JEJAK LANGKAH DI ATAS SALJU
Terjemah oleh: AKEMI KAJITANI DAN DEVA ADHA
T/N: Gak yakin dengan arti judulnya :v
Pertengahan Desember sudah datang dan
berlalu. Perubahan musim terjadi dengan cepat dan menjadi dingin membeku. Murid
yang secara alami mulai memakai syal, sarung tangan dan kaus kaki panjang
semakin banyak. Langit hari ini berawan berwarna abu-abu, hampir seperti salju.
Sekarang aku memikirkannya, aku tidak
pernah benar-benar melihat salju sebelumnya. Tentu saja, aku pernah menontonnya
di televisi dan di buku tapi aku tidak pernah benar-benar memegangnya dengan
tanganku dan merasakannya dengan kulitku. Aku tidak tahu apa salju akan turun
di sini tahun ini, tapi aku ingin mengalaminya. Setelah sekolah, di sudut
Keyaki Mall, empat murid berkumpul di ruang di mana murid beristirahat dan
pergi bersama urusan mereka masing-masing.
Mereka adalah anggota Kelas D. Sakura
Airi, Hasebe Haruka, Yukimura Keisei, dan aku. Nama asli Keisei adalah Teruhiko
tapi sesuai dengan keinginannya, kami memanggilnya Keisei.
Aku sudah terbiasa melihat wajah mereka hari ini. Kami bertemu secara
tidak teratur, dua atau tiga kali setiap minggu untuk saling mengobrol tanpa ada maksud tersembunyi. Waktu yang kami habiskan bersama bergantung pada harinya,
tapi kadang kami menghabiskan waktu sekitar dua jam bersama dan terkadang kami
berpisah setelah setengah jam.
Jika ada
yang mau pulang di pertengahan jalan kau bebas melakukannya juga. Maksudku kami
bukan orang-orang yang kaku, semuanya harus ikut sampai selesai. Tetapi sepulang
sekolah di hari Jum’at kami sering menghabiskan waktu bersama lebih dari
biasanya. Alasannya karena anggota ke-lima kami yang sekarang sedang tidak
hadir, Miyake Akito, sedang menyelesaikan berbagai macam urusannya.
“Pada
akhirnya, tidak ada satupun yang dikeluarkan dari sekolah. Kupikir Kelas C
mungkin akan membuat pergerakan sekarang juga. Pertanyaan yang kita berikan
juga tidak lah mudah.”
Keisei
mengatakan itu dengan kebetulan pada saat beberapa murid perempuan dari Kelas C
melewati kita.
“Kelas C
sepertinya tidak terlihat lebih pintar dalam pelajaran daripada kita.”
Haruka
membalasnya dengan cepat sambil bermain dengan HP-nya.
Lalu dia
membuat sebuah pengumuman.
“Miyachi
bilang dia sebentar lagi mau sampai di sini. Sepertinya dia baru saja pergi
dari tempat ekskulnya.”
Tampaknya
dia habis PM-an dengan orang yang sedang kami tunggu. Anggota satu satunya di
kelompok kami yang mengikuti ekskul, Akito, yang tidak bisa bertemu langsung
dengan kami sepulang sekolah.
“Tapi kita
sudah berhasil melewati ujian itu jadi bukankah ini sesuatu yang melegakan...?
Selain itu, ini juga bukan kabar yang bagus untuk didengar kalau seseorang dari
kelas lain dikeluarkan.”
Airi yang
tidak bisa menangani dengan baik hal yang kasar seperti ini, mengutarakan
pendapatnya dengan jujur.
“Ya,
tidak ada yang lebih baik dari bergaul dengan baik. Tetapi bukankah itu akan
menjadi sulit dengan cara yang sekolah persiapkan? Untuk menuju ke kelas
teratas yang berarti juga harus mengalahkan kelas yang lain.”
Terdengar
kasar tetapi Haruka benar.
Keisei
dengan jujur terkesan medengar perkataan itu.
“Tepat
sekali. Aku mengerti yang ingin Airi katakan tetapi kalau kita tidak
mengalahkan mereka maka kita juga yang akan kalah. Untuk menjadi pemenang di
sekolah ini berarti mengorbankan tiga kelas lainnya. Kita tidak butuh menjadi
korbannya.”
“Menurutku
juga seperti itu .....”
Jawab
Airi dengan sedih akan kata-kata kasar Keisei.
“Sebagai
contoh, apakah benar tidak ada tipuan yang bisa kita gunakan? Seperti membuat
semua poin kelas menjadi sama rata pada ujian kemarin? Dengan begitukan semua
orang bisa senang dan kita semua bisa lulus sebagai kelas A. Siapa tahu hal
seperti itu bisa saja terjadi.”
“Aku
pikir itu ide yang bagus.”
“Sayangnya,
menurutku itu hal yang mustahil.”
Membalas
ide yang aneh dari Haruka, Akito bergabung dengan kami.
“Bagaimana
kamu bisa mengatakan seperti itu?”
“Aku
sebelumnya pernah mendengar percakapan tentang hal ini dari kakak kelas. Kalau saja
setelah ujian akhir kita memiliki poin yang sama maka akan diadakan ujian
spesial tambahan untuk menentukan peringkat kita.”
“Ujiannya
seperti apa?”
“Nggak
tahu. Setidaknya itu hanya rumor saja. Tampaknya kita tidak pernah mendapati situasi
seperti itu dimana kelas yang berbeda berakhir dengan poin yang sama.”
Menurutku
Akito juga tidak tahu untuk lebih detailnya lagi. Tetapi tidak salah lagi fakta
bahwa ini merupakan informasi yang berguna.
“Sepertinya
ini tidak semudah itu. Meskipun menurutku itu merupakan ide yang menarik.”
“Pada
akhirnya, Aku rasa itu artinya hanya ada satu Kelas A.”
“Jadi,
Miyachi, bagaimana dengan latihanmu hari ini?”
Haruka
bertanya kepada Akito.
“Apanya
yang bagaimana?”
“Hmm.
Kayak gimana kamu menangani busurmu?”
“Biasa
saja. Tidak ada yang luar biasa atau tidak memuaskan. Kalau kamu tidak tertarik
dengan itu jangan nanya.”
“Bukankah
itu baik-baik saja untuk melakukan percakapan sesama teman?”
“Kalau
begitu menurutku itu berarti kamu setidaknya memiliki beberapa pengetahuan
tentang memanah?”
Akito
duduk sambil menyimpan kecurigaan.
“Ini
bukan masalah pengetahuan atau semacamnya, kegiatan memanah itu hanya kompetisi
dimana kamu harus mengenai target dengan panah saja kan?”
“Tidak,
walaupun itu memang merupakan inti dari memanah..... sudahlah tidak usah
dipikirkan.”
Akito
mencoba untuk menjelaskannya secara detail tetapi kelihatannya dia menyerah
untuk menjelaskannya.
“Bagaimana
ya aku mengatakannya? Aku tidak pernah merasa tertarik dengan memanah sejak
lahir. Makanya aku mau tahu kesalahan apa yang mendorongmu ke arah itu.”
Sepertinya
Haruka berpikir mengambil jalan memanah adalah sebuah kesalahan.
Sebenarnya
memanah itu bukan olahraga khusus yang mempesona tapi secara pribadi, aku
tertarik. Tapi menurutku masih ada banyak murid yang belum pernah memegang
busur sebelumnya.
“Oh iya,
kalau dipikir-pikir, kenapa harus pemanah? Sekolah ini kan juga tidak terkenal
karena pemanah atau semacamnya?”
Mendengar
percakapan mereka berdua, sebuah pertanyaan dilontarkan oleh Keisei.
“Sewaktu
SMP, kakak kelas yang bareng denganku adalah anggota pemanah. Karena dari itu
menurutku sebaiknya aku masuk ke anggota pemanah juga. Hanya itu saja
alasannya, tidak ada alasan yang khusus.”
“Pemicu
untuk mulai melakukan sesuatu. Menurutku kurang lebih semacam itu.”
Airi
juga, dengan diam-diam masuk ke dalam percakapan. Ini merupakan sesuatu hal
yang semakin sering terlihat akhir-akhir ini dan sebuah pemandangan yang
menyenangkan. Dan karena juga tidak ada orang yang terkejut akan hal ini atau
yang menggodanya lagi yang membuat Airi juga bisa sedikit demi sedikit masuk ke
dalam percakapan dengan alami.
“Airi,
kamu punya kamera digital kan? Akhir-akhir ini lagi populer soalnya. Kalau aku
lebih mengerti yang seperti itu.”
“Instagram
ya, Hobi unik bagi perempuan. Kalau itu aku tidak begitu paham.”
Mungkin
Keisei tidak bisa memahami hal semacam itu, soalnya dia mengatakannya lebih berkesan
negatif akan hal itu.
“Hey, itu
namanya deskriminasi seksual. Ada banyak juga kali laki-laki yang akhir-akhir
ini melakukannya.”
“....yang
benar? Walaupun begitu pendapatku itu ide yang buruk untuk menyebarkan
informasi pribadi tentang dirimu seperti itu.”
“Kalau
itu aku juga tidak begitu mengerti. Bagaimana denganmu, Kiyotaka? Apakah kamu
juga melakukannya?”
“Tidak.
Aku tidak begitu tahu dalam hal-hal semacam itu.”
Sejak
sekolah ini melarang kontak dengan luar, hal-hal seperti SNS dan aplikasi
pengirim pesan lainnya hanya akan terkoneksi dari satu murid ke murid yang
lainnya saja. Kalau kamu puas dengan hal itu maka tidak ada alasan untuk kamu berbicara.
“Kiyopon
sepertinya tidak terlihat orang yang suka melakukan hal-hal semacam itu.
Sebaliknya, kalau kamu menggunakan Instagram maka kamu akan terlihat cupu.
Pernah pergi ke pesta di kolam renang malam sambil membawa es krim dan terlihat
imut...hmm?” (Aku bingun kenapa hanya Ayanokouji saja yang dipanggil nama
aslinya walaupun sedikit berubah, padahal yang lain pake nama keluarga yang
dirubah sedikit seperti ‘Yukimu’ sama ‘Miyachi’)
“Tidak.”
Aku dengan
langsung membantahnya. Ini akan menjadi menyulitkan apabila orang semacam itu
yang dia lihat dari aku selanjutnya.
“Kalau
begitu bagaimana denganmu, apakah kamu menggunakannya? Maksudku Instagram.”
“Tidak
pernah sama sekali. Soalnya merepotkan dan aku tidak begitu suka memperlihatkan
diriku ke orang lain.”
“Aku
setuju denganmu.”
Keisei
menganggukkan kepala karena setuju dengan perkataan Haruka. Airi menjadi diam
setelah mendengar perkataan itu dan dia terlihat seakan-akan menerima serangan
yang kuat dari satu pukulan saja. Tampaknya Airi sudah berhenti melakukannya
sekarang tetapi dia dulunya sering selfie dan meng-upload fotonya ke SNS
sebagai hobinya.
“Hal
seperti ini cukup populer di luar sekolah jadi ini bukanlah sesuatu hal yang
aneh.”
Aku
berusaha melindunginya. Tidak ada gunanya juga untuk membuat Airi menjadi
depresi. Dia mungkin bermaksud untuk menyembunyikannya tetapi itu benar-benar
terlihat jelas bagaimana dia bingung dengan komentarku hanya dari melihatnya
sekilas saja.
Airi
bereaksi ekspresif tiap kalinya bahkan untuk follow yang aku berikan tadi, jadinya Haruka dan yang lain langsung
mengerti maksudku.
“Aku tahu
kalau aku ini ketinggalan jaman dan sangat tidak modis, jadi aku tidak bisa
keberatan sampai sebegitunya juga. Aku minta maaf ke semua kalau ada yang
kebetulan menyukai Instagram.”
Haruka
mengangkat tangannya dan meminta maaf.
“Hanya
karena secara pribadi aku tidak menyukainya dan menolak sesuatu hal yang lagi
populer memang benar-benar hal yang bodoh untuk dilakukan. Aku tidak memikirnya
terlebih dahulu.”
Dan
Keisei juga meminta maaf.
Terutama
kepada Airi.
Airi
mengelus dadanya dengan lega.
“Maaf sebelumnya
karena telah mengganti topik pembicaraan, tapi ada sesuatu hal yang membuatku penasaran.”
Diskusinya
baru saja selesai sedikit, Akito menyela.
Dia
terdengar agak kesal dan berbicara sambil melihat ke sekelilingnya.
“Bukankah
akhir-akhir ini kelas C terlihat aneh?”
“Kelas C?
Meskipun mereka kumpulan yang aneh. Maksud kamu seperti apa?”
Haruka
dengan rasa ingin tahu membungkuk kedepan dengan mata terbuka lebar.
Aku tahu
apa yang ingin Akito ucapkan. Pasti tentang orang-orang yang beberapa hari ini
mengikuti kami. Sepertinya Akito juga menyadarinya. Sampai sekarang, ada
seorang laki-laki yang sedang bersembunyi sambil mengintip ke arah kami. Dia
adalah Komiya, murid kelas C dan salah satu pengikut Ryuuen.
Tidak
diragukan lagi dia yang bagian memantau kelompok kami. Tetapi ada sedikit jarak
diantara kami dan walaupun jika kami bertanya kepadanya tidak akan ada bukti
yang mengarah kalau dia sedang mengawasi kami.
Apabila
dia bersikeras kalau ini hanyalah sebuah kebetulan saja maka kitalah yang tidak
bisa berkata apa-apa. Sebaliknya, ada risiko bahwa kami yang malahan bisa dicap
buruk kalau menghadapinya saat ini.
Alasan
Akito tidak mengatakannya dengan nyaring adalah kemungkinan karena dia masih
belum punya bukti yang kuat.
Yang lebih
penting lagi, masalahnya ada orang lain yang bukan dari kelas C yang mengamati
kelompok ini. Dan Akito belum menyadarinya.
“Pas sesi
belajar kita yang kemarin ini, kelas C, mereka membuat kontak langsung dengan
kita kan?”
Kejadian
itu pada saat kita mengadakan sesi belajar untuk persiapan ujian tulis “Paper
Shuffle”. Murid-murid dari kelas C muncul di depan umum seperti di kafeteria
dan tiba-tiba menghampiri kelompok kami. Dan sejak saat itu sampai sekarang, gangguan
itu berlanjut dalam bentuk membuntuti.
“Maksudmu
Ryuuen-kun dan Shiina-san, kan? Jangan bilang kalau mereka masih melakukan hal
semacam itu?”
“Iya.
Walaupun kali ini orangnya yang berbeda. Hari ini, Ishizaki dan Komiya muncul
di Klub Pemanah. Mereka bilang kalau mereka mau melihat-lihat jadi ya kakak
kelas menerimanya, tetapi yang mereka lakukan adalah memelototi aku, selama aku
ada di situ jadi susah bagiku untuk melakukan aktifitas.”
Ternyata
begitu. Dengan kata lain, Komiya datang sampai ke sini mengikuti Akito. Alasan
Ishizaki tidak berada di sini karena membuntuti dalam jumlah orang yang banyak
bukan tugas yang cocok baginya. Sepertinya di sini Akito yang paling kesusahan
dengan pengawasan dari Ryuuen.
“Bukankah
mereka hanya tertarik pada Klubnya saja?”
Kata
Airi, yang belum bisa memahami pola pikir Ryuuen.
“Kalau memang
benar seperti itu ya bagus. Tapi rasanya tidak seperti itu.”
Sambil
mengatakan hal itu bahunya terasa kaku, Akito menggerak-gerakkan lengannya.
Setiap hari, pengulangan yang dilakukan Ryuuen menaruh tekanan kepada Akito dan
terlebih lagi tekanannya lama kelamaan semakin bertambah.
Bukannya
aku mau berbicara langsung dengannya tetapi aku seperti hampir bisa mendengar
tawaan Ryuuen yang tanpa rasa takut. ‘Aku akan memburu’. Aku bisa merasakan
semacam tekad yang kuat dari Ryuuen.
“Apakah
mereka melakukan sesuatu? Seperti mengejek kamu atau pura-pura bersin pas kamu
mau melepaskan panah untuk mengganggumu? Atau mungkin mereka melemparimu
kerikil?”
“Tentu
saja mereka tidak bisa melakukan hal semacam itu di depan kakak kelas dan pelatih.
Setelah waktu latihan selesai, mereka juga pulang.”
Ini sudah
jelas terlihat sejak waktu itu, walau aku sendiri tidak ada perubahan. Aku
harus menganggap bahwa mereka juga telah menandai Karuizawa.
Ryuuen
mungkin sudah mempersempit target yang dipilihnya termasuk aku di dalamnya.
Kalau aku melakukan satu lagi hal penentu, mungkin dia bisa mempersempit
targetnya ke diriku. Dan orang yang memegang hal penentu ini adalah ‘Karuizawa
Kei’.
Tetapi
fakta bahwa dia tidak langsung melakukannya merupakan bukti kalau dia telah berhati-hati
memikirkan ini. Bahkan jika dia mencoba bertanya ke Karuizawa tentang
keberadaanku, hal itu tidak akan membawanya kemana-mana.
Kalau
begitu, aku ingin tahu bagaimana Ryuuen akan memenuhi puzzle bagian terakhir
itu. Melihat dari pola pergerakkannya hingga sekarang, hal ini tidak begitu
sulit untuk dibayangkan. Pertanyaannya adalah ‘Kapan’ hal itu akan terjadi.
Selagi aku berpikir tentang hal itu, Akito dan yang lain melanjutkan
percakapan.
Keisei
menarik kesimpulan mengenai kelas C yang mengganggu kami.
“Bukankah
ini bersangkutan dengan perkembangan kelas D? Belum lama ini kita mendapatkan 0
poin setelah masuk ke sekolah ini, tetapi sekarang kita berada di posisi
sekarang ini, dan tinggal sedikit lagi kita bisa menggapai punggung kelas C.
Masih ada juga hasil dari ‘Paper Shuffle’ untuk dipertimbangkan, jadi kita
mungkin sebenarnya sudah menjadi kelas C pada saat semester ke-3 nanti. Mereka
pasti sedang kepanikkan.”
Keisei
mencoba untuk menebak secara rasional alasan dibalik tindakan-tindakan yang
kelas C lakukan.
“Seperti
yang kamu katakan, itu benar. Mereka sekarang hampir tersusul oleh orang yang
mereka ejek---.”
“Tapi...kita
masih belum menyusul mereka, kan?”
Tanya
Airi, mengingatkan kembali pengumuman untuk poin kelas, tetapi Keisei lalu
menjawab.
“Iya.
Poin kelas yang diumumkan pada awal desember adalah 262 poin untuk kelas D dan
542 poin untuk kelas C. Masih ada selisih 280 poin antara kelas kita dengan
mereka.”
Pada saat
‘Paper Shuffle’, kami melawan secara langsung dengan kelas C dan menang.
Sebagai hasilnya, kami berhasil meningkatkan poin kelas kami dengan cemerlangnya.
100 poin dari kelas C pindah ke kelas D sehingga kami mendapatkan total 200
poin.
Dan
sekarang selisih poinnya tinggal 80 poin.
Tetap
saja, kelas C masih berada di atas kami kalau begini. Akan tetapi--- sebuah
kecelakaan yang tidak berhubungan dengan ujian terjadi pada saat ujian di kelas
C.
“Sepertinya
kelas C melakukan pelanggaran yang serius. Walaupun mereka tidak mengumumkan
detail pelanggarannya tetapi mereka mendapatkan hukuman yang berat, yaitu
diambilnya 100 poin kelas dari mereka.”
Baru-baru
ini, aku ingat mendapatkan sebuah penjelasan umum mengenai hal itu dari
sekolah.
“Aku
ingin tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan hingga menimbulkan kehebohan yang
besar. Walaupun hal ini benar-benar kelakuan kelas C banget.”
Haruka
mengatakannya dengan kesal tetapi cukup disayangkan, kelas D tidak mampu untuk
menertawakan kelas lain. Meski ujian, kami kehilangan 1000 poin kelas sebulan
setelah masuk.
“Terlepas
dari alasannya, akibat dari kesalahan mereka sendirilah yang sangat penting.
Kalau begini akhirnya setelah liburan musim dingin kemungkinan besar kita akan
dinaikkan ke kelas C.”
Keisei
menyimpulkannya tanpa sombong.
“Apakah
itu alasannya Miyachi terlibat?”
“Tidak
ada yang bilang itu bukan alasannya.”
Dari
sudut pandang Ryuuen, sebagai orang yang mengatur kelas C, penurunan tingkat
bukan hal yang menyenangkan. Untuk menemukan beberapa kelemahan dari kelas D
agar dia bisa tetap berada posisinya saat ini, adalah hal yang ingin dia
lakukan sekarang. Apabila memang seperti itu, maka dia konsisten dengan tindakannya.
Semua
orang yang ada di sini, kecuali aku, menyimpulkan hal itu.
“Perubahan
kelas adalah masalah sekolah ini yang tidak bisa sepenuhnya dihindari, tetapi
aku merasa ini merupakan sesuatu yang tidak sering terjadi. Kalau begitu,
perkembangan kelas D setelah terguling jauh yang menjadi alasan yang cukup
untuk membuat kelas C panik dan ini sudah wajar kalau mereka mencoba untuk mencari
tahu alasan dibalik perkembangan kelas kita.”
“Meskipun
berperilaku yang sok-sokan selama ini, Ryuuen-kun tetaplah seorang ketua. Dia
akan sepenuhnya kehilangan muka.”
“Begitu.
Aku rasa keputusasaan mereka sangat dimengerti.”
Akito
mungkin merasa puas dengan membayangkan sosok Ryuuen yang frustasi dengan harga
dirinya yang tercabik-cabik dan dia setuju akan hal itu.
“Tetapi
kita tidak begitu banyak perubahan, bukan? Rasanya seperti tanpa disadari
selisihnya menyusut. Mengapa bisa begitu? Apa hanya karena kesalahan dari kelas
C saja?”
Kebanyakan
murid dari kelas kami tidak tahu pertarungan yang terjadi di balik layar dan hanya
langsung mengerjakan ujian. Sangat dimengerti sekali bahwa mereka tidak akan
bisa untuk memahami alasan selisihnya menyusut.
“Kalau kita
ngebahas tentang kelas D, kita menang dari kelas-kelas lainnya saat ujian di
pulau. Kita dikalahkan oleh Ryuuen saat ujian Zodiak tetapi kita kembali menang
saat Paper Shuffle kemarin. Dibandingkan dengan kelas C yang telah mengabaikan
poin kelas mereka, iya kan?”
“Juga pas
di pulau, mereka dengan cepat menghabiskan semua poin alokasi mereka.”
“Dengan
kata lain... apakah kelas C menghancurkan diri mereka sendiri?”
“Memang
bisa terlihat seperti itu. Mereka juga kali ini melanggar peraturan yang cukup
menghancurkan diri mereka sendiri.”
Ujian
spesial yang diadakan di pulau tak berpenghuni bersamaan dengan dimulainya
liburan musim panas. Masing-masing kelas sama rata diberikan 300 poin yang digunakan
untuk melewati ujian ini dan kami diharuskan untuk menyelesaikan ujian dengan
menggunakan poin tersebut selama satu minggu. Dan berapapun poin yang tersisa
diakhir ujian nanti akan ditambahkan kedalam poin kelas. Semua kelas, termasuk
kelas D, melakukan sebisa mereka untuk menyimpan poin sebanyak yang mereka bisa
kumpulkan, tetapi seperti yang Haruka katakan, kelas C terlalu cepat
menghabiskan 300 poin itu.
“Bukankah
itu alasannya mengapa kelas kita bisa menjembatani selisih yang banyak itu?”
Di sana
terdapat likukan-likukan dan belokan-belokan di sepanjang jalan, tetapi kelas D
berhasil mengumpulkan hingga 225 poin.
“Itu
memang benar tapi kita tidak tau apakah mereka mengimbanginya atau tidak.
Setelah mereka menghabiskan semua pembelanjaan mereka, kelas C terlihat menikmati
liburan mereka. Aku jadi begitu iri dengan mereka yang tidak harus melalui
semua itu.”
“Omong
kosong. Ryuuen itu selalu sembrono...bukan, dia itu belum dewasa yang
pikirannya hanya melakukan hal yang orang pada umumnya tidak lakukan yang
membuatnya keren. Maka dari itu tidak ada gunanya kalau kelasnya kalah.”
Menyimpan
poin kelas agar bisa naik ke kelas A. Dari sudut pandang Keisei, yang memiliki
kemauan yang kuat, membuang poin kelas begitu saja bisa terlihat seperti orang yang
bodoh lakukan.
Tetapi
tidak juga Ryuuen membuang alokasi poin tanpa alasan pada saat di pulau.
Faktanya,
meskipun sudah menghabiskan semua poinnya, dia menyerahkan semua barang yang
tersisa seperti toilet dan tenda ke kelas A. Aku tidak bisa membayangkan dia
mau memberikan semua itu secara cuma cuma.
Dengan
kata lain, dia pasti sudah mendapatkan sesuatu sebagai ganti untuk kehilangan
poin. Tentu saja, tidak mungkin dia menerima sesuatu yang tak berwujud seperti
kepercayaan atau persahabatan. Sesuatu yang bisa dia dapatkan sebagai ganti
untuk poin kelas. Itu pasti berupa poin pribadi. Ada sedikit murid yang sadar
akan hal ini dan Keisei sepertinya belum mengerti akan hal ini.
“Kalian
yang jadi laki-laki enak ya. Bukankah begitu, Airi?”
“I-iya.
Itu benar. Ada banyak perempuan yang kesusahan karena hal itu. Aku rasa kalau
telat sedikit saja aku juga akan kesusahan....”
Airi
mengatakan dengan muka yang tersipu. Ujian di pulau memang membuat perempuan
kesulitan sampai pada batas tertentu tetapi walaupun begitu aku yakin mereka
jauh lebih kesulit dibandingkan dengan laki-laki.
“Kenapa
kalau telat sedikit lagi jadi kesusahan?”
Keisei,
orang yang tidak mengetahui hal utama mengenai masalah perempuan, melihat ke arah Airi dengan cara yang aneh.
“K-Karena.”
Airi,
yang tidak bisa mengatakannya bahwa itu mengenai ‘datang bulan’, memalingkan
pandangan matanya. Haruka, yang melihat situasi saat ini, memberi Keisei
sedikit kata-kata yang kasar.
“Bagaimana
aku harus mengatakannya ya, Yukimu~. Bagian dirimu yang tidak peduli itu bisa
di bilang menggemaskan tapi pada saat seperti ini, setidaknya kamu harus membaca
situasi? Ya semacam itu pokoknya.”
“...Maksud
kamu apa?”
Terlepas
dari apapun dia hanya tidak bijaksana atau benar-benar tidak tahu, Akito dengan
lembut menepuk bahu Keisei.
“Artinya
setiap orang punya masalahnya masing-masing.”
“Aku
masih belum paham. Maksudnya ‘Masalahnya masing-masing’ itu apa?”
Keisei,
orang yang tidak bisa membaca situasi, mencoba untuk mempelajari lebih dalam
soal wanita. Lalu Akito mengubah topik pembicaraan.
“Kelas D
menang berkat Horikita yang mengetahui strategi riskan milik Ryuuen, iya kan? Jika
tidak ada yang menyadari hal itu maka ada kemungkinan besar kelas D tidak
terlindungi lagi, kan?”
Aku
mengangguk dan memberi jawaban yang jujur ke Akito yang mencoba memastikan hal
itu.
“Kalau
hal itu sampai terjadi, maka situasi saat ini tidak akan terjadi.”
“Mereka
berpesta selama di pulau dan tetap menginginkan hadiahnya juga ya? Dan mereka
juga membuatnya terlihat telah mengundurkan diri. Tapi mengapa Ryuuen-kun yang
harus tetap tinggal di pulau itu? Dia kan ketua kelas C. Bukankah sebaiknya
untuk meninggalkan orang yang tidak dicurigai?”
Haruka
tidak sepenuhnya salah. Namun, hal ini juga berlaku bagi semua kelas. Orang
yang paling mencolok sebagai ketua adalah sesuatu hal yang semua orang akan
pertimbangkan pertama kali, tetapi sejak orang lain mulai berpikir ‘sebaiknya
jangan menaruh ketua kepada orang yang terlihat mencolok’, wajar sekali orang
lain menjadi ragu kalau ketua yang dipilih ternyata adalah orang yang mencolok.
Pertama,
tidak ada orang yang bisa memastikan Ryuuen sebagai ketuanya kecuali kalau
mereka yakin bahwa dia tetap tinggal di pulau.
Dan
walaupun mereka bisa memastikan bahwa dia tetap tinggal, masih ada sedikit
kemungkinan dia ditunjuk menjadi ketua. Karena bisa saja masih ada murid kelas
C yang tidak mencolok bersembunyi. Kemungkinan itu juga tidak bisa
dikesampingkan.
Karena
dalam ujian ini harga yang dibayar karena membuat kesalahan lebih besar
dibandingkan dengan hadiah yang didapat. Akhirnya, kalau tidak memiliki bukti
yang kuat, maka tidak ada orang yang bisa menunjuk orang lain itu dengan tepat.
“Hey,
Kiyotaka. Mengapa kamu tidak memberitahu kita informasi apa saja yang kamu
dapat dari Horikita?”
Tanya
Keisei dengan ekspresi serius.
“Maksudmu
apa?”
“Aku mau
tahu apa yang Ryuuen pikirkan dan apa rencana yang sedang dilakukannya.
Mengingat apa yang telah terjadi di festival olahraga dan saat Paper Shuffle,
kita harus bersatu sebagai kelas.”
“Aku
juga. Rasanya tidak enak kalau aku harus dibuntuti terus oleh Ishizaki dan yang
satunya lagi.”
Sepertinya
mereka mulai menyadari bahwa kerjasama merupakan hal yang paling penting. Begitu
pula dengan Akito dan Haruka, yang biasanya tidak banyak memperhatikan masalah
kelas, sekarang memiliki pendapat yang sama.
“Ini
hanya kabar angin saja tapi...”
Sebelum aku
memutuskan untuk memanggil Horikita, Keisei mengatakan ini.
“Tidak
apa-apa walaupun hanya kabar angin.”
Mereka
berempat mengarah ke aku bersamaan. Aku merasakan semacam tekanan yang aneh
menuju ke arahku.
“Baiklah.
Tapi aku tidak tanggung jawab kalau ada yang salah-salah.”
Setelah
menambahkan kata-kati itu, aku menjelaskan dari awal kejadian yang ada di pulau
tak berpenghuni yang aku alami bersama Horikita dan anggota lainnya. Tentu
saja, aku yang membuat semua kejadian itu tapi secara umum itu semua merupakan
hasil pemikiran Horikita sendiri.
Tentang
Ryuuen yang menggunakan radio sambil bersembunyi di pulau untuk berkomunikasi
dengan mata-matanya. Ibuki yang tidak hanya sendirian saja dan kemungkinan ada
mata-mata kelas C lainnya yang juga berada di kelas lain. Lalu tentang
bagaimana Ryuuen mulai terobsesi dengan Horikita sejak ujian di kapal pesiar.
Aku juga
memberitahu mereka tentang bagaimana Ryuuen bisa mengetahui cara memenangkan
ujian di kapal pesiar.
Tentu
saja, aku tidak memberi tahu mereka seberapa jelasnya Ryuuen berencana untuk
menghancurkan Horikita pada saat festival olahraga dan aku tetap diam mengenai
pengkhianatan yang dilakukan Kushida.
“Aku rasa
kurang lebih itu intinya. Sisanya seperti yang sudah kebanyakan kalian ketahui,
Keisei.”
Setelah
mendapatkan beberapa informasi baru itu, Keisei menyilangkan kedua tangannya
sambil tenggelam dalam pikirannya.
“Pertanyaannya
adalah, seperti yang dikatakan Haruka, mengapa Ryuuen sengaja tetap tinggal di
pulau itu?”
“Menurut
Horikita, karena dia tidak percaya kepada siapapun. Itu yang paling
memungkinkan. Untuk mengumpulkan informasi dari kelas lain dan membuat
kesimpulan dari semua itu sangat susah untuk dibebankan ke murid yang lain.”
Kemampuan
untuk mengendalikan mata-mata dan membuat kesimpulan-kesimpulan dari informasi
yang diterima. Ketahanan dan kekuatan untuk bisa menetap di pulau untuk
beberapa hari hanya dengan kebutuhan pokok saja. Aku tidak akan mengatakannya
di sini tetapi orang itu pasti ada hubungan dengan kelas A dan mampu untuk
bekerjasama dengan mereka.
Mengingat
semua hal itu, ini memang bukan pernyataan yang berlebihan karena orang yang
sanggup menetap di pulau dan menjalankan rencana ini hanya Ryuuen sendiri.
Kalau
penulisan nama ketua dilakukan setelah semua murid berkumpul maka dia tidak
akan memilih rencana ini. Namun, kami diharuskan menulis nama-nama ketua
setelah absen sehari sebelum ujian berakhir. Dengan kata lain, penulisan
dilakukan sebelum semua kelas berkumpul.
Itu pasti
alasan utama dia memilih rencana ini.
“Seperti
yang bisa diharapkan dari Horikita.... Aku tidak bisa berpikir sampai sejauh
itu. Aku sudah angkat tangan untuk menebak ketua-ketua dari kelas yang lain dan
aku juga berhenti untuk menyembunyikan situasi.”
Keisei
dan yang lainnya membayangkannya.
“Bukankah
itu bisa dimengerti? Masalah makanan dan kesehatan, buku manual yang terbakar
dan pakaian dalam yang tercuri. Kelas D dalam kekacauan. Kita tidak mampu
menyebunyikannya dari kelas lain.”
Akito
mengingat kejadian-kejadian yang terjadi pada saat di pulau itu. Keisei juga
mengingat kenangan-kenangan yang tidak menyenangkan itu.
“Kalau
melihat kembali kebelakang, kita benar-benar kesusahan waktu itu.”
“Tapi
hebat sekali ya Horikita-san. Dia bisa mengetahui semua hal itu pada saat ujian
itu juga.”
Airi
memuji Horikita seperti dia mengaguminya dengan jujur.
“Sekarang
aku bisa mengerti mengapa Horikita-san menjadi targetnya. Soalnya dia sudah
mengetahui rencana Ryuuen-kun.”
“Sebagai
buktinya, sampai sekarang mereka masih mengganggu kita juga.”
Aku tidak
akan menyangkalnya tapi sebaiknya aku akan memberitahu ke mereka kebenarannya.
Jadi aku menambahkannya.
“Bahkan
tampaknya pada saat ujian zodiak, ada perkelahian antar orang di sesama
kelompok.”
“Aku bisa
mengerti saat di pulau dan kapal pesiar, tetapi mengapa akhir-akhir ini Ryuuen
dan anak buahnya ikut campur dengan anak kelas D yang lainnya. Mereka sampai
harus datang ke tempat klub pemanah untuk memeriksaku. Bukankah itu tidak
wajar?”
Meskipun
Horikita yang dijadikan target, pertanyaan-pertanyaan ini bisa dimengerti.
“Mereka
mungkin sedang mencoba untuk mencari tahu kelemahan kelas D. Karena daripada Horikita
yang tidak memiliki kelemahan sama sekali jadinya mereka sekarang mencoba
menghancurkan yang ada disekitarnya.”
“Oh begitu.
Hal itu memungkinkan juga...”
Aku ingin
tahu kalau ini berarti Keisei dan yang lain berhasil mengerti alasan di balik
tindakan-tindakan dari Ryuuen.
“Seperti
yang diharapkan dari pacarnya Kiyopon.”
Haruka
mengolok-olok aku, meskipun sedang terkesan.
“Jangan
seenaknya membuat dia menjadi pacarku.”
“B-Betul
itu. Aku rasa kamu bersikap kasar ke Kiyotaka-kun.”
“Ahaha.
Maaf, maaf.”
Aku
langsung saja dan menambahkan ini, tapi ini juga kasar terhadap Horikita.
Memasangkan dia dengan orang seperti diriku.
Walaupun
ini hanya sebuah kesalahpahaman saja, Sudou bisa saja marah kalau dia sampai
mendengar hal ini.
“Kamu
juga suka sama dia kan walaupun dia bukan pacarmu? Atau jangan-jangan kamu
sudah jadian sama perempuan yang lain.”
“Aku
tidak mennyukainya dan aku juga belum punya pacar.”
“Oh
begitu. Itu berarti kita semua akan men-jomblo di akhir tahun ini.”
“Jomblo?”
“Lah
iyakan. Sebentar lagi kan mau Natalan.”
Bisik
Haruka yang sambil duduk di kursi depan Keyaki Mall.
Tentu
saja, hiasan-hiasan yang dipajang hampir membuatmu berpikir kalau ini bukan
fasilitas dari sekolah. Sesekali murid-murid yang terlihat seperti berpasangan
melewati kami.
“Hari
Natal tidak seperti hari spesial kan? Itu hari yang seperti hari biasanya.”
“Kalau
itukan bagi kamu saja, Yukimu~. Tapi hal itu menyusahkan bagi kita yang
perempuan.“
“B-Bermunculannya
rumor.....”
“Betul,
betul. Kayak siapa pacaran dengan siapa dan siapa yang tidak pacaran dengan
siapa. Atau siapa yang menghabiskan malam bersama dan siapa yang sendirian? Dan
walaupun kamu jomblo karena kemauanmu, mereka pasti akan melihatmu seperti orang
yang terlihat menyedihkan.”
“...kita
kan baru kelas 1 SMA. Belajar adalah prioritas kita.”
“Jangan-jangan
kamu membayangkannya ya? Mukamu merah soalnya.”
“Berisik.”
“Btw, jus
mangganya terlalu manis. Mau nyoba?”
Akito
membuat ekspresi mau muntah dan mendorongkan minumannya ke aku.
“Tapi ini
enak juga kok.”
Haruka
terlihat terkejut seperti dia tidak mempercayainya.
“Ngomong-ngomong,
Aku pribadi berpikir nanti akan ada banyak hal yang terjadi di kelas D akhir
liburan musim dingin ini.”
“Itu...Apakah
itu mengenai siapa yang akan berpacaran dengan siapa?”
Airi
secara ingin tahu dia bertanya ke Haruka.
“Mungkin,
kalau ada laki-laki dan perempuan yang jadian maka ada juga yang putus. Banyak
hal yang terjadi pada saat Natal.”
Haruka
mengangguk berulang kali seperti dia sudah pernah melihat banyak pasangan yang
seperti itu sebelumnya.
“Kesampingkan
masalah pasangan. Memangnya ada yang mau putus? Sekarang satu-satunya pasangan yang ada di kelas D hanya Hirata dan
Karuizawa, kan?”
Sambil
memegang lehernya, Akito mengatakan hal itu. Mungkin kemanisan dari jus mangga
nyangkut di tenggorokannya. Ngomong-ngomong, sekarang aku sedang meminum jus
mangga juga dan rasanya sangat manis.
“Hal itu
bukan masalahnya. Pasangan yang tak terduga bisa saja terbentuk tanpa kamu sadari,
Miyachi. Percintaan itu tidak dibatasi dengan kelas. Kalau ada perempuan yang
kamu sukai, kamu harus bergerak cepat sebelum orang lain mencurinya darimu.”
“Sayangnya,
memanah adalah satu-satunya kekasih yang aku butuhkan.”
“Kamu
juga tidak begitu bersemangat dalam hal itu. Nggak keren tahu---.”
“...diam
aja.”
Akito
memalingkan matanya dengan lihai meskipun dia sedikit malu dengan hal itu.
Memangnya
begitu? Kami sudah mendekati hari Natal, bukan? Karena aku tidak sedikitpun
akrab dengan hal ini, semua ini terdengar seperti di dunia yang berbeda
denganku.
“Bagaimanapun
juga, aku punya ekskulku. Aku juga tidak akan beristirahat selama liburan musim
dingin. Ceritanya akan berbeda kalau aku mempunyai pacar tetapi untuk saat ini
aku tidak berencana untuk mendapatkan pacar.”
“Kalau
begitu, maksudmu kamu pingin punya pacar?”
Gayanya
seperti sedang meng-interview, sambil berpura-pura memegang mike di tangannya,
Haruka menginterogasi Akito.
“Aku
tidak bermaksud membuat keributan seperti Ike dan yang lainnya tapi ini sama
kan untuk keduanya laki-laki dan perempuan?”
Sepertinya
yang ingin dikatakan Akito adalah tidak banyak orang yang tidak tertarik dalam
percintaan.
“...ya,
aku juga tidak mau mengelaknya selama aku juga mendapatkan pria yang ideal.
Yukimu~ sepertinya menolak urusan percintaan, tapi apa yang akan kamu lakukan
kalau kamu bertemu dengan perempuan yang menyukaimu, Yukimu~?”
“Apa yang
harus aku lakukan... ya tergantung dari hubungan antara aku dengan orang itu.
Ya semacam itu.”
“Hmm.
Jadi kamu tidak akan mengencaninya hanya karena dia imut. Oh begitu rupanya.
Kamu serius banget orangnya.”
“Diam
saja.”
Dua
laki-laki telah terlempar karena godaan Haruka.
“Kiyotaka-kun,
k-kamu ada rencana tidak hari Natal nanti?”
Mendadak
sekali, Airi bertanya ke aku yang sedang berada di sampingnya.
“Uwa.
Airi, kamu mau ngajak jalan Kiyopon? Berani sekali~.”
“B-Bukan,
bukan begitu maksudku! Bukan begitu maksudnya, mengerti!?”
“Maksudku,
bukannya memang begitu? Kiyopon kan barusan saja bilang kalau dia tidak punya
pacar.”
“Bukan
begitu, maksud aku, aku mau tau apa rencanamu. Aku ingin tahu apa yang kamu
lakukan saat kamu menghabiskan hari Natal sendirian.”
Kalau
pasangan pastinya akan pergi berkencan sekali atau dua kali. Tapi aku ingin
tahu bagaimana seorang diri akan menghabiskan waktu di hari itu.
“Oh iya,
benar juga ya. Kalau Miyachi ada kegiatan di ekskulnya, tapi apa yang Yukimu~
mau lakukan?”
“Aku akan
belajar. Kalau kita naik ke kelas C saat semester 3 kita bukan menjadi orang
yang mengejar saja, kita juga butuh mempertahankan posisi. Selama masih ada
banyak murid di kelas kita yang tidak begitu pintar, aku ingin memastikan kita
tetap berada di depan walaupun itu hanya dalam ujian-ujian tulis.”
Orang
yang tepat berada di tempat yang tepat. Sepertinya dia ingin berkontribusi di
bidang yang paling ia kuasai. Kelihatannya dia tumbuh percaya diri dalam
dirinya setelah membantu Haruka dan Akito belajar.
“Aku rasa
aku tidak bisa menaruh segitu banyak usaha dalam belajar. Aku akan
menyerahkannya kepadamu, Keisei.”
“Kamu
boleh menyerahkannya kepadaku tapi kalau kita lulus sebagai kelas A, kamu yang
akan kena akibatnya kalau kamu tidak menaruh usaha di jalur apa yang akan kamu
lalui.”
Keisei
menegur Akito karena naik ke kelas A saja tidak lah cukup.
“Aku rasa
kamu benar. Kalau aku tidak meningkatkan kemampuanku, aku sendiri yang akan
rugi.”
“Tapi
bukan kah itu mengurangi jumlah kelulusan sebagai kelas A?”
Meskipun
dimengerti, dari sudut pandang Akito, hal itu meningkatkan ketidakpuasannya. Di
saat kamu lulus sebagai kelas A, semua orang harus sudah memiliki kemampuannya
masing-masing sesuai dengan kelasnya. Walaupun aku belum bisa mengatakan sesuatu
tentang hal ini. Aku ingin tahu apakah itu merupakan anggapan yang sekolah ini
tuju.
“Dan
bagaimana denganmu Kiyopon, orang yang sedang Airi tertarik? Apakah kamu akan
sendirian di hari Natal nanti?”
“Itu
benar. Tidak ada yang spesial di hari itu. Aku rasa aku hanya akan mengurung
diri di dalam kamar.”
“Natal
hanyalah hari libur seperti biasa, iyakan?”
Upacara
penutupan pada tanggal 22 Desenber. Hari Natal sebentar lagi.
“Fu...fufu.”
Airi
diam-diam mulai tertawa karena menonton kami. Dia berusaha mati-matian untuk
menahan tawanya tapi dia tidak berhasil.
“Apa ada
yang aneh?”
“M-Maaf.
Aku hanya...senang jadinya aku ketawa.”
“Kamu
senang jadinya kamu ketawa?”
Haruka
dan yang lain memiringkan kepalanya seperti orang yang sedang tidak
memahaminya. Tanpa aku sadari, air mata semakin menumpuk di mata Airi.
“Aku
belum pernah merasa sesenang ini sebelumnya. Saat ini aku sangat bahagia.”
Airi
mengungkapkan perasaan jujur yang telah bertumpuk di dalam dirinya.
“Meskipun
ini hanya obrolan yang tak berarti.”
“Itu saja
sudah cukup. Karena aku ingin mengobrol dengan semua orang seperti ini.”
“Aku
tidak begitu paham tapi baiklah kalau begitu. Aku juga senang.”
Haruka
menyimpulkan seperti itu. Lalu topiknya berganti sekali lagi.
“Kitakan
sudah sampai di sini. Bagaiman kalau makan malam bareng di sini saja?”
Tidak ada
yang keberatan dan kami memutuskan untuk bergerak sebagai kelompok. Lalu aku
berbicara ke mereka.
“Aku mau
pergi ke toilet dulu. Gimana kalau kalian duluan saja?”
“Kalau
begitu kita tunggu aja dulu di sini.”
“Tidak
usah, ini sudah jam segini pastinya akan rame. Biar lebih efisien pergi duluan
dan antre. Tolong jagain tempatku juga.”
Mereka
berempat terlihat yakin dan menuju ke Restoran Keyaki Mall. Hanya Airi yang
membuat keadaan saat ini berkembang, dia menjadi mampu bertindak sendiri tanpa
aku ada di sana. Setelah menyimpulkan hal itu aku pergi ke toilet, Komiya
mengikuti Akito dan yang lain.
Setelah
melihat mereka termasuk Komiya pergi, aku mulai berjalan ke arah yang
berlawanan dengan toilet. Dan aku mendekati seorang perempuan yang sedang
sendiri duduk di tempat kami tadi berbincang-bincang.
“Bolehkah
aku meminta waktunya sebentar?”
Aku
memanggil perempuan yang sedang duduk di satu kursi itu. Dia adalah Kamuro
murid kelas A. Dia sedang bermain dengan HP-nya dan sepertinya tidak sadar akan
kehadiranku, dia menjadi terlihat kaku dan tidak bergerak sedikitpun.
“Aku
berbicara denganmu.”
Aku
mengatakan lagi ke dia.
“...aku?Ada
apa?”
Melihat
ke atas, dia membuat seolah-olah dia baru saja sadar akan kehadiranku. Aku
mengambil sedikit langkah maju dan duduk di satu kursi yang berbeda. Sebuah
suasana yang berduri menetap diantara kita.
“Akhir-akhir
ini kamu membuntutiku. Apakah kamu ada keperluan denganku?”
“Hah?
Ngomong apa sih kamu?”
“Di jalan
ke arah pulang setelah sekolah kemarin. Keyaki Mall dua hari yang lalu. Keyaki
Mall empat hari yang lalu. Pas pulang sekolah enam hari yang lalu. Pulang
sekolah tujuh hari yang lalu. Jumlah yang cukup banyak untuk disebut sebuah
kebetulan, bukankah begitu?”
Aku
menghidupkan layar HP-ku dan mengarahkannya ke perempuan itu lalu ku geser
layarnya untuk memperlihatkan foto-foto.
“Itu kan,
tetapi kapan...”
Aku diam-diam
memotret dia yang sedang membuntutiku.
“Sebagai
seseorang yang membuntutiku, kamu tidak bisa melihat ke arahku pada saat aku
melihat ke arahmu. Sangat dimengerti sekali bahwa kamu tidak menyadariku yang
sedang memotret kamu dari jendela itu.”(aku juga tidak tau maksudnya ‘memotret
kamu dari jendela itu’, dalam bahasa inggrisnya ‘snapping photos of you in that
window’)
“Memangnya
kenapa kalau aku membuntutimu? Punya masalah?”
“Tidak
juga. Aku juga tidak sedang dalam bahaya dengan hal itu atau apapun. Aku tidak
benar-benar berencana memintamu untuk berhenti.”
“Benar
sekali, kan? Ini hanya sebuah kebetulan.”
“Tapi bagaimana
menurutmu kalau bosmu mengetahui hal ini?”
“Bos?
Kamu ngomong apa sih? Kebanyakan nonton film ya?”
“Kalau
begitu aku akan melaporkan ini ke Sakayanagi. Bahwa kamu tidak cocok untuk
membuntuti orang.”
“...tunggu
sebentar.”
Selagi
aku sedang menaruh tanganku di sandaran tangan dan mau berdiri dari kursi,
Kamuro menghentikanku. Hanya dari sikap itu sendiri, aku bisa mengetahui kalau
dia sangat tidak senang dengan keadaan ini.
“Kamu
cukup setia kepada Sakayanagi. Hari demi hari kamu mengikutiku dalam jangka
waktu yang cukup lama dan kamu tetap melakukan tugasmu dengan sebaik-baiknya.
Kalian berdua pasti sangat akrab.”
“Kamu
pasti bercandakan. Tidak mungkin aku benar-benar ingin mematuhi orang kayak
dia.”
“Tidak
perlu berbohong. Buktinya, kamu menghabiskan masa sekolahmu yang berharga
dengan melakukan sesuatu yang membosankan seperti membuntuti orang. Itu sesuatu
hal yang hanya dilakukan karena kepercayaan dan rasa hormat ke Sakayanagi.”
“Tentu
saja bukan. Aku akan memotong semua hubungan dengannya kalau aku bisa.”
Mengatakan
dengan intens akan hal itu, Kamuro terlihat jengkel.
“Lalu
mengapa kamu mematuhi perintah Sakayanagi?”
“Itu
bukan urusanmu.”
“Kalau
kamu tidak mau mengatakannya dengan niat yang baik berarti dia sedang memegang
kelemahanmu.”
“....maksud
kamu apa?”
“Aku akan
melaporkan penguntit yang ceroboh ini ke Sakayanagi. Jika aku melakukan hal
itu, ketidak mampuanmu untuk bertindak sebagai kaki tangannya akan terbongkar
dan kelemahanmu yang dia pegang saat ini bisa mempengaruhimu nantinya.”
“Jadi
kamu mengancamku. Kamu mengancamku juga.”
‘Juga’
ya? Sepertinya Sakayanagi tidak hanya menggunakan Kamuro, dia juga memegang
beberapa kelemahan dari perempuan ini. Aku hanya bertanya kepadanya sebuah pokok
pertanyaan tapi tak kusangka dia akan tertarik pancinganku dengan semudah ini.
“Ada apa
denganmu? Bukankah ini aneh Sakayanagi menargetkanmu?”
“Tidak
tahu. Aku tidak mengerti sama sekali.”
Sepertinya
Kamuro tidak begitu tahu niat Sakayanagi yang sebenarnya. Setidaknya aku telah
menemukan satu jawaban yang pasti.
“Kamu
orang yang Ryuuen anak Kelas D cari, iya kan? Hanya itu kemungkinan yang bisa
terpikirkan.”
“Terus
apa yang mau kamu lakukan?”
Aku tidak
mengelaknya. Lagipula Sakayanagi sudah tahu tentang masa laluku, jadi tidak ada
gunanya untuk mengelak.
“Kamu
mengancam aku tapi kalau aku mau, aku juga bisa memberi tahunya ke Ryuuen.”
“Kupikir
aku yang sudah mengancammu tapi ternyata kamu malah balik mengancamku juga?
Bagaimana kalau begini.”
Aku
mengajukan sebuah usulan.
“Kamu
bebas membuntutiku kapan saja. Aku tidak akan membahasnya lagi. Dan aku juga
tidak akan memberitahukannya ke Sakayanagi. Sebagai gantinya, Kamu tidak akan
memberi tahukannya ke siapapun selain Sakayanagi tentang diriku.”
“’Give
and Take’, ya?”
“Aku rasa
itu bukan tawaran yang buruk.”
“....baiklah
kalau begitu. Lagipula aku juga tidak tertarik dengan Ryuuen.”
Kelihatannya
Kamuro setuju, lalu dia mengangguk dan berdiri dari kursinya.
“Aku akan
balik sekarang. Aku sudah capek.”
Dengan
mengatakan itu, Kamuro langsung pergi menuju pintu keluar Keyaki Mall.
“Sepertinya
kelemahan yang di pegang cukup merepotkan baginya.”
Yang
penting dengan begini gangguan yang ceroboh tidak akan muncul lagi.
Sepertinya
untuk saat ini, aku harus menyelesaikan hal ini. Identitasku yang bocor ke Tangan
Ryuuen oleh sumber yang tak terduga. Dan sepertinya perasaan waswas ini telah
terpadamkan.
pertamax, kenapa lanjut ke volume 7?
BalasHapusPertamax.. Airi Chan X Kiyo Pon
BalasHapusGile bener nih ayanokouji,udah kya peramal aja😆
BalasHapusPertama.
BalasHapusMakasih min
Sumpah ini adminnya gercep sangat
BalasHapusterima kasih untuk translatenya
Kiyopon Q
BalasHapusMungkin karena yang translate beda ya? Makanya ada keterangan, dia tidak tau kenapa ayanokoji sendiri yang di panggil dengan nama depan oleh Haruka,
BalasHapuskarena di vol 6 chapter 5 udah ada penjelasan kenapa Haruka memanggil ayanokoji dengan kiyopon. Sedikit tambahan aja
Volume 6 ch 5 nya mana min.
BalasHapusBelum diselesaikan
Volume 6 ch 5 nya mana min, belum diselesaikan
BalasHapusmaantap min. wkwkwk
BalasHapusketinggalan nih, kurang update duh
BalasHapusMakasih min
BalasHapusMin, blh minta urutan baca buat vol 7?? Saya bingung saat saya buka versi inggrisnya yg di pastebin
BalasHapusMantap min , lanjut terussss wkwk
BalasHapusMantab min, lanjutkan......
BalasHapusAdegan Ayanokoji pukul Ryuen itu epilog yakk nanti ???
BalasHapusAdegan Ayanokoji pukul Ryuen nanti di Epilog yakk???
BalasHapusCapek nunggunya eduardo
BalasHapusMin lowongan translator masih adakah?saya pesan melalui fb tidak ada respon.
BalasHapusSyemangat
BalasHapusMungkin maksud window di situ adalah celah. Kata-kata bahasa inggris memiliki banyak arti.
BalasHapusMana nih lanjutannya yg ini plis jgn dilompat dong
BalasHapusgood job min
BalasHapus