari dalam tubuhnya ke segala penjuru. Beberapa menuju ke atas, yang lainnya
beterbangan di sekitar, dan Kikaichuunya tampak hampir setebal kabut itu.
Namun
seluruh Kikaichuunya tidak bereaksi seperti yang Shino harapkan.
Mereka
segera kembali padanya, melaporkan bahwa mereka tidak menemukan apapun.
“Tidak
mungkin…”
Dia mencoba
untuk kedua kalinya, dan ketiga kalinya, tapi tidak peduli berapa kali dia
melakukannya, hasilnya tetap sama.
Kikaichuu-nya
melewati celah antara bambu-bambu yang tumbuh di sekitarnya, namun selalu
kembali tanpa menemukan apapun.
Melihat
serangga-serangga itu beterbangan tanpa arti membuat Shino berkeringat dingin.
Kikaichuu-nya
merespon chakranya. Bagi mereka untuk tidak menemukan apapun termasuk Kiba,
yang sesaat lalu ada disana, menunjukkan bahwa Kiba benar-benar menghilang.
Bukan hanya karena Shino tidak bisa melihatnya dalam kabut yang tebal.
Ini tidak
mungkin…
Shino dengan
panik mencoba berpikir. Dia mengingat-ngingat hal yang terakhir Kiba katakan.
Dia mengatakan tentang aroma manis yang menguat, dan mengatakan bahwa itu
adalah aroma madu. Dia mengatakan bahwa Shino seharusnya juga bisa
mengetahuinya, itu artinya aroma itu sangat kuat.
Tapi, tidak
peduli seberapa keras Shino menguras akal sehatnya, dia tidak dapat mencium
aroma madu manis itu barang sedikitpun.
Namun, saat
dia menajamkan indranya dan berkonsentrasi, usahanya membuahkan hasil lain.
Dikelilingi oleh dengungan serangga-serangganya, Shino menyadari adanya
dengungan lain.
Dia langsung
mendongak, dan melihat sesuatu beterbangan keluar dari kabut. Mereka tampak
lebih besar dibandingkan Kikaichuu-nya.
Warna hitam
dan kuning. Lebah. Dan
mereka terbang ke arahnya dalam satu garis lurus, menargetkan Shino.
Shino dengan
segera menggunakan serangga-serangganya untuk melindungi dirinya dan
mengalahkan lebah-lebah itu. Kawanan Kikaichuu-nya membentuk pedang hitam,
terbang dengan bebas di udara.
Saat mereka
melakukan itu, tubuh lebah-lebah itu mulai meleleh menjadi liquid kental yang
aneh. Dan liquid itu mulai menjalar dan menyerang Kikaichuu.
“Apa ini?!
Teknik ini…!”
Saat liquid
itu melumuri Kikaichuu-nya, tetesan liquid kental itu jatuh di dekitar Shino.
Madu...?
Aroma manis
bercampur dengan kabut, seperti yang dikatakan Kiba. Untuk pertama kali sejak
mereka masuk, Shino akhirnya bisa menciumnya. Kenyataannya, aroma itu semakin
menguat.
Lebah-lebah
itu mencoba menyerang Shino sekali lagi. Dia menggunakan serangga-serangganya
untuk melindungi dirinya lagi.
Bambunya
semakin dekat…
Jika dia
masih punya waktu, dia dapat menghancurkan bambu itu dalam beberapa detik.
Lebah-lebah
itu menyerang, terbang keluar masuk bambu dan menggunakan bambu itu sebagai
perisai pada saat yang bersamaan. Tepat saat
perhatian Shino dialihkan pada mereka, hal itu terjadi. Tepat di
dekat kaki Shino, madu yang jatuh ke tanah mulai kembali ke wujud lebah.
Aku sudah
melakukannya sekarang…! Pikir Shino saat lebah yang sudah kembali ke wujudnya terbang
tepat kearahnya dari bawah. Lebah itu
menyengat leher belakang Shino tanpa ampun. Tubuhnya
berayun.
Ini bukanlah
sengatan lebah biasa. Racun lebah itu khusus dipersiapkan untuk merobohkan dua
shinobi sekaligus.
Manipulasi
lebah itu, dan keahlian mereka dalam sengatan beracun, semuanya merujuk pada
pengguna serangga yang sangat terlatih. Seorang pengguna serangga penyengat
seperti lebah dan tawon. Orang-orang di Soraku menamainya dengan tepat sebagai
peternak lebah.
Tepat saat
Shino mulai menyadari bagaimana sebenarnya musuh yang tidak dapat mereka lihat,
tubuhnya jatuh di tempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar