New
MISI AKHIR, MULAI
Lee dan
Tenten berbicara di tempat latihan.
Shikamaru
dan Chouji tidak sengaja bertemu.
Sakura dan
Ino berhadapan satu sama lain di toko favorit mereka.
Sai hancur
di tempat sambil menatap langit.
Iruka
bersenandung sambil menjemur cuciannya.
Dan Ichiraku
sibuk seperti biasanya.
Tidak ada
satupun yang menyadari serangga kecil yang terbang di dekat mereka.
⁰â‚’⁰
Hanya satu
serangga. Serangga itu terbang tanpa lelah mengitari desa Konohagakure.
Serangga itu
begitu kecil, sangat kecil hingga tidak ada yang memperhatikannya. Dan jika ada
orang yang menyadarinya, serangga itu akan segera hilang dari pandangan mereka
karena cuaca yang begitu cerah dan terang. Sulit untuk terus memperhatikan
seekor serangga kecil yang terbang
berputar tanpa lelah.
Namun…
Tiba-tiba,
serangga itu berhenti bergerak. Atau, untuk lebih akuratnya, dia berhenti
sejenak untuk mengistirahatkan sayapnya.
Ketika
seekor serangga menghentikan gerakannya di dekatmu, maka akan lebih mudah
melihatnya.
Aburame
Shino melihat lekat-lekat serangga bersayap di ujung jarinya melalui
kacamatanya.
“…Kau sudah
bekerja keras.” Ucapnya, berterima kasih pada serangga itu dengan suara senyap.
Saat dia
melakukan itu, serangga di ujung jarinya berjalan ke telapak tangannya, dan
dengan sangat tenang menghilang ke dalam lengan baju Shino.
Seekor
serangga baru saja masuk ke dalam pakaiannya, namun Shino tidak panik. Malah
dia menampakkan ekspresi yang sangat tenang di wajahnya.
Itu sangat
natural.
Alasannya
adalah karena Shino adalah shinobi yang terlahir dari klan Aburame, yang memiliki
garis keturunan sebagai pengguna serangga. Orang-orang di klannya akan
memperbolehkan serangga yang disebut Kikaichuu untuk tinggal dalam tubuh
mereka. Setelah itu mereka dapat memerintahkan serangga itu sesuai keinginan
mereka, dan sebagai balasannya, mereka memperbolehkan serangga itu untuk
memakan chakra dalam tubuh mereka. Beginilah bagaimana kontrak mereka
berlanjut.
Dan serangga
yang baru saja menghilang ke dalam lengan baju Shino sesaat lalu, merupakan
salah satu Kikaichuu yang dimanipulasi Shino.
Sangat wajar
jika Shino tetap tenang, karena yang terjadi adalah serangga itu kembali ke
sarangnya.
Dalam
kontrak mereka, serangga-serangga itu umumnya digunakan dalam misi, namun
mereka memiliki kegunaan yang luas. Selain menyerang dan melindungi, mereka
membantu menangkap musuh yang diburu, melakukan hal seperti mengejar atau
mencari. Mereka digunakan hampir dalam setiap skenario.
Sejumlah besar serangga
dapat mengubah bentuk mereka menjadi seperti manusia dan menggunakan jurus
mereka sendiri, dalam hal ini, Klan Aburame yang hidup berdampingan dengan
serangga berjumlah besar sejak mereka lahir menjadi familiar dengan sifat
serangga-serangga itu, dan menyempurnakan jutsu yang mereka gunakan saat mereka
bertarung berdampingan dengan serangga-serangga itu. Mereka merupakan klan
rahasia.
Dan hari ini
Shino menggunakan jutsu rahasia klannya untuk memata-matai aktivitas teman-temannya.
Dan alasan dia melakukan itu berada pada pria yang sedang berdiri di dekat
Shino.
“Jadi,
bagaimana?” Inuzuka Kiba bertanya sambil bermain dengan ninken (anjing
ninja)-nya, Akamaru.
“Seperti
yang perkirakan, tampaknya semua berusaha untuk menemukan hadiah pernikahan…”
Jawab Shino dari tempat dia berdiri, dataran tinggi yang membuatnya bisa
melihat jelas pemandangan desa.
“Seperti
yang kupikirkan,” ucap Kiba. “Jadi, apa ada yang sudah menentukan hadiahnya?”
“Sebagian
besar dari mereka belum. Tampaknya mereka bertemu untuk saling
mengkonsultasikannya.”
Kiba
bersorak pada jawaban Shino. “Yahoo! Tepat seperti yang kuinginkan!”
Sambil Kiba
berbicara, dia menyapu jenggot yang tumbuh di wajahnya. Belakangan ini kiba
tampak sangat menyukai jenggot itu, dan menyentuhnya kapanpun dia bisa,
tampaknya itu sudah menjadi kebiasaan.
“Inilah
kesempatan kita untuk beraksi saat semua orang khawatir. Inilah waktuku untuk
bersinar.”
“Lebih
akuratnya, ‘waktu kita’.” Koreksi Shino.
Kiba
tertawa, “Aku tahu ituu. Ya kan, Akamaru?” Ucap Kiba, menepuk ninken-nya yang
panjangnya melebihi tinggi Kiba.
Kiba
terlahir sebagai klan Inuzuka yang merupakan klan pengguna ninken, jadi
baginya, Akamaru adalah partner yang makan dan tidur bersamanya sejak kecil.
Begitu juga bagi Akamaru, dan hingga kini mereka telah melewati 10 tahun
bersama, Akamaru masih terus mendampingi Kiba dalam setiap misinya.
Akamaru
langsung menggonggong sebagai jawaban pertanyaan Kiba.
“Yeah, itu
benar.” Ucap Kiba. “Kita akan menemukan hadiah yang tidak akan diberikan orang
lain, hadiah yang hanya akan diberikan oleh Tim Delapan.”
Tim Delapan
huh…
Shino
berpikir sambil melihat Kiba dan Akamaru yang bermain bersama.
Pikirannya
kembali ke hari pertama dimana mereka diletakkan di tim yang sama dengan Kiba.
Shino yang
pendiam, Kiba dan Akamaru yang banyak tingkah, dan Hinata yang penyendiri dan
bijaksana.
Ketiga orang
itu dan seekor hewan menjadi anggota dari Tim Delapan.
Mereka
adalah teman yang berlatih bersama, saling mendukung dan selalu bersama.
Namun, saat
Hinata yang sudah dewasa sudah dapat diperhitungkan, Kiba cenderung gaduh dan
sangat sembrono untuk mengambil kepemimpinan. Saat Shino diletakkan di tim yang
sama dengan Kiba, dia menemukan karakter Kiba yang berbeda dan cara berpikirnya
yang sangat membosankan, dan menghabiskan hari-harinya menghela nafas dan
meratapi masa depan yang tidak diragukan lagi.
“Aku rasa
kami tidak akan bisa bergaul dengan baik denganmu. Alasannya adalah karena
kami–”
Bahkan kini,
Shino dapat mengingat dengan jelas dirinya yang dulu mengatakan hal itu.
Kemudian, kata-katanya terpotong karena saat itu Kiba bersorak: “Ada apa
denganmu? Kau sangat suram!”
Kiba sudah
menjadi orang yang kasar sejak dulu, selalu berbicara dengan suara keras
seperti orang bodoh.
“Kiba…apa
kau ingat apa yang kukatakan saat perama kali kita diletakkan di tim yang
sama?” Shino tiba-tiba bertanya tanpa alasan. Impulsif merupakan sifat Kiba
Namun,
kemungkinan besar Kiba tidak mengingatnya.
“Pertama
kali…?” Tanya Kiba, “Oh yeah, waktu itu saat kita makan siang di tempat
latihan.”
Kiba masih
menempuk Akamaru sambil berpikir, memandang langit. Lalu,
“Ya, waktu
itu… ‘hanya kotak makanku yang ada serangganya’ atau sejenis itu-“
“Aku tidak
pernah mengatakan itu.” Ucap Shino.
Apa? Lupakan
mengingatnya, Kiba bahkan membentuk memori palsu yang tidak masuk akal. Shino
memperbaiki tatapannya pada Kiba, merasakan kecemasan yang dirasakannya dulu
masih ada dalam dirinya.
“Ap-apa?
Bukan itu yang kau katakan?” Kiba tampak kebingungan karena tatapan Shino
sesaat sebelum memulih, “Yah, lupakan detail kecil itu. Hadiah pernikahan jauh
lebih penting, kan?”
Kiba
menyeringai lebar hingga kaninusnya tampak. Shino merasa bahwa kemampuan Kiba
untuk mengubah mood dengan cepat tidak bagus, bahkan sangat buruk.
Saat itu
juga:
“Kau tahu,
Shino,” nada suara Kiba berubah. Angin kencang berhembus antara mereka berdua.
Kiba lanjut berbicara dengan ekspresi serius di wajahnya, “Aku senang karena
Kakashi-sensei menjadikan ini misi, bahkan aku bisa mengerti kalau
Kakashi-sensei dan yang lainnya hanya menyebut ini sebagai misi dalam bentuk
nama saja. Karena dia orang yang memiliki penilaian eksentrik. Tapi, bagiku,
aku benar-benar menganggap ini adalah sebuah misi, menurutku ini akan menjadi
misi terakhir untuk kita sebagai anggota Tim Delapan…”
Shino tidak
mengeluarkan suara setuju apapun, tatap tenang dan mendengarkan dalam diam.
“Kita
seperti diberikan misi terakhir.” Lanjut Kiba. “Sepertinya mungkin Kakashi-sensei
sudah mengatur ini secara khusus untuk tujuan itu? …Atau aku yang terlalu
berlebihan memikirkannya…”
Kiba
berhenti bicara dan mengalihkan pandangannya, tertawa karena merasa malu.
“Tidak, kau
tidak berlebihan memikirkannya…” Ucap Shino.
Shino sangat
mengerti perasaan Kiba hingga terasa menyakitkan. Itu karena dia juga merasakan
hal yang sama.
Hinata saat
ini sibuk mempersiapkan pernikahan. Kiba dan Shino menjalani banyak misi
sebagai chuunin, memimpin tim mereka sendiri. Mereka berempat tidak bisa
menjalani misi apapun sebagai Tim Delapan. Dan, kemungkinan besar, setelah ini
mereka akan—
“Misi
terakhir Tim Delapan untuk Hinata, huh…”
Tidak ada
orang lain yang akan dilibatkan. Ini adalah sesuatu yang hanya orang-orang yang
berada dalam tim mereka sejak mereka masih muda, yang melewati suka duka
bersama mereka yang akan mengerti.
Kiba dan
Shino, dan juga Akamaru… Inilah sesuatu yang benar-benar tidak bisa dilakukan
orang lain selain Tim Delapan.
Itulah
mengapa Shino mengirim Kikaichuu-nya terbang dan menginvestigasi keadaan
teman-teman mereka. Sehingga Shino dan Kiba bisa memberikan hadiah yang lebih
indah dibanding yang lain. Sehingga mereka bisa membuat Hinata senang.
“Jadi, apa
yang akan kita lakukan…?” Tanya Shino.
Kiba
terdiam. Dia menatap kosong tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Keheningan
terus berlanjut di antara mereka berdua, Akamaru masih terus bermain-main,
melolong sambil melihat Kiba.
Shino tidak
menoleransi keheningan Kina.
“Apa
sebenarnya kau belum memikirkan apapun?”
Kiba
mengangguk dalam diam.
Dia
mengatakan semua itu, tapi pada akhirnya dia tidak punya apapun selain rasa
antusiasnya. Seperti yang diperkirakan, Kiba akan selalu menjadi Kiba.
Kebiasaannya ini tidak pernah berubah sejak dulu.
“Untuk
sekarang, kita harus memikirkan apa yang Hinata sukai. Tidak boleh yang tidak
disukainya. Alasannya adalah jika kita memberikannya sesuatu yang, contohnya,
ternyata tidak disukainya di hari pernikahan yang ditunggu-tunggunya,
suasananya akan jadi buruk.”
Mereka telah
melalui banyak misi bersama Hinata bertahun-tahun. Cukup untuk mengatakan
mereka adalah teman yang ‘makan dari tempat yang sama’. Tidak diragukan lagi
bahwa mereka lebih mengetahui apa yang disukai Hinata.
“Yang
disukai Hinata adala, yah, ada zenzai…” Ujar Kiba.
Shino
memikirkannya. Benar bahwa Hinata sangat menyukai sup yang terbuat dari kacang
merah Azuki itu, kapanpun mereka beristirahat saat latihan atau berhenti di
kedai teh saat misi, mata Hinata akan berbinar jika dia melihat zenzai.
“Dan
kemudian…yeah, oshibana (seni menata bunga kering).” Ujar Kiba, “Dia sangat
suka membuat oshibana. Ya ampun, dia punya hobi yang sederhana sekali.”
Zenzai dan
oshibana…keduanya tidak bisa jadi hadiah pernikahan. Kalau dipikir-pikir, apa
ada orang di dunia ini yang menjadikan sup sebagai hadiah pernikahan?
Shino
menguras otaknya.
“Ah, tunggu,
benar juga. Naruto, dia sangat suka makan ramen, kan?” Ucap Kiba tiba-tiba.
“Ya,” ucap
Shino. “Dia sering sekali makan ramen, kan?”
“Dan, kau
tahu,” ucap Kiba, “Ini sesuatu yang mengejutkan yang tidak semua orang tahu,
tapi, Naruto sangat menyukai oshiruko.*”
“Oh, jadi
begitu? Sekarang karena kau mengatakannya. Aku sebelumnya pernah melihatnya
makan sup itu dari kaleng.”
“Benar kan?
Ada yang lebih mengejutkan dari itu. Naruto punya hobi menyiram tanaman. Dan
bukan hanya menyiram tanaman.” Kiba memasang ekspresi gembira sambil
mengecilkan suaranya, berbisik. “Naruto, dia suka berbicara pada tanaman itu
sambil menyiramnya. Tentu saja ketika hanya dia yang ada di kamarnya. Akamaru
dan aku sedang berjalan-jalan di depan rumahnya saat tidak sengaja
mendengarnya, berbicara pada tanaman yang sedang disiramnya. Dia punya sisi
yang aneh ya, berbicara pada tanaman. Ya kan, Akamaru?”
Akamaru
mengonggong keras sebagai jawabannya, Shino tidak mengerti apa yang dikatakan
Akamaru, tapi dia tahu kalau itu artinya ‘Tepat sekali!’.
“Itu sangat
tidak biasa.” Ucap Shino. “Berbicara pada serangga itu normal, tapi bicara pada
tanaman… Mungkin dia merasa sangat bosan, tapi ada kemungkinan lain… baiklah,
untuk lebih pastinya lebih baik kita pergi dan melihat situasi itu sendiri…”
Dia melipat tanggannya dan mengangguk.
Naruto
memang punya sisi aneh dalam dirinya, kalau dipikir-pikir, dulu Naruto bahkan
bermain poker dengan kage bunshin-nya sendiri. Yah itu yang terjadi kalau kau
tidak bermain dengannya, pikir Shino.
“Tapi kau
tahu tidak,” ujar Kiba, “Kalau dipikir lagi, itu cukup menakjubkan.”
“…Apanya?”
“Kau tahu,
hal-hal yang mereka suka. Seperti zenzai dan oshiruko*? Dan oshibana untuk
mengawetkan tanaman, dan menyiramnya untuk merawatnya, hal seperti itu.
Bagaimanapun kau melihatnya, hobi dan hal-hal yang mereka sukai itu tampak sejenis,
iya kan?”
“Begitu, kau
benar soal itu. Tapi Kiba…”
“Mmm? Apa?”
“Yang paling
penting itu hadiah pernikahannya…”
“Ah, yeah.
Apa yang harus kita lakukan…?”
Keheningan
menyelimuti untuk kedua kalinya. Kiba duduk, melamun sambil membelai Akamaru.
Shino berdiri seperti biasa memandang bebatuan di tanah.
“Kalau
begitu…ayo kita tanya orang lain…”
Saat ini
Kiba-lah yang tidak bisa menahan keheningan itu.
“Yang lain
juga saling bertanya, kan?” Ujar Kiba, ”Ayo kita lakukan itu juga…yeah?”
Kemana Kiba
yang sangat antusias membicarakan misi terakhir Tim Delapan tadi pergi?
Itulah yang
dipikirkan Shino sambil memandang semut yang berbaris melewati kakinya.
Dia memikirkan
itu, tapi dia tidak mengatakannya, karena Kiba sudah memberinya ide yang lebih
baik.
“Kurasa kita
tidak punya pilihan lain selain berkonsultasi dengan seseorang…”
“Baiklah!
Jadi, siapa yang mau kita tanya? Ayahmu? Kalau ibu dan kakakku, tidak akan
bisa, kau tahu? Mereka sangat berbeda dengan Hinata.” Ucap Kiba, beranjak
berdiri.
Astaga, dia
tidak sabaran.
“Ada
seseorang yang sangat cocok untuk misi terakhir Tim Delapan.” Ucap Shino. “Jika
kau tanya siapa, maka orang itu adalah–”
“Aku tahu
siapa yang kau maksud! Baiklah, ayo Akamaru!”
Kiba
langsung mengerti apa yang Shino maksud sebelum dia menyelesaikan perkataannya.
Dia langsung berlari dengan Akamaru. Kedua sosok itu perlahan mengecil dari
kejauhan.
Dia tidak
punya sedikitpun ketenangan dalam dirinya…
Pikir Shino,
dan mulai berjalan mengejar Kiba.
⁰â‚’⁰
Saat Shino
akhirnya tiba di tempat yang mereka tuju, Kiba dan Akamaru sudah disana seperti
berada di rumah sendiri.
Akamaru
tengkurap di karpet, dan Kiba tenggelam dengan nyamannya di sofa.
Shino masuk
dengan tenang.
“Oh hey, kau
terlambat.” Ucap Kiba, memegang cangkir teh.
Kiba duduk
terlalu santai, seperti duduk di rumahnya sendiri. Ya ampun, kata ‘menahan
diri’ ternyata benar-benar asing bagi otak Kiba.
“Kau terlalu
santai, Kiba.” Ucap Shino, perlahan duduk.
Saat dia
melakukan itu, seorang balita datang berlari dari ruangan lain, dan melempar
tubuhnya ke Akamaru.
“Akakiba!
Akakiba!” Ucapnya, menarik telinga Akamaru.
Akamaru
memiringkan lehernya, tampak terganggu, tapi kemudian berbaring lagi dan
membiarkan anak itu melanjutkan apa yang dilakukannya.
“Aku terus
bilang padamu, aku Kiba, dan dia Akamaru.” Ucap kiba dengan penekanan.
Sepertinya mereka sudah berkali-kali mengulang pembicaraan ini.
Anak itu
menjerit senang, menikmati apa yang dilakukannya dan tertawa. “Akakiba dan
Kibamaru!”
“Sekarang
kau malah mencampur-adukkannya huh… Yaampun, Mirai…”
Anak itu
bernama Sarutobi Mirai. Dia adalah putri mendiang Sarutobi Asuma.
“Kenapa kau
seperti ini…? Apa karena warna bulu Akamaru itu putih, jadi kau bingung…?”
Gumam Kiba, memberikan tatapan serius pada Mirai, yang menenggelamkan wajahnya
senang ke tubuh Akamaru.
Benar bahwa
Akamaru sangat berbeda dengan namanya, bulunya berwarna putih. Kiba menamainya
‘Akamaru’ karena setelah memakan pil spesial yang Kiba buat, Akamaru akan
diselimuti darah dalam pertarungan.
Namun, Shino
merasa bahwa warna bulu Akamaru tidak terlalu berhubungan dengan ini.
Alasan yang
dipikirkannya adalah karena Kiba dan Akamaru sering bermain dengan Mirai.
Jika Mirai
tidak sering melihat mereka, maka akan normal baginya untuk tidak mengingat
nama mereka, tapi tidak dengan Kiba dan Akamaru. Dan karena itu, Mirai
mencampur-campurkan nama mereka.
Kemungkinan
besar karena Kiba dan Akamaru sangat dekat dan sering bersama makanya Mirai
melakukan itu. Sebenarnya, Shino benar-benar berharap bahwa itu alasannya.
“Tampaknya
dia masih tidak mengingat perbedaan kalian meskipun kalian sering kesini dan
bermain dengannya.” Shino tidak bermaksud mengucapkan kata-kata itu, tapi
kata-kata itu keluar dengan sendirinya.
Kiba
menopang kepalanya sedih. “Itu tidak masalah.” Gumamnya.
“Anak kecil sering
melakukan itu.”
“Itu paman
serangga!” Ucap Mirai tiba-tiba, menunjuk Shino.
Shino
merasakan sakit yang menjalar, dan Kiba yang tadinya menopang kepala tidak
bersemangat, langsung tertawa keras.
“A..aku
kakak serangga…” Ucap Shino, tidak bisa menyembunyikan getaran dalam suaranya.
“Alasannya adalah karena aku masih terlalu mud–”
“Aku sudah
dengar apa yang terjadi dari Kiba.” Sebuah suara muncul di belakangnya.
Shino
menolehkan kepalanya untuk melihat wanita berambut hitam berkilau. Ibu Mirai,
Sarutobi Kurenai yang datang membawa teh dan beberapa makanan.
Dia sudah
melewati masa hamil dan melahirkan, dan sekarang dia lebih mengurus rumah dan
anaknya, namun bagi Kiba dan Shino dan Hinata, dia tetap menjadi guru mereka
yang membimbing Tim Delapan.
Shino dan
Kiba berpikir jika mereka ingin bertanya tentang misi terakhir Tim Delapan pada
seseorang, maka orang itu adalah dia, Itulah kenapa mereka datang kemari. Tapi…
“Hadiah
untuk Hinata, huh…” Ucap Kurenai, meletakkan piring –penuh snack– di atas meja
dan duduk.
“Tapi daripada aku, bukannya lebih baik bertanya pada Hanabi?”
“Tidak, yah,
maksudku iya sih, tapi….” Gumam Kiba, tangannya berhenti dari kegiatan
mengambil snack favoritnya, beef jerky (seperti dendeng kering).
Hanabi
adalah adik perempuan Hinata. Dibandingkan Hinata yang biasa saja dan tidak
terlalu fashionable, Hanabi jauh lebih fashionable dan seleranya sangat bagus.
“Kami rasa
lebih baik untuk…tidak melibatkan anggota keluarga…” Kiba mencoba bicara sopan
dengan canggung, tidak seperti cara bicaranya yang biasa.
Belakangan
ini, Kiba mencoba untuk berbicara lebih sopan pada Kurenai. Alasannya adalah
dia sadar bahwa kau tidak bisa berbicara dengan gurumu seperti kau berbicara
dengan sahabat lamamu.
“Da-dan
kemudian, tentu saja, yah…kami…tidak dekat…dengannya.” Kiba tergagap.
Meskipun
mereka sudah beberapa kali datang ke kediaman Hyuuga untuk bertemu Hinata dan
sejenisnya, baik Kiba maupun Shino tidak pernah bertemu dengan Hanabi selain
pada kesempatan itu. Rasanya aneh kalau tabi-tiba saja detang dan berkonsultaso
dengannya tentang hadiah pernikahan, ditambah lagi, seperti yang dikatakan
Kiba, jika mereka melibatkan anggota keluarga Hinata, maka ada kemungkinan
pembicaraan itu akan sampai ke telinga Hinata.
“Hmm, kau
benar…” Kurenai melipat tangannya dan berpikir.
Sementara
itu, Kiba akhirnya mendaratkan tangannya pada beef jerky-nya, mengunyahnya
sambil bergumam “Perasaan saat kau mengunyahnya itu sangat
penting…perasaannya…” seolah-olah itu adalah mantra.
Ada alasan
lain kenapa Kiba jadi begitu kecewa saat persoalan Hanabi disebut-sebut, Shino
tahu sedikit soal itu, Kejadian itu terjadi saat mereka diberitahu kabar
mengejutkan tentang kemungkinan bulan jatuh.
⁰â‚’⁰
Memori
tentang saat-saat itu adalah ketika meteor menghujani bumi yang rasanya seperti
hari terakhir kehidupan mereka masih segar di ingatan Shino. Sebagian besar
desa kini sudah diperbaiki, kau bisa melihat luka yang ditinggalkan masih
membekas, tidak peduli sudah berapa bulan ataupun tahun berlalu, kau tidak akan
bisa menggantikan pepohonan yang dihancurkan oleh meteor, atau kawah meteor
yang diakibatkannya.
Shinobi
dikumpulkan untuk melindungi desa dari hujan meteor, dan di tengah itu, sebuah
tim dibentuk untuk menyelamatkan Hanabi, yang diculik oleh dalang peristiwa
itu.
Sebuah tim
yang dibentuk untuk menemukan persembunyian orang itu dan juga menyelamatkan
Hanabi.
Misi seperti
itu adalah keahlian Kiba, karena dia adalah pengguna ninken yang memiliki penciuman
yang sangat hebat. Dia penuh dengan rasa percaya diri, mengatakan bahwa
kemungkinan besar dia akan dipilih karena hubungannya dengan Hinata sebagai Tim
Delapan.
Tapi, nama
Kiba tidak tertulis dalam daftar orang-orang yang dipilih dalam misi itu.
Kiba menjadi
sangat murung karena itu.
“Kenapa aku
tidak ada…? Kalau itu aku, aku bisa langsung menemukan Hanabi… Aku pasti bisa
membantu… aku benar-benar ingin menemukan persembunyian orang yang menjijikkan
itu dan mengalahkan dia dengan jutsu baruku… Aku ingin membantu menghentikan
bulan yang jatuh…”
Sampai
sekarang, Shino masih mengingat jelas gerutuan Kiba yang tidak berujung itu.
“Sudah…sudah…”
Kiba bergumam putus asa, dan Shino teringat untuk mengatakan ini padanya,
“Yah,
dunia mungkin akan segera berakhir…”
Kenapa dia
mengingat itu? Mungkin karena Kiba mengabaikan soal itu.
Namun, Shino
merasa bahwa Kakashi-sensei memilih tim yang benar untuk misi itu.
Kakashi-sensei
adalah Rokudaime Hokage, dan harus membuat keputusan sambil memikirkan nyawa orang
lain, jadi daripada meletakkan Kiba di tim penyelamatan Hanabi, dia meletakkan
Kiba di tim penyelamatan di desa. Misi Kiba adalah menemukan orang-orang yang
terkubur dalam puing-puing bangunan yang runtuh akibat serangan meteor.
Itu adalah
misi penting karena hanya dapat dilakukan oleh kemampuan penciuman Kiba dan
Akamaru.
Dan Shino
juga masuk dalam tim penyelamatan bersama Kiba. Itu karena serangga-serangganya
bisa masuk ke puing-puing yang tidak bisa dimasuki anjing. Sambil Shino dan
Kiba mengelilingi desa dengan menunggangi Akamaru, mereka berhasil
menyelamatkan banyak orang yang tidak sempat menyelamatkan diri sebelum meteor
jatuh.
Dan kemudian
Kiba tidak beristirahat di tempat pengungsian, malah dia tetap berada di luar
untuk menolong orang-orang yang masih percaya hari esok akan datang, shinobi
desa begitu juga dengan pemiliki Ichiraku ramen, Teuchi yang sedang menyiapkan
bahan-bahan untuk ramennya besok. Dia bahkan berkoar-koar tentang bagaimana
meteor menuju ke kedai itu, dan menghancurkan meteor itu dengan jutsu barunya.
Dia mengerahkan usaha yang besar untuk misinya itu.
Sayangnya
bagi Kiba, yang melihat semua kerja kerasnya itu hanyalah Shino yang selalu
berada di sampingnya, dan Shino tidak pernah memberitahu apa yang terjadi hari
itu pada siapapun. Shino merasa bahwa perbuatan baik seperti itu bukanlah hal
yang harus dipamerkan.
⁰â‚’⁰
Shino
memperhatikan Kiba yang menggigit beef jerky nya asal-asalan.
Shino
berpikir kemungkinan Kiba teringat memori pahit saat dia tidak dipilih dalam
misi penyelamatan Hanabi ketika dia mendengar nama itu.
Namun, Shino
tahu.
Dia tau ketika
sangat dibutuhkan, Kiba adalah pria yang bisa dipecaya. Dia tahu bahwa Kiba
telah mengelilingi desa bersama Akamaru dan menyelamatkan nyawa banyak orang.
Dia tahu bahwa Kiba bahkan melindungi Ichiraku Ramen ketika sedang berada
disana.
Hanya Shino
yang mengetahui hal itu.
Tidak
apa-apa kan? Meskipun Shino tidak benar-benar bisa mendengar nama jutsu baru
yang digunakan Kiba karena suara meteor yang berjatuhan terlalu keras, tapi
tetap saja, tidak apa-apa kan membiarkan semuanya seperti itu?
“Ahh, dibanding
teh, aku lebih suka minum shouchuu…” Gumam Kurenai, membawa beberapa snack ke
mulutnya.
Kurenai
terkenal menyukai alkohol sejak dulu. Di atas itu semua, dia menyukai minuman
yang berat, dan banyak meminum minuman itu, dia adalah peminum berat.
Tidak
mungkin bagi Shino membayangkan untuk menjadikan minum alkohol sebagai hobi
karena dia tidak pernah menyentuh alkohol setetespun.
Alkohol itu
tidak baik. Membuat serangganya keracunan. Shino menghindari apapun yang baunya
kuat. Baik makanan, minuman, atau bahkan obat-obatan, jika baunya sangat kuat
atau komposisinya memiliki pengaruh kuat, maka itu akan mempengaruhi
serangga-serangganya. Bagi pengguna serangga, itu adalah situasi
hidup-atau-mati. Karena itulah Shino suka memakan makanan yang lunak bagi manusia
maupun serangga, seperti salad.
“Ah,
sebenarnya, ngomong-ngomong soal alkohol, apa kau tahu tentang cerita ini?”
Ucap Kurenai, mengalihkan pandangannya dari Mirai dan Akamaru ke Shino dan
Kiba,
“Dulu, Klan Senjuu biasanya memberikan wine madu sebagai hadiah
pernikahan.”
“Senjuu?
Kurasa aku pernah dengar nama itu dalam kelas sejarah…” Kiba memiringkan
kepalanya bingung, menarik-narik jenggotnya.
Shino
menggeleng-gelengkan kepalanya kesal.
“Shodai dan
Nidaime Hokage.” Ujar Shino.
“Ah, yeah!
Tidak, tentu saja aku tahu itu!” Ucap Kiba.
Kurenai
tersenyum melihat mereka.
“Melihat
kalian berbicara seperti itu mengingatkanku pada masa lalu,” Ucap Shino.
Melihat
Kurenai tersenyum juga membuat Shino teringat masa lalu.
Sejujurnya,
Kurenai dulu merupakan guru yang sangat keras.
Keras
kepala…adalah kata yang terlalu kasar, tapi dia adalah pengguna genjutsu yang
sangat sensitif.
Dia sangat
sering menggunakan genjutsu yang memusingkan saat mereka latihan, dan bahkan
hanya mengingatnya membuat Shino mual, begitulah tingkat keparahannya. Tentu
saja, itulah cara Kurenai menunjukkan kasih sayangnya, dan itulah yang
menguatkan anggota Tim Delapan, tapi tetap saja, pasti orang lain meragukan
bagaimana bisa orang seperti itu melunak setelah menjadi seorang ibu.
“Lihatlah
bagaimana kau berpikir dengan jenggot, dulu wajahmu itu sangat mulus dan
licin.” Ucap Kurenai, tersenyum lebar sambil mencubit pipi Kiba dengan kedua
tangan.
“Owwww,
towong bewhwenti Kuwenai-senswee…!”
Kurenai
terlihat begitu terhibur.
Mungkin dia
tidak benar-benar melunak.
“Jadi,
sensei, bagaimana cerita wine madu dari Klan Senju tadi?”
Menolong
teman yang membutuhkan…bukanlah motivasi Shino. Dia hanya ingin mendengarkan
seluruh cerita itu.
“Ah, yeah.
Klan Senjuu, seperti namanya, mereka tinggal di hutan,” ucap Kurenai,
melepaskan pipi Kiba. Ada banyak beruang di hutan, kan? Dan kau bagaimana
beruang akan menghancurkan sarang lebah untuk mengambil madu di dalamnya, kan?
Orang-orang bilang bahwa wine madu itu berasal dari madu dalam sarang lebah
rusak itu yang tercampur dengan air hujan. Itu ditemukan sejak dulu oleh Klan
Senju yang tinggal di dalam hutan. Itu merupakan minuman yang menakjubkan bagi
mereka, minuman itu mengandung nutrisi madu dan membuat mereka bertenaga. Jadi,
sejak itu, membuat wine madu perlahan menjadi bagian dari budaya mereka.
“Kenapa
mereka memberikannya sebagai hadiah pernikahan?”
“Baiklah,
pertama, karena saat itu resep wine madu belum sempurna, jadi wine itu langka,
tapi yang paling penting, karena kandungan nutrisinya yang tinggi. Teorinya
adalah madu itu berlimpah, sehingga yang meminumnya akan mendapatkan
kesuburannya. Selain itu, karena fakta bahwa alkohol selalu digunakan dalam
perayaan sejak dulu.”
“Tapi,
Naruto itu tidak minum alkohol, kau tahu?”
“Naruto
lebih suka minum kuah sup dan oshiruko.”
Kurenai
menghela nafas saat Kiba dan Shino mengatakan itu. “Kebiasaan makan anak itu
sangat condong.”
Shino dan
Kiba bergidik mengingat saat mereka datang ke rumah Naruto, mereka menemukan
isi dapurnya hanya ramen. Belakangan ini Naruto mengatakan bahwa dia mulai
memakan sayuran, tapi nyatanya hanya sebatas beberapa tomat ceri.
“Bukannya
harusnya dia sudah mati sekarang?” Ujar Kiba, komentar yang wajar mengingat
Kiba adalah pemakan daging. Kau pasti berpikir bahwa Hinata harus melakukan
sesuatu.
“Tapi,
baiklah, bagaimanapun, wine madu bisa digunakan sebagai obat, dan untuk memasak
juga. Jika itu Hinata, dia pasti bisa menemukan manfaat wine madu itu. Selain
itu, Hinata mungkin tidak langsung menggunakannya. Bukannya ide yang indah dan
romantis baginya untuk membuka wine madu itu suatu hari dan mengingat-ngingat
kembali hari pernikahannya?”
“Aku
mengerti, kalu dipikir seperti itu, sebuah hadiah pernikahan yang disebutkan
dalam sejarah dan legenda merupakan hadiah yang terbaik.” Ujar Kiba,
“Dan yang
paling penting, itu merupakan sesuatu yang digunakan oleh klan pendiri Konoha.
Itu adalah hadiah yang cocok untuk kuberikan, sebagai calon Hokage.”
Kiba
mengangguk sambil memejamkan mata. Kemungkinan dia sedang membayangkan dirinya
menjadi Hokage di masa depan.
Shino, di
sisi lain, berpikir dalam diam. Ada sesuatu yang sedikit mengganggunya.
Wine madu
adalah ide yang mereka dapat dari pecinta alkohol, Kurenai-sensei. Shino dan
Kiba belum memikirkan pilihan mereka. Namun, tidak peduli seberapa Shino tidak
tertarik dengan alkohol, dia memiliki pemahaman dasar tentang berbagai jenis
alkohol yang dijual di toko ataupun bar di Konoha.
“Hey Shino,
ayo cepat kita pergi membelinya!”
Kiba sangat
bersemangat, tapi Shino merasa tidak pernah melihat wine madu di sekitar desa.
“Apa wine
seperti itu dijual?” Gumam Shino,
“Rasanya aku baru mendengar itu pertama
kalinya dalam hidupku…”
Kurenai
menjawab dengan ringan, “Itu tidak
dijual.”
“Huh?” Kiba
mengeluarkan suara seperti orang bodoh saat mendengar komentar Kurenai.
“Kalau itu
dijual, aku pasti sudah membelinya. Wine itu sangat langka di desa kita.”
“Uhm…la-lalu
apa yang harus kita lakukan?!”
“Wine madu
legendaris itu adalah wine yang hanya pernah kurasakan sekali, bertahun-tahun
yang lalu. Hanya itu yang bisa kukatakan.”
“Oh tidak…”
Wajah Kiba
terlihat seperti dunia akan segera berakhir. Nyatanya, Shino merasa Kiba
terlihat lebih buruk daripada saat bulan akan jatuh. Kiba benar-benar memiliki
ekspresi wajah yang tidak terhingga, pikir Shino sambil memperhatikan Kiba
dengan tabah.
“Wine madu
yang pernah kuminum itu diberikan oleh pedagang yang sedang mengembara. Rasanya
sangat enak, jadi aku bertanya padanya darimana dia mendapatkan wine itu.
Kurasa aku akan membelinya juga. Dan, apa kau tahu jawabannya?” Kurenai
berhenti sejenak, wajahnya berubah suram. “Dia bilang dia membelinya di
Soraku.”
“Maksudmu
para pedagang gelap itu…?!”
Soraku…sekelompok
pembelot yang tidak terjangkau oleh negara atau desa manapun. Orang-orang
mengatakan desa itu tampak seperti desa biasa yang tidak dilirik, tapi nyatanya
itu adalah kampung halaman dari sebuah klan pedagang gelap. Itu merupakan
tempat yang tidak memiliki rumor bagus, sejenis tempat dimana kau bisa
mendapatkan senjata langka yang dilarang dimanapun.
“Untuk lebih
akuratnya, pedagang itu mengatakan bahwa dia mendapatkan wine madu itu dari
peternak lebah yng tinggal di Soraku.”
“Jadi mereka
juga memiliki peternak lebah?”
“Yah para
pedagang gelap yang tinggal disana tidak bisa hidup hanya dengan senjata dan
uang, kau tahu, jadi disana pasti ada komunitas asli yang memasok kebutuhan
hidup.”
Karena
pedagang yang menjual wine madu itu dari Soraku dan mengunjungi Konoha, itu
artinya pasti ada cara untuk berkomunikasi dengan komunitas di Soraku.
“Aku tidak
berhasil menemukannya, tapi kalian Tim Delapan, ahli dalam memburu orang, kan?”
Ucap Kurenai dengan senyum jahilnya. Dia tampak cukup serius akan hal itu.
“Serahkan
saja pada kami,” ujar Kiba,
“Selama aku dan Shino dan Akamaru ada, itu akan jadi
hal yang sangat mudah!”
Kiba berdiri
setelah mengatakan itu, dan Akamaru yang sudah membiarkan Mirai melakukan
apapun yang diinginkannya sekarang juga berdiri tanpa komando dan pergi ke
sebelah Kiba.
Mirai
memperhatikan Akamaru yang meninggalkannya, dan berbicara dengan suara yang
menunjukkan betapa enggannya dia berpisah:
“Shinomaru
pergi?”
“Aku selalu
bilang padamu, dia Akamaru! Dan kalau dipikir lagi, kau benar-benar mencampur
nama kami sekarang, iya kan?!”
Shino
memperhatikan pemandangan biasa itu, saat Kurenai memintanya untuk
menghadapnya.
“Hey,Shino…”
Ucap Kurenai dengan suara yang sangat kecil agar yang lain tidak mendengar.
“Kiba tidak punya penilaian yang begitu bagus. Kau mengerti maksudku, kan?”
Shino
mengangguk diam, melihat mata Kurenai.
Saat kau
disana, belikan aku juga ya…!
Itulah pesan
Kurenai ingin sampaikan.
“Tidak
masalah.” Ucap Shino, kemudian pergi.
⁰â‚’⁰
Dari cabang
ke cabang. Mereka melompati hijaunya pepohonan.
Shino dan
Kiba, dan Akamaru, berangkat dari desa sebagai satu tim untuk mendapatkan
hadiah pernikahan Hinata. Secepat itu juga, mereka sudah memberikan jarak
sejauh satu gunung antara mereka dan Konoha.
Kiba
mengenakan jaket di luar rompi Konoha yang sudah sedikit diperbarui. Jaket itu
dibuat secara kasar dengan bulu di dalamnya. Shino mengenakan jubah panjang
favoritnya di luar rompinya, dan menaikkan tudung kepalanya.
Inilah
pakaian mereka untuk misi.
Dengan kata
lain, itu merupakan pakaian yang sangat cocok dengan Misi Akhir Tim Delapan.
Rompi Konoha
yang telah diperbarui tidak lagi memiliki saku ganda untuk gulungan di kedua
sisi dadanya, lebih mengutamakan kemudahan bergerak dibanding yang lain.
Yang lebih
mengejutkan adalah rompi itu lebih ringan dari yang lama, namun lebih tahan.
Hal yang tidak mungkin terpikirkan dulu. Itulah tanda perkembangan teknologi.
Membuatmu begitu menyadari bahwa waktu telah berlalu. Desa dan orang-orang dan
juga banyak hal, semuanya berubah satu persatu.
Memikirkan
bahwa dia telah mencapai usia dimana dia merasa bahwa waktu telah berubah
membuat Shino sedikit sedih, dan kemudian dia memikirkan tentang generasi
Konoha selanjutnya, yang membuatnya memikirkan Mirai. Yang membuatnya
memikirkan apa yang Mirai katakan.
“Apa aku…terlihat
setua itu…?” Ujar Shino tanpa berpikir.
Kiba melihat
dari balik bahunya. Akamaru telah berada si depan mereka, jadi hanya mereka
berdua yang melompati pepohonan. Jika dilihat sekilas, mereka seperti terbang
di udara. Mereka memilih metode transportasi ini daripada berlari di tanah
karena lebih cepat. Dalam setiap lompatan, sekeliling mereka mengabur dan
mereka sudah jauh meninggalkan yang di belakang mereka. Untuk sesaat, mereka
bergerak dalam keheningan, hingga Kiba menyadari apa yang Shino katakan.
“Oi, oi,
jangan terlalu terganggu dengan hal seperti itu.” Ucap Kiba dengan cengiran.
“Paman serangga.”
“Aku tidak
terganggu. Diamlah kau, Bakamaru [Baka: Bodoh].”
“Kibamaru!
Eh, bukan, bukan Kibamaru juga!”
Itulah topik
pembicaraan mereka sembari mereka melayang dari pohon ke pohon. Bau tanah dan
popohonan sangat kuat, dan serangga ada dimana-mana. Hari yang indah dengan
cuaca yang bagus. Sangat mengejutkan dan luar biasa, jauh lebih baik dari yang
diperkirakannya karena angin kencang semalam. Kupu-kupu cantik menari di
kedamaian pagi hari.
Setelah
beberapa saat hening, Shino membuka mulutnya lagi.
“Aku belum
setua itu untuk dipaggil paman, tapi kalau aku dipanggil begitu, kau seharusnya
juga, Kiba, karena kita teman sekelas yang seumuran…”
“Kau
benar-benar terganggu oleh itu!”
“Ya, itu
menggangguku. Kiba…apa aku benar-benar terlihat setua itu?”
Kiba
memberikan cengiran pad Shino yang terbuka terhadap perasaannya.
“Baiklah,
baiklah, lihat itu, dibandingkan saat kita masih anak-anak, kau jadi lebih
jujur.”
Cengiran
Kiba yang tahu segalanya membuat Shino jengkel.
Shino dengan
sengaja mengalihkan pandangannya saat dia mengatakan, “Aku menanyakanmu karena
kita sudah saling mengenal sejak lama. Jadi, apa ku terlihat setua it–”
“Kau
benar-benar serius ya! Menanyakan dua kali! Baiklah, aku mengerti. Kau
baik-baik saja! Kau terlihat sesuai dengan usiamu!” Kiba mengusap rambutnya,
suaranya menguat. “Kau lebih tinggi dariku, dan kau selalu diam dan mengenakan
kacamata hitam itu, jadi tentu saja kau terlihat dewasa! Jadi kalau dipikir
lagi, bagi anak sekecil itu, kita semua tampak tua!”
“Benarkah?
Jadi, tidak ada yang bermasalah denganku…?”
“Kau sangat
keras hati ya… lihat, kau seharusnya tidak menggunakan kacamata hitam itu lagi.
Kau akan terlihat sedikit lebih tampan. Bukan hanya sedikit, jelas-jelas jauh
lebih tampan dari wajah Naruto yang bodoh itu, jadi jangan khawatir!” Ucap Kiba
blak-blakan, kemudian dengan yakin menunjuk dirinya sendiri dengan ibu jari,
“Yah tentu saja kalau soal ketampanan, kau yang kedua setelah aku dan Akamaru.”
Setelah
Akamaru… Aku tidak mengerti, itu aneh…
Shino
menatap lekat-lekat ekor Akamaru yang ada jauh di depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar