Novel Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e Bahasa Indonesia Chapter 1 Volume 7 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Minggu, 28 Oktober 2018

Novel Youkoso Jitsuryoku Shijou Shugi no Kyoushitsu e Bahasa Indonesia Chapter 1 Volume 7


JEJAK LANGKAH DI ATAS SALJU
Terjemah oleh: AKEMI KAJITANI DAN DEVA ADHA


T/N: Gak yakin dengan arti judulnya :v

Pertengahan Desember sudah datang dan berlalu. Perubahan musim terjadi dengan cepat dan menjadi dingin membeku. Murid yang secara alami mulai memakai syal, sarung tangan dan kaus kaki panjang semakin banyak. Langit hari ini berawan berwarna abu-abu, hampir seperti salju.

Sekarang aku memikirkannya, aku tidak pernah benar-benar melihat salju sebelumnya. Tentu saja, aku pernah menontonnya di televisi dan di buku tapi aku tidak pernah benar-benar memegangnya dengan tanganku dan merasakannya dengan kulitku. Aku tidak tahu apa salju akan turun di sini tahun ini, tapi aku ingin mengalaminya. Setelah sekolah, di sudut Keyaki Mall, empat murid berkumpul di ruang di mana murid beristirahat dan pergi bersama urusan mereka masing-masing.

Mereka adalah anggota Kelas D. Sakura Airi, Hasebe Haruka, Yukimura Keisei, dan aku. Nama asli Keisei adalah Teruhiko tapi sesuai dengan keinginannya, kami memanggilnya Keisei.

Aku sudah terbiasa melihat wajah mereka hari ini. Kami bertemu secara tidak teratur, dua atau tiga kali setiap minggu untuk saling mengobrol tanpa ada maksud tersembunyi. Waktu yang kami habiskan bersama bergantung pada harinya, tapi kadang kami menghabiskan waktu sekitar dua jam bersama dan terkadang kami berpisah setelah setengah jam. 

Jika ada yang mau pulang di pertengahan jalan kau bebas melakukannya juga. Maksudku kami bukan orang-orang yang kaku, semuanya harus ikut sampai selesai. Tetapi sepulang sekolah di hari Jum’at kami sering menghabiskan waktu bersama lebih dari biasanya. Alasannya karena anggota ke-lima kami yang sekarang sedang tidak hadir, Miyake Akito, sedang menyelesaikan berbagai macam urusannya.

“Pada akhirnya, tidak ada satupun yang dikeluarkan dari sekolah. Kupikir Kelas C mungkin akan membuat pergerakan sekarang juga. Pertanyaan yang kita berikan juga tidak lah mudah.”

Keisei mengatakan itu dengan kebetulan pada saat beberapa murid perempuan dari Kelas C melewati kita.

“Kelas C sepertinya tidak terlihat lebih pintar dalam pelajaran daripada kita.”

Haruka membalasnya dengan cepat sambil bermain dengan HP-nya.
Lalu dia membuat sebuah pengumuman.

“Miyachi bilang dia sebentar lagi mau sampai di sini. Sepertinya dia baru saja pergi dari tempat ekskulnya.”

Tampaknya dia habis PM-an dengan orang yang sedang kami tunggu. Anggota satu satunya di kelompok kami yang mengikuti ekskul, Akito, yang tidak bisa bertemu langsung dengan kami sepulang sekolah.

“Tapi kita sudah berhasil melewati ujian itu jadi bukankah ini sesuatu yang melegakan...? Selain itu, ini juga bukan kabar yang bagus untuk didengar kalau seseorang dari kelas lain dikeluarkan.”

Airi yang tidak bisa menangani dengan baik hal yang kasar seperti ini, mengutarakan pendapatnya dengan jujur.

“Ya, tidak ada yang lebih baik dari bergaul dengan baik. Tetapi bukankah itu akan menjadi sulit dengan cara yang sekolah persiapkan? Untuk menuju ke kelas teratas yang berarti juga harus mengalahkan kelas yang lain.”

Terdengar kasar tetapi Haruka benar.

Keisei dengan jujur terkesan medengar perkataan itu.

“Tepat sekali. Aku mengerti yang ingin Airi katakan tetapi kalau kita tidak mengalahkan mereka maka kita juga yang akan kalah. Untuk menjadi pemenang di sekolah ini berarti mengorbankan tiga kelas lainnya. Kita tidak butuh menjadi korbannya.”

“Menurutku juga seperti itu .....”

Jawab Airi dengan sedih akan kata-kata kasar Keisei.

“Sebagai contoh, apakah benar tidak ada tipuan yang bisa kita gunakan? Seperti membuat semua poin kelas menjadi sama rata pada ujian kemarin? Dengan begitukan semua orang bisa senang dan kita semua bisa lulus sebagai kelas A. Siapa tahu hal seperti itu bisa saja terjadi.”

“Aku pikir itu ide yang bagus.”

“Sayangnya, menurutku itu hal yang mustahil.”

Membalas ide yang aneh dari Haruka, Akito bergabung dengan kami.

“Bagaimana kamu bisa mengatakan seperti itu?”

“Aku sebelumnya pernah mendengar percakapan tentang hal ini dari kakak kelas. Kalau saja setelah ujian akhir kita memiliki poin yang sama maka akan diadakan ujian spesial tambahan untuk menentukan peringkat kita.”

“Ujiannya seperti apa?”

“Nggak tahu. Setidaknya itu hanya rumor saja. Tampaknya kita tidak pernah mendapati situasi seperti itu dimana kelas yang berbeda berakhir dengan poin yang sama.”

Menurutku Akito juga tidak tahu untuk lebih detailnya lagi. Tetapi tidak salah lagi fakta bahwa ini merupakan informasi yang berguna.

“Sepertinya ini tidak semudah itu. Meskipun menurutku itu merupakan ide yang menarik.”

“Pada akhirnya, Aku rasa itu artinya hanya ada satu Kelas A.”

“Jadi, Miyachi, bagaimana dengan latihanmu hari ini?”

Haruka bertanya kepada Akito.

“Apanya yang bagaimana?”

“Hmm. Kayak gimana kamu menangani busurmu?”

“Biasa saja. Tidak ada yang luar biasa atau tidak memuaskan. Kalau kamu tidak tertarik dengan itu jangan nanya.”

“Bukankah itu baik-baik saja untuk melakukan percakapan sesama teman?”

“Kalau begitu menurutku itu berarti kamu setidaknya memiliki beberapa pengetahuan tentang memanah?”

Akito duduk sambil menyimpan kecurigaan.

“Ini bukan masalah pengetahuan atau semacamnya, kegiatan memanah itu hanya kompetisi dimana kamu harus mengenai target dengan panah saja kan?”

“Tidak, walaupun itu memang merupakan inti dari memanah..... sudahlah tidak usah dipikirkan.”

Akito mencoba untuk menjelaskannya secara detail tetapi kelihatannya dia menyerah untuk menjelaskannya.

“Bagaimana ya aku mengatakannya? Aku tidak pernah merasa tertarik dengan memanah sejak lahir. Makanya aku mau tahu kesalahan apa yang mendorongmu ke arah itu.”

Sepertinya Haruka berpikir mengambil jalan memanah adalah sebuah kesalahan.
Sebenarnya memanah itu bukan olahraga khusus yang mempesona tapi secara pribadi, aku tertarik. Tapi menurutku masih ada banyak murid yang belum pernah memegang busur sebelumnya.

“Oh iya, kalau dipikir-pikir, kenapa harus pemanah? Sekolah ini kan juga tidak terkenal karena pemanah atau semacamnya?”

Mendengar percakapan mereka berdua, sebuah pertanyaan dilontarkan oleh Keisei.

“Sewaktu SMP, kakak kelas yang bareng denganku adalah anggota pemanah. Karena dari itu menurutku sebaiknya aku masuk ke anggota pemanah juga. Hanya itu saja alasannya, tidak ada alasan yang khusus.”

“Pemicu untuk mulai melakukan sesuatu. Menurutku kurang lebih semacam itu.”
Airi juga, dengan diam-diam masuk ke dalam percakapan. Ini merupakan sesuatu hal yang semakin sering terlihat akhir-akhir ini dan sebuah pemandangan yang menyenangkan. Dan karena juga tidak ada orang yang terkejut akan hal ini atau yang menggodanya lagi yang membuat Airi juga bisa sedikit demi sedikit masuk ke dalam percakapan dengan alami.

“Airi, kamu punya kamera digital kan? Akhir-akhir ini lagi populer soalnya. Kalau aku lebih mengerti yang seperti itu.”

“Instagram ya, Hobi unik bagi perempuan. Kalau itu aku tidak begitu paham.”

Mungkin Keisei tidak bisa memahami hal semacam itu, soalnya dia mengatakannya lebih berkesan negatif akan hal itu.

“Hey, itu namanya deskriminasi seksual. Ada banyak juga kali laki-laki yang akhir-akhir ini melakukannya.”

“....yang benar? Walaupun begitu pendapatku itu ide yang buruk untuk menyebarkan informasi pribadi tentang dirimu seperti itu.”

“Kalau itu aku juga tidak begitu mengerti. Bagaimana denganmu, Kiyotaka? Apakah kamu juga melakukannya?”

“Tidak. Aku tidak begitu tahu dalam hal-hal semacam itu.”

Sejak sekolah ini melarang kontak dengan luar, hal-hal seperti SNS dan aplikasi pengirim pesan lainnya hanya akan terkoneksi dari satu murid ke murid yang lainnya saja. Kalau kamu puas dengan hal itu maka tidak ada alasan untuk kamu berbicara.

“Kiyopon sepertinya tidak terlihat orang yang suka melakukan hal-hal semacam itu. Sebaliknya, kalau kamu menggunakan Instagram maka kamu akan terlihat cupu. Pernah pergi ke pesta di kolam renang malam sambil membawa es krim dan terlihat imut...hmm?” (Aku bingun kenapa hanya Ayanokouji saja yang dipanggil nama aslinya walaupun sedikit berubah, padahal yang lain pake nama keluarga yang dirubah sedikit seperti ‘Yukimu’ sama ‘Miyachi’)

“Tidak.”

Aku dengan langsung membantahnya. Ini akan menjadi menyulitkan apabila orang semacam itu yang dia lihat dari aku selanjutnya.

“Kalau begitu bagaimana denganmu, apakah kamu menggunakannya? Maksudku Instagram.”

“Tidak pernah sama sekali. Soalnya merepotkan dan aku tidak begitu suka memperlihatkan diriku ke orang lain.”

“Aku setuju denganmu.”

Keisei menganggukkan kepala karena setuju dengan perkataan Haruka. Airi menjadi diam setelah mendengar perkataan itu dan dia terlihat seakan-akan menerima serangan yang kuat dari satu pukulan saja. Tampaknya Airi sudah berhenti melakukannya sekarang tetapi dia dulunya sering selfie dan meng-upload fotonya ke SNS sebagai hobinya.

“Hal seperti ini cukup populer di luar sekolah jadi ini bukanlah sesuatu hal yang aneh.”

Aku berusaha melindunginya. Tidak ada gunanya juga untuk membuat Airi menjadi depresi. Dia mungkin bermaksud untuk menyembunyikannya tetapi itu benar-benar terlihat jelas bagaimana dia bingung dengan komentarku hanya dari melihatnya sekilas saja.

Airi bereaksi ekspresif tiap kalinya bahkan untuk follow yang aku berikan tadi, jadinya Haruka dan yang lain langsung mengerti maksudku.

“Aku tahu kalau aku ini ketinggalan jaman dan sangat tidak modis, jadi aku tidak bisa keberatan sampai sebegitunya juga. Aku minta maaf ke semua kalau ada yang kebetulan menyukai Instagram.”

Haruka mengangkat tangannya dan meminta maaf.

“Hanya karena secara pribadi aku tidak menyukainya dan menolak sesuatu hal yang lagi populer memang benar-benar hal yang bodoh untuk dilakukan. Aku tidak memikirnya terlebih dahulu.”

Dan Keisei juga meminta maaf.

Terutama kepada Airi.

Airi mengelus dadanya dengan lega.

“Maaf sebelumnya karena telah mengganti topik pembicaraan, tapi ada sesuatu hal yang membuatku penasaran.”

Diskusinya baru saja selesai sedikit, Akito menyela.

Dia terdengar agak kesal dan berbicara sambil melihat ke sekelilingnya.
“Bukankah akhir-akhir ini kelas C terlihat aneh?”

“Kelas C? Meskipun mereka kumpulan yang aneh. Maksud kamu seperti apa?”

Haruka dengan rasa ingin tahu membungkuk kedepan dengan mata terbuka lebar.

Aku tahu apa yang ingin Akito ucapkan. Pasti tentang orang-orang yang beberapa hari ini mengikuti kami. Sepertinya Akito juga menyadarinya. Sampai sekarang, ada seorang laki-laki yang sedang bersembunyi sambil mengintip ke arah kami. Dia adalah Komiya, murid kelas C dan salah satu pengikut Ryuuen.

Tidak diragukan lagi dia yang bagian memantau kelompok kami. Tetapi ada sedikit jarak diantara kami dan walaupun jika kami bertanya kepadanya tidak akan ada bukti yang mengarah kalau dia sedang mengawasi kami.

Apabila dia bersikeras kalau ini hanyalah sebuah kebetulan saja maka kitalah yang tidak bisa berkata apa-apa. Sebaliknya, ada risiko bahwa kami yang malahan bisa dicap buruk kalau menghadapinya saat ini.

Alasan Akito tidak mengatakannya dengan nyaring adalah kemungkinan karena dia masih belum punya bukti yang kuat.

Yang lebih penting lagi, masalahnya ada orang lain yang bukan dari kelas C yang mengamati kelompok ini. Dan Akito belum menyadarinya.

“Pas sesi belajar kita yang kemarin ini, kelas C, mereka membuat kontak langsung dengan kita kan?”

Kejadian itu pada saat kita mengadakan sesi belajar untuk persiapan ujian tulis “Paper Shuffle”. Murid-murid dari kelas C muncul di depan umum seperti di kafeteria dan tiba-tiba menghampiri kelompok kami. Dan sejak saat itu sampai sekarang, gangguan itu berlanjut dalam bentuk membuntuti.

“Maksudmu Ryuuen-kun dan Shiina-san, kan? Jangan bilang kalau mereka masih melakukan hal semacam itu?”

“Iya. Walaupun kali ini orangnya yang berbeda. Hari ini, Ishizaki dan Komiya muncul di Klub Pemanah. Mereka bilang kalau mereka mau melihat-lihat jadi ya kakak kelas menerimanya, tetapi yang mereka lakukan adalah memelototi aku, selama aku ada di situ jadi susah bagiku untuk melakukan aktifitas.”

Ternyata begitu. Dengan kata lain, Komiya datang sampai ke sini mengikuti Akito. Alasan Ishizaki tidak berada di sini karena membuntuti dalam jumlah orang yang banyak bukan tugas yang cocok baginya. Sepertinya di sini Akito yang paling kesusahan dengan pengawasan dari Ryuuen.

“Bukankah mereka hanya tertarik pada Klubnya saja?”

Kata Airi, yang belum bisa memahami pola pikir Ryuuen.

“Kalau memang benar seperti itu ya bagus. Tapi rasanya tidak seperti itu.”

Sambil mengatakan hal itu bahunya terasa kaku, Akito menggerak-gerakkan lengannya. Setiap hari, pengulangan yang dilakukan Ryuuen menaruh tekanan kepada Akito dan terlebih lagi tekanannya lama kelamaan semakin bertambah.

Bukannya aku mau berbicara langsung dengannya tetapi aku seperti hampir bisa mendengar tawaan Ryuuen yang tanpa rasa takut. ‘Aku akan memburu’. Aku bisa merasakan semacam tekad yang kuat dari Ryuuen.

“Apakah mereka melakukan sesuatu? Seperti mengejek kamu atau pura-pura bersin pas kamu mau melepaskan panah untuk mengganggumu? Atau mungkin mereka melemparimu kerikil?”

“Tentu saja mereka tidak bisa melakukan hal semacam itu di depan kakak kelas dan pelatih. Setelah waktu latihan selesai, mereka juga pulang.”

Ini sudah jelas terlihat sejak waktu itu, walau aku sendiri tidak ada perubahan. Aku harus menganggap bahwa mereka juga telah menandai Karuizawa.

Ryuuen mungkin sudah mempersempit target yang dipilihnya termasuk aku di dalamnya. Kalau aku melakukan satu lagi hal penentu, mungkin dia bisa mempersempit targetnya ke diriku. Dan orang yang memegang hal penentu ini adalah ‘Karuizawa Kei’.

Tetapi fakta bahwa dia tidak langsung melakukannya merupakan bukti kalau dia telah berhati-hati memikirkan ini. Bahkan jika dia mencoba bertanya ke Karuizawa tentang keberadaanku, hal itu tidak akan membawanya kemana-mana.
Kalau begitu, aku ingin tahu bagaimana Ryuuen akan memenuhi puzzle bagian terakhir itu. Melihat dari pola pergerakkannya hingga sekarang, hal ini tidak begitu sulit untuk dibayangkan. Pertanyaannya adalah ‘Kapan’ hal itu akan terjadi.

Selagi aku berpikir tentang hal itu, Akito dan yang lain melanjutkan percakapan.

Keisei menarik kesimpulan mengenai kelas C yang mengganggu kami.

“Bukankah ini bersangkutan dengan perkembangan kelas D? Belum lama ini kita mendapatkan 0 poin setelah masuk ke sekolah ini, tetapi sekarang kita berada di posisi sekarang ini, dan tinggal sedikit lagi kita bisa menggapai punggung kelas C. Masih ada juga hasil dari ‘Paper Shuffle’ untuk dipertimbangkan, jadi kita mungkin sebenarnya sudah menjadi kelas C pada saat semester ke-3 nanti. Mereka pasti sedang kepanikkan.”

Keisei mencoba untuk menebak secara rasional alasan dibalik tindakan-tindakan yang kelas C lakukan.

“Seperti yang kamu katakan, itu benar. Mereka sekarang hampir tersusul oleh orang yang mereka ejek---.”

“Tapi...kita masih belum menyusul mereka, kan?”

Tanya Airi, mengingatkan kembali pengumuman untuk poin kelas, tetapi Keisei lalu menjawab.

“Iya. Poin kelas yang diumumkan pada awal desember adalah 262 poin untuk kelas D dan 542 poin untuk kelas C. Masih ada selisih 280 poin antara kelas kita dengan mereka.”

Pada saat ‘Paper Shuffle’, kami melawan secara langsung dengan kelas C dan menang. Sebagai hasilnya, kami berhasil meningkatkan poin kelas kami dengan cemerlangnya. 100 poin dari kelas C pindah ke kelas D sehingga kami mendapatkan total 200 poin.

Dan sekarang selisih poinnya tinggal 80 poin.

Tetap saja, kelas C masih berada di atas kami kalau begini. Akan tetapi--- sebuah kecelakaan yang tidak berhubungan dengan ujian terjadi pada saat ujian di kelas C.

“Sepertinya kelas C melakukan pelanggaran yang serius. Walaupun mereka tidak mengumumkan detail pelanggarannya tetapi mereka mendapatkan hukuman yang berat, yaitu diambilnya 100 poin kelas dari mereka.”

Baru-baru ini, aku ingat mendapatkan sebuah penjelasan umum mengenai hal itu dari sekolah.

“Aku ingin tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan hingga menimbulkan kehebohan yang besar. Walaupun hal ini benar-benar kelakuan kelas C banget.”

Haruka mengatakannya dengan kesal tetapi cukup disayangkan, kelas D tidak mampu untuk menertawakan kelas lain. Meski ujian, kami kehilangan 1000 poin kelas sebulan setelah masuk.

“Terlepas dari alasannya, akibat dari kesalahan mereka sendirilah yang sangat penting. Kalau begini akhirnya setelah liburan musim dingin kemungkinan besar kita akan dinaikkan ke kelas C.”

Keisei menyimpulkannya tanpa sombong.

“Apakah itu alasannya Miyachi terlibat?”

“Tidak ada yang bilang itu bukan alasannya.”

Dari sudut pandang Ryuuen, sebagai orang yang mengatur kelas C, penurunan tingkat bukan hal yang menyenangkan. Untuk menemukan beberapa kelemahan dari kelas D agar dia bisa tetap berada posisinya saat ini, adalah hal yang ingin dia lakukan sekarang. Apabila memang seperti itu, maka dia konsisten dengan tindakannya.

Semua orang yang ada di sini, kecuali aku, menyimpulkan hal itu.

“Perubahan kelas adalah masalah sekolah ini yang tidak bisa sepenuhnya dihindari, tetapi aku merasa ini merupakan sesuatu yang tidak sering terjadi. Kalau begitu, perkembangan kelas D setelah terguling jauh yang menjadi alasan yang cukup untuk membuat kelas C panik dan ini sudah wajar kalau mereka mencoba untuk mencari tahu alasan dibalik perkembangan kelas kita.”

“Meskipun berperilaku yang sok-sokan selama ini, Ryuuen-kun tetaplah seorang ketua. Dia akan sepenuhnya kehilangan muka.”

“Begitu. Aku rasa keputusasaan mereka sangat dimengerti.”

Akito mungkin merasa puas dengan membayangkan sosok Ryuuen yang frustasi dengan harga dirinya yang tercabik-cabik dan dia setuju akan hal itu.

“Tetapi kita tidak begitu banyak perubahan, bukan? Rasanya seperti tanpa disadari selisihnya menyusut. Mengapa bisa begitu? Apa hanya karena kesalahan dari kelas C saja?”

Kebanyakan murid dari kelas kami tidak tahu pertarungan yang terjadi di balik layar dan hanya langsung mengerjakan ujian. Sangat dimengerti sekali bahwa mereka tidak akan bisa untuk memahami alasan selisihnya menyusut.

“Kalau kita ngebahas tentang kelas D, kita menang dari kelas-kelas lainnya saat ujian di pulau. Kita dikalahkan oleh Ryuuen saat ujian Zodiak tetapi kita kembali menang saat Paper Shuffle kemarin. Dibandingkan dengan kelas C yang telah mengabaikan poin kelas mereka, iya kan?”

“Juga pas di pulau, mereka dengan cepat menghabiskan semua poin alokasi mereka.”

“Dengan kata lain... apakah kelas C menghancurkan diri mereka sendiri?”

“Memang bisa terlihat seperti itu. Mereka juga kali ini melanggar peraturan yang cukup menghancurkan diri mereka sendiri.”

Ujian spesial yang diadakan di pulau tak berpenghuni bersamaan dengan dimulainya liburan musim panas. Masing-masing kelas sama rata diberikan 300 poin yang digunakan untuk melewati ujian ini dan kami diharuskan untuk menyelesaikan ujian dengan menggunakan poin tersebut selama satu minggu. Dan berapapun poin yang tersisa diakhir ujian nanti akan ditambahkan kedalam poin kelas. Semua kelas, termasuk kelas D, melakukan sebisa mereka untuk menyimpan poin sebanyak yang mereka bisa kumpulkan, tetapi seperti yang Haruka katakan, kelas C terlalu cepat menghabiskan 300 poin itu.

“Bukankah itu alasannya mengapa kelas kita bisa menjembatani selisih yang banyak itu?”

Di sana terdapat likukan-likukan dan belokan-belokan di sepanjang jalan, tetapi kelas D berhasil mengumpulkan hingga 225 poin.

“Itu memang benar tapi kita tidak tau apakah mereka mengimbanginya atau tidak. Setelah mereka menghabiskan semua pembelanjaan mereka, kelas C terlihat menikmati liburan mereka. Aku jadi begitu iri dengan mereka yang tidak harus melalui semua itu.”

“Omong kosong. Ryuuen itu selalu sembrono...bukan, dia itu belum dewasa yang pikirannya hanya melakukan hal yang orang pada umumnya tidak lakukan yang membuatnya keren. Maka dari itu tidak ada gunanya kalau kelasnya kalah.”

Menyimpan poin kelas agar bisa naik ke kelas A. Dari sudut pandang Keisei, yang memiliki kemauan yang kuat, membuang poin kelas begitu saja bisa terlihat seperti orang yang bodoh lakukan.

Tetapi tidak juga Ryuuen membuang alokasi poin tanpa alasan pada saat di pulau.
Faktanya, meskipun sudah menghabiskan semua poinnya, dia menyerahkan semua barang yang tersisa seperti toilet dan tenda ke kelas A. Aku tidak bisa membayangkan dia mau memberikan semua itu secara cuma cuma.

Dengan kata lain, dia pasti sudah mendapatkan sesuatu sebagai ganti untuk kehilangan poin. Tentu saja, tidak mungkin dia menerima sesuatu yang tak berwujud seperti kepercayaan atau persahabatan. Sesuatu yang bisa dia dapatkan sebagai ganti untuk poin kelas. Itu pasti berupa poin pribadi. Ada sedikit murid yang sadar akan hal ini dan Keisei sepertinya belum mengerti akan hal ini.

“Kalian yang jadi laki-laki enak ya. Bukankah begitu, Airi?”

“I-iya. Itu benar. Ada banyak perempuan yang kesusahan karena hal itu. Aku rasa kalau telat sedikit saja aku juga akan kesusahan....”

Airi mengatakan dengan muka yang tersipu. Ujian di pulau memang membuat perempuan kesulitan sampai pada batas tertentu tetapi walaupun begitu aku yakin mereka jauh lebih kesulit dibandingkan dengan laki-laki.

“Kenapa kalau telat sedikit lagi jadi kesusahan?”

Keisei, orang yang tidak mengetahui hal utama mengenai masalah perempuan,  melihat ke arah Airi dengan cara yang aneh.

“K-Karena.”

Airi, yang tidak bisa mengatakannya bahwa itu mengenai ‘datang bulan’, memalingkan pandangan matanya. Haruka, yang melihat situasi saat ini, memberi Keisei sedikit kata-kata yang kasar.

“Bagaimana aku harus mengatakannya ya, Yukimu~. Bagian dirimu yang tidak peduli itu bisa di bilang menggemaskan tapi pada saat seperti ini, setidaknya kamu harus membaca situasi? Ya semacam itu pokoknya.”

“...Maksud kamu apa?”

Terlepas dari apapun dia hanya tidak bijaksana atau benar-benar tidak tahu, Akito dengan lembut menepuk bahu Keisei.

“Artinya setiap orang punya masalahnya masing-masing.”

“Aku masih belum paham. Maksudnya ‘Masalahnya masing-masing’ itu apa?”

Keisei, orang yang tidak bisa membaca situasi, mencoba untuk mempelajari lebih dalam soal wanita. Lalu Akito mengubah topik pembicaraan.

“Kelas D menang berkat Horikita yang mengetahui strategi riskan milik Ryuuen, iya kan? Jika tidak ada yang menyadari hal itu maka ada kemungkinan besar kelas D tidak terlindungi lagi, kan?”

Aku mengangguk dan memberi jawaban yang jujur ke Akito yang mencoba memastikan hal itu.

“Kalau hal itu sampai terjadi, maka situasi saat ini tidak akan terjadi.”

“Mereka berpesta selama di pulau dan tetap menginginkan hadiahnya juga ya? Dan mereka juga membuatnya terlihat telah mengundurkan diri. Tapi mengapa Ryuuen-kun yang harus tetap tinggal di pulau itu? Dia kan ketua kelas C. Bukankah sebaiknya untuk meninggalkan orang yang tidak dicurigai?”

Haruka tidak sepenuhnya salah. Namun, hal ini juga berlaku bagi semua kelas. Orang yang paling mencolok sebagai ketua adalah sesuatu hal yang semua orang akan pertimbangkan pertama kali, tetapi sejak orang lain mulai berpikir ‘sebaiknya jangan menaruh ketua kepada orang yang terlihat mencolok’, wajar sekali orang lain menjadi ragu kalau ketua yang dipilih ternyata adalah orang yang mencolok.

Pertama, tidak ada orang yang bisa memastikan Ryuuen sebagai ketuanya kecuali kalau mereka yakin bahwa dia tetap tinggal di pulau.

Dan walaupun mereka bisa memastikan bahwa dia tetap tinggal, masih ada sedikit kemungkinan dia ditunjuk menjadi ketua. Karena bisa saja masih ada murid kelas C yang tidak mencolok bersembunyi. Kemungkinan itu juga tidak bisa dikesampingkan.

Karena dalam ujian ini harga yang dibayar karena membuat kesalahan lebih besar dibandingkan dengan hadiah yang didapat. Akhirnya, kalau tidak memiliki bukti yang kuat, maka tidak ada orang yang bisa menunjuk orang lain itu dengan tepat.

“Hey, Kiyotaka. Mengapa kamu tidak memberitahu kita informasi apa saja yang kamu dapat dari Horikita?”

Tanya Keisei dengan ekspresi serius.

“Maksudmu apa?”

“Aku mau tahu apa yang Ryuuen pikirkan dan apa rencana yang sedang dilakukannya. Mengingat apa yang telah terjadi di festival olahraga dan saat Paper Shuffle, kita harus bersatu sebagai kelas.”

“Aku juga. Rasanya tidak enak kalau aku harus dibuntuti terus oleh Ishizaki dan yang satunya lagi.”

Sepertinya mereka mulai menyadari bahwa kerjasama merupakan hal yang paling penting. Begitu pula dengan Akito dan Haruka, yang biasanya tidak banyak memperhatikan masalah kelas, sekarang memiliki pendapat yang sama.

“Ini hanya kabar angin saja tapi...”

Sebelum aku memutuskan untuk memanggil Horikita, Keisei mengatakan ini.
“Tidak apa-apa walaupun hanya kabar angin.”

Mereka berempat mengarah ke aku bersamaan. Aku merasakan semacam tekanan yang aneh menuju ke arahku.

“Baiklah. Tapi aku tidak tanggung jawab kalau ada yang salah-salah.”

Setelah menambahkan kata-kati itu, aku menjelaskan dari awal kejadian yang ada di pulau tak berpenghuni yang aku alami bersama Horikita dan anggota lainnya. Tentu saja, aku yang membuat semua kejadian itu tapi secara umum itu semua merupakan hasil pemikiran Horikita sendiri.

Tentang Ryuuen yang menggunakan radio sambil bersembunyi di pulau untuk berkomunikasi dengan mata-matanya. Ibuki yang tidak hanya sendirian saja dan kemungkinan ada mata-mata kelas C lainnya yang juga berada di kelas lain. Lalu tentang bagaimana Ryuuen mulai terobsesi dengan Horikita sejak ujian di kapal pesiar.

Aku juga memberitahu mereka tentang bagaimana Ryuuen bisa mengetahui cara memenangkan ujian di kapal pesiar.

Tentu saja, aku tidak memberi tahu mereka seberapa jelasnya Ryuuen berencana untuk menghancurkan Horikita pada saat festival olahraga dan aku tetap diam mengenai pengkhianatan yang dilakukan Kushida.

“Aku rasa kurang lebih itu intinya. Sisanya seperti yang sudah kebanyakan kalian ketahui, Keisei.”

Setelah mendapatkan beberapa informasi baru itu, Keisei menyilangkan kedua tangannya sambil tenggelam dalam pikirannya.

“Pertanyaannya adalah, seperti yang dikatakan Haruka, mengapa Ryuuen sengaja tetap tinggal di pulau itu?”

“Menurut Horikita, karena dia tidak percaya kepada siapapun. Itu yang paling memungkinkan. Untuk mengumpulkan informasi dari kelas lain dan membuat kesimpulan dari semua itu sangat susah untuk dibebankan ke murid yang lain.”

Kemampuan untuk mengendalikan mata-mata dan membuat kesimpulan-kesimpulan dari informasi yang diterima. Ketahanan dan kekuatan untuk bisa menetap di pulau untuk beberapa hari hanya dengan kebutuhan pokok saja. Aku tidak akan mengatakannya di sini tetapi orang itu pasti ada hubungan dengan kelas A dan mampu untuk bekerjasama dengan mereka.

Mengingat semua hal itu, ini memang bukan pernyataan yang berlebihan karena orang yang sanggup menetap di pulau dan menjalankan rencana ini hanya Ryuuen sendiri.

Kalau penulisan nama ketua dilakukan setelah semua murid berkumpul maka dia tidak akan memilih rencana ini. Namun, kami diharuskan menulis nama-nama ketua setelah absen sehari sebelum ujian berakhir. Dengan kata lain, penulisan dilakukan sebelum semua kelas berkumpul.

Itu pasti alasan utama dia memilih rencana ini.

“Seperti yang bisa diharapkan dari Horikita.... Aku tidak bisa berpikir sampai sejauh itu. Aku sudah angkat tangan untuk menebak ketua-ketua dari kelas yang lain dan aku juga berhenti untuk menyembunyikan situasi.”

Keisei dan yang lainnya membayangkannya.

“Bukankah itu bisa dimengerti? Masalah makanan dan kesehatan, buku manual yang terbakar dan pakaian dalam yang tercuri. Kelas D dalam kekacauan. Kita tidak mampu menyebunyikannya dari kelas lain.”

Akito mengingat kejadian-kejadian yang terjadi pada saat di pulau itu. Keisei juga mengingat kenangan-kenangan yang tidak menyenangkan itu.

“Kalau melihat kembali kebelakang, kita benar-benar kesusahan waktu itu.”

“Tapi hebat sekali ya Horikita-san. Dia bisa mengetahui semua hal itu pada saat ujian itu juga.”
Airi memuji Horikita seperti dia mengaguminya dengan jujur.
“Sekarang aku bisa mengerti mengapa Horikita-san menjadi targetnya. Soalnya dia sudah mengetahui rencana Ryuuen-kun.”
“Sebagai buktinya, sampai sekarang mereka masih mengganggu kita juga.”

Aku tidak akan menyangkalnya tapi sebaiknya aku akan memberitahu ke mereka kebenarannya. Jadi aku menambahkannya.

“Bahkan tampaknya pada saat ujian zodiak, ada perkelahian antar orang di sesama kelompok.”

“Aku bisa mengerti saat di pulau dan kapal pesiar, tetapi mengapa akhir-akhir ini Ryuuen dan anak buahnya ikut campur dengan anak kelas D yang lainnya. Mereka sampai harus datang ke tempat klub pemanah untuk memeriksaku. Bukankah itu tidak wajar?”

Meskipun Horikita yang dijadikan target, pertanyaan-pertanyaan ini bisa dimengerti.

“Mereka mungkin sedang mencoba untuk mencari tahu kelemahan kelas D. Karena daripada Horikita yang tidak memiliki kelemahan sama sekali jadinya mereka sekarang mencoba menghancurkan yang ada disekitarnya.”

“Oh begitu. Hal itu memungkinkan juga...”

Aku ingin tahu kalau ini berarti Keisei dan yang lain berhasil mengerti alasan di balik tindakan-tindakan dari Ryuuen.

“Seperti yang diharapkan dari pacarnya Kiyopon.”

Haruka mengolok-olok aku, meskipun sedang terkesan.

“Jangan seenaknya membuat dia menjadi pacarku.”

“B-Betul itu. Aku rasa kamu bersikap kasar ke Kiyotaka-kun.”

“Ahaha. Maaf, maaf.”

Aku langsung saja dan menambahkan ini, tapi ini juga kasar terhadap Horikita. Memasangkan dia dengan orang seperti diriku.

Walaupun ini hanya sebuah kesalahpahaman saja, Sudou bisa saja marah kalau dia sampai mendengar hal ini.

“Kamu juga suka sama dia kan walaupun dia bukan pacarmu? Atau jangan-jangan kamu sudah jadian sama perempuan yang lain.”

“Aku tidak mennyukainya dan aku juga belum punya pacar.”

“Oh begitu. Itu berarti kita semua akan men-jomblo di akhir tahun ini.”

“Jomblo?”

“Lah iyakan. Sebentar lagi kan mau Natalan.”

Bisik Haruka yang sambil duduk di kursi depan Keyaki Mall.

Tentu saja, hiasan-hiasan yang dipajang hampir membuatmu berpikir kalau ini bukan fasilitas dari sekolah. Sesekali murid-murid yang terlihat seperti berpasangan melewati kami.

“Hari Natal tidak seperti hari spesial kan? Itu hari yang seperti hari biasanya.”
“Kalau itukan bagi kamu saja, Yukimu~. Tapi hal itu menyusahkan bagi kita yang perempuan.“

“B-Bermunculannya rumor.....”

“Betul, betul. Kayak siapa pacaran dengan siapa dan siapa yang tidak pacaran dengan siapa. Atau siapa yang menghabiskan malam bersama dan siapa yang sendirian? Dan walaupun kamu jomblo karena kemauanmu, mereka pasti akan melihatmu seperti orang yang terlihat menyedihkan.”

“...kita kan baru kelas 1 SMA. Belajar adalah prioritas kita.”

“Jangan-jangan kamu membayangkannya ya? Mukamu merah soalnya.”

“Berisik.”

“Btw, jus mangganya terlalu manis. Mau nyoba?”

Akito membuat ekspresi mau muntah dan mendorongkan minumannya ke aku.

“Tapi ini enak juga kok.”

Haruka terlihat terkejut seperti dia tidak mempercayainya.

“Ngomong-ngomong, Aku pribadi berpikir nanti akan ada banyak hal yang terjadi di kelas D akhir liburan musim dingin ini.”

“Itu...Apakah itu mengenai siapa yang akan berpacaran dengan siapa?”

Airi secara ingin tahu dia bertanya ke Haruka.

“Mungkin, kalau ada laki-laki dan perempuan yang jadian maka ada juga yang putus. Banyak hal yang terjadi pada saat Natal.”

Haruka mengangguk berulang kali seperti dia sudah pernah melihat banyak pasangan yang seperti itu sebelumnya.

“Kesampingkan masalah pasangan. Memangnya ada yang mau putus? Sekarang satu-satunya  pasangan yang ada di kelas D hanya Hirata dan Karuizawa, kan?”

Sambil memegang lehernya, Akito mengatakan hal itu. Mungkin kemanisan dari jus mangga nyangkut di tenggorokannya. Ngomong-ngomong, sekarang aku sedang meminum jus mangga juga dan rasanya sangat manis.

“Hal itu bukan masalahnya. Pasangan yang tak terduga bisa saja terbentuk tanpa kamu sadari, Miyachi. Percintaan itu tidak dibatasi dengan kelas. Kalau ada perempuan yang kamu sukai, kamu harus bergerak cepat sebelum orang lain mencurinya darimu.”

“Sayangnya, memanah adalah satu-satunya kekasih yang aku butuhkan.”

“Kamu juga tidak begitu bersemangat dalam hal itu. Nggak keren tahu---.”

“...diam aja.”

Akito memalingkan matanya dengan lihai meskipun dia sedikit malu dengan hal itu.

Memangnya begitu? Kami sudah mendekati hari Natal, bukan? Karena aku tidak sedikitpun akrab dengan hal ini, semua ini terdengar seperti di dunia yang berbeda denganku.

“Bagaimanapun juga, aku punya ekskulku. Aku juga tidak akan beristirahat selama liburan musim dingin. Ceritanya akan berbeda kalau aku mempunyai pacar tetapi untuk saat ini aku tidak berencana untuk mendapatkan pacar.”

“Kalau begitu, maksudmu kamu pingin punya pacar?”

Gayanya seperti sedang meng-interview, sambil berpura-pura memegang mike di tangannya, Haruka menginterogasi Akito.

“Aku tidak bermaksud membuat keributan seperti Ike dan yang lainnya tapi ini sama kan untuk keduanya laki-laki dan perempuan?”

Sepertinya yang ingin dikatakan Akito adalah tidak banyak orang yang tidak tertarik dalam percintaan.

“...ya, aku juga tidak mau mengelaknya selama aku juga mendapatkan pria yang ideal. Yukimu~ sepertinya menolak urusan percintaan, tapi apa yang akan kamu lakukan kalau kamu bertemu dengan perempuan yang menyukaimu, Yukimu~?”

“Apa yang harus aku lakukan... ya tergantung dari hubungan antara aku dengan orang itu. Ya semacam itu.”

“Hmm. Jadi kamu tidak akan mengencaninya hanya karena dia imut. Oh begitu rupanya. Kamu serius banget orangnya.”

“Diam saja.”

Dua laki-laki telah terlempar karena godaan Haruka.

“Kiyotaka-kun, k-kamu ada rencana tidak hari Natal nanti?”

Mendadak sekali, Airi bertanya ke aku yang sedang berada di sampingnya.

“Uwa. Airi, kamu mau ngajak jalan Kiyopon? Berani sekali~.”

“B-Bukan, bukan begitu maksudku! Bukan begitu maksudnya, mengerti!?”

“Maksudku, bukannya memang begitu? Kiyopon kan barusan saja bilang kalau dia tidak punya pacar.”

“Bukan begitu, maksud aku, aku mau tau apa rencanamu. Aku ingin tahu apa yang kamu lakukan saat kamu menghabiskan hari Natal sendirian.”

Kalau pasangan pastinya akan pergi berkencan sekali atau dua kali. Tapi aku ingin tahu bagaimana seorang diri akan menghabiskan waktu di hari itu.

“Oh iya, benar juga ya. Kalau Miyachi ada kegiatan di ekskulnya, tapi apa yang Yukimu~ mau lakukan?”

“Aku akan belajar. Kalau kita naik ke kelas C saat semester 3 kita bukan menjadi orang yang mengejar saja, kita juga butuh mempertahankan posisi. Selama masih ada banyak murid di kelas kita yang tidak begitu pintar, aku ingin memastikan kita tetap berada di depan walaupun itu hanya dalam ujian-ujian tulis.”

Orang yang tepat berada di tempat yang tepat. Sepertinya dia ingin berkontribusi di bidang yang paling ia kuasai. Kelihatannya dia tumbuh percaya diri dalam dirinya setelah membantu Haruka dan Akito belajar.

“Aku rasa aku tidak bisa menaruh segitu banyak usaha dalam belajar. Aku akan menyerahkannya kepadamu, Keisei.”

“Kamu boleh menyerahkannya kepadaku tapi kalau kita lulus sebagai kelas A, kamu yang akan kena akibatnya kalau kamu tidak menaruh usaha di jalur apa yang akan kamu lalui.”

Keisei menegur Akito karena naik ke kelas A saja tidak lah cukup.

“Aku rasa kamu benar. Kalau aku tidak meningkatkan kemampuanku, aku sendiri yang akan rugi.”

“Tapi bukan kah itu mengurangi jumlah kelulusan sebagai kelas A?”

Meskipun dimengerti, dari sudut pandang Akito, hal itu meningkatkan ketidakpuasannya. Di saat kamu lulus sebagai kelas A, semua orang harus sudah memiliki kemampuannya masing-masing sesuai dengan kelasnya. Walaupun aku belum bisa mengatakan sesuatu tentang hal ini. Aku ingin tahu apakah itu merupakan anggapan yang sekolah ini tuju.

“Dan bagaimana denganmu Kiyopon, orang yang sedang Airi tertarik? Apakah kamu akan sendirian di hari Natal nanti?”

“Itu benar. Tidak ada yang spesial di hari itu. Aku rasa aku hanya akan mengurung diri di dalam kamar.”

“Natal hanyalah hari libur seperti biasa, iyakan?”

Upacara penutupan pada tanggal 22 Desenber. Hari Natal sebentar lagi.
“Fu...fufu.”

Airi diam-diam mulai tertawa karena menonton kami. Dia berusaha mati-matian untuk menahan tawanya tapi dia tidak berhasil.

“Apa ada yang aneh?”

“M-Maaf. Aku hanya...senang jadinya aku ketawa.”

“Kamu senang jadinya kamu ketawa?”

Haruka dan yang lain memiringkan kepalanya seperti orang yang sedang tidak memahaminya. Tanpa aku sadari, air mata semakin menumpuk di mata Airi.

“Aku belum pernah merasa sesenang ini sebelumnya. Saat ini aku sangat bahagia.”

Airi mengungkapkan perasaan jujur yang telah bertumpuk di dalam dirinya.

“Meskipun ini hanya obrolan yang tak berarti.”

“Itu saja sudah cukup. Karena aku ingin mengobrol dengan semua orang seperti ini.”

“Aku tidak begitu paham tapi baiklah kalau begitu. Aku juga senang.”

Haruka menyimpulkan seperti itu. Lalu topiknya berganti sekali lagi.

“Kitakan sudah sampai di sini. Bagaiman kalau makan malam bareng di sini saja?”

Tidak ada yang keberatan dan kami memutuskan untuk bergerak sebagai kelompok. Lalu aku berbicara ke mereka.

“Aku mau pergi ke toilet dulu. Gimana kalau kalian duluan saja?”

“Kalau begitu kita tunggu aja dulu di sini.”

“Tidak usah, ini sudah jam segini pastinya akan rame. Biar lebih efisien pergi duluan dan antre. Tolong jagain tempatku juga.”

Mereka berempat terlihat yakin dan menuju ke Restoran Keyaki Mall. Hanya Airi yang membuat keadaan saat ini berkembang, dia menjadi mampu bertindak sendiri tanpa aku ada di sana. Setelah menyimpulkan hal itu aku pergi ke toilet, Komiya mengikuti Akito dan yang lain.

Setelah melihat mereka termasuk Komiya pergi, aku mulai berjalan ke arah yang berlawanan dengan toilet. Dan aku mendekati seorang perempuan yang sedang sendiri duduk di tempat kami tadi berbincang-bincang.

“Bolehkah aku meminta waktunya sebentar?”

Aku memanggil perempuan yang sedang duduk di satu kursi itu. Dia adalah Kamuro murid kelas A. Dia sedang bermain dengan HP-nya dan sepertinya tidak sadar akan kehadiranku, dia menjadi terlihat kaku dan tidak bergerak sedikitpun.
“Aku berbicara denganmu.”

Aku mengatakan lagi ke dia.

“...aku?Ada apa?”

Melihat ke atas, dia membuat seolah-olah dia baru saja sadar akan kehadiranku. Aku mengambil sedikit langkah maju dan duduk di satu kursi yang berbeda. Sebuah suasana yang berduri menetap diantara kita.

“Akhir-akhir ini kamu membuntutiku. Apakah kamu ada keperluan denganku?”

“Hah? Ngomong apa sih kamu?”

“Di jalan ke arah pulang setelah sekolah kemarin. Keyaki Mall dua hari yang lalu. Keyaki Mall empat hari yang lalu. Pas pulang sekolah enam hari yang lalu. Pulang sekolah tujuh hari yang lalu. Jumlah yang cukup banyak untuk disebut sebuah kebetulan, bukankah begitu?”

Aku menghidupkan layar HP-ku dan mengarahkannya ke perempuan itu lalu ku geser layarnya untuk memperlihatkan foto-foto.

“Itu kan, tetapi kapan...”

Aku diam-diam memotret dia yang sedang membuntutiku.

“Sebagai seseorang yang membuntutiku, kamu tidak bisa melihat ke arahku pada saat aku melihat ke arahmu. Sangat dimengerti sekali bahwa kamu tidak menyadariku yang sedang memotret kamu dari jendela itu.”(aku juga tidak tau maksudnya ‘memotret kamu dari jendela itu’, dalam bahasa inggrisnya ‘snapping photos of you in that window’)

“Memangnya kenapa kalau aku membuntutimu? Punya masalah?”

“Tidak juga. Aku juga tidak sedang dalam bahaya dengan hal itu atau apapun. Aku tidak benar-benar berencana memintamu untuk berhenti.”

“Benar sekali, kan? Ini hanya sebuah kebetulan.”

“Tapi bagaimana menurutmu kalau bosmu mengetahui hal ini?”

“Bos? Kamu ngomong apa sih? Kebanyakan nonton film ya?”

“Kalau begitu aku akan melaporkan ini ke Sakayanagi. Bahwa kamu tidak cocok untuk membuntuti orang.”

“...tunggu sebentar.”

Selagi aku sedang menaruh tanganku di sandaran tangan dan mau berdiri dari kursi, Kamuro menghentikanku. Hanya dari sikap itu sendiri, aku bisa mengetahui kalau dia sangat tidak senang dengan keadaan ini.

“Kamu cukup setia kepada Sakayanagi. Hari demi hari kamu mengikutiku dalam jangka waktu yang cukup lama dan kamu tetap melakukan tugasmu dengan sebaik-baiknya. Kalian berdua pasti sangat akrab.”

“Kamu pasti bercandakan. Tidak mungkin aku benar-benar ingin mematuhi orang kayak dia.”

“Tidak perlu berbohong. Buktinya, kamu menghabiskan masa sekolahmu yang berharga dengan melakukan sesuatu yang membosankan seperti membuntuti orang. Itu sesuatu hal yang hanya dilakukan karena kepercayaan dan rasa hormat ke Sakayanagi.”

“Tentu saja bukan. Aku akan memotong semua hubungan dengannya kalau aku bisa.”

Mengatakan dengan intens akan hal itu, Kamuro terlihat jengkel.

“Lalu mengapa kamu mematuhi perintah Sakayanagi?”

“Itu bukan urusanmu.”

“Kalau kamu tidak mau mengatakannya dengan niat yang baik berarti dia sedang memegang kelemahanmu.”

“....maksud kamu apa?”

“Aku akan melaporkan penguntit yang ceroboh ini ke Sakayanagi. Jika aku melakukan hal itu, ketidak mampuanmu untuk bertindak sebagai kaki tangannya akan terbongkar dan kelemahanmu yang dia pegang saat ini bisa mempengaruhimu nantinya.”

“Jadi kamu mengancamku. Kamu mengancamku juga.”

‘Juga’ ya? Sepertinya Sakayanagi tidak hanya menggunakan Kamuro, dia juga memegang beberapa kelemahan dari perempuan ini. Aku hanya bertanya kepadanya sebuah pokok pertanyaan tapi tak kusangka dia akan tertarik pancinganku dengan semudah ini.

“Ada apa denganmu? Bukankah ini aneh Sakayanagi menargetkanmu?”

“Tidak tahu. Aku tidak mengerti sama sekali.”

Sepertinya Kamuro tidak begitu tahu niat Sakayanagi yang sebenarnya. Setidaknya aku telah menemukan satu jawaban yang pasti.

“Kamu orang yang Ryuuen anak Kelas D cari, iya kan? Hanya itu kemungkinan yang bisa terpikirkan.”

“Terus apa yang mau kamu lakukan?”

Aku tidak mengelaknya. Lagipula Sakayanagi sudah tahu tentang masa laluku, jadi tidak ada gunanya untuk mengelak.

“Kamu mengancam aku tapi kalau aku mau, aku juga bisa memberi tahunya ke Ryuuen.”

“Kupikir aku yang sudah mengancammu tapi ternyata kamu malah balik mengancamku juga? Bagaimana kalau begini.”

Aku mengajukan sebuah usulan.

“Kamu bebas membuntutiku kapan saja. Aku tidak akan membahasnya lagi. Dan aku juga tidak akan memberitahukannya ke Sakayanagi. Sebagai gantinya, Kamu tidak akan memberi tahukannya ke siapapun selain Sakayanagi tentang diriku.”

“’Give and Take’, ya?”

“Aku rasa itu bukan tawaran yang buruk.”

“....baiklah kalau begitu. Lagipula aku juga tidak tertarik dengan Ryuuen.”

Kelihatannya Kamuro setuju, lalu dia mengangguk dan berdiri dari kursinya.
“Aku akan balik sekarang. Aku sudah capek.”

Dengan mengatakan itu, Kamuro langsung pergi menuju pintu keluar Keyaki Mall.
“Sepertinya kelemahan yang di pegang cukup merepotkan baginya.”

Yang penting dengan begini gangguan yang ceroboh tidak akan muncul lagi.


Sepertinya untuk saat ini, aku harus menyelesaikan hal ini. Identitasku yang bocor ke Tangan Ryuuen oleh sumber yang tak terduga. Dan sepertinya perasaan waswas ini telah terpadamkan.

23 komentar:

  1. pertamax, kenapa lanjut ke volume 7?

    BalasHapus
  2. Gile bener nih ayanokouji,udah kya peramal aja😆

    BalasHapus
  3. Sumpah ini adminnya gercep sangat
    terima kasih untuk translatenya

    BalasHapus
  4. Mungkin karena yang translate beda ya? Makanya ada keterangan, dia tidak tau kenapa ayanokoji sendiri yang di panggil dengan nama depan oleh Haruka,
    karena di vol 6 chapter 5 udah ada penjelasan kenapa Haruka memanggil ayanokoji dengan kiyopon. Sedikit tambahan aja

    BalasHapus
  5. Volume 6 ch 5 nya mana min.
    Belum diselesaikan

    BalasHapus
  6. Volume 6 ch 5 nya mana min, belum diselesaikan

    BalasHapus
  7. Min, blh minta urutan baca buat vol 7?? Saya bingung saat saya buka versi inggrisnya yg di pastebin

    BalasHapus
  8. Mantap min , lanjut terussss wkwk

    BalasHapus
  9. Adegan Ayanokoji pukul Ryuen itu epilog yakk nanti ???

    BalasHapus
  10. Adegan Ayanokoji pukul Ryuen nanti di Epilog yakk???

    BalasHapus
  11. Min lowongan translator masih adakah?saya pesan melalui fb tidak ada respon.

    BalasHapus
  12. Mungkin maksud window di situ adalah celah. Kata-kata bahasa inggris memiliki banyak arti.

    BalasHapus
  13. Mana nih lanjutannya yg ini plis jgn dilompat dong

    BalasHapus