Pertempuran
sengit berlangsung di sekitar Shikamaru. Di tengah suara dentingan pisau dan
seruan pertempuran, ia memberikan tatapan tajamnya pada Gengo.
“Lalu apakah
maksudmu kau tak peduli tentang penindasan shinobi?!” Teriak Gengo, urat
kemarahan muncul di pelipisnya.
Sikap pria
yang angkuh, serba tahu sesaat lalu itu tak terlihat dimanapun. Apa itu karena
Shikamaru telah terlepas dari genjutsu? Tidak, itu tak mungkin alasannya. Gengo
begitu gelisah, tak ada satupun partikel ketenangan yang tersisa dalam dirinya.
“Apa yang
membuatmu kehilangan akalmu?” Tanya Shikamaru.
“Ap-apa?”
“Yah, kau
terlihat sangat putus asa dan itu sangat menyedihkan.”
“Siapa yang…”
Suara Gengo melemah menjadi gumaman tak terkontrol. Suaranya terdengar seperti
erangan kesakitan yang melewati gertakan giginya.
“Dengar, kita adalah shinobi
yang memiliki kekuatan yang tak dimiliki manusia, itu adalah hal yang ditakuti
oleh manusia biasa. Ketakutan berubah menjadi diskriminasi yang berujung pada
penindasan. Dalam keadaan ini, shinobi perlahan akan terus dan terus
menderita.”
“Kau tahu,
aku…”
Shikamaru memiringkan kepalanya ke kiri, menderakkan lehernya. Ia terus
mengawasi Gengo.
“Aku rasa akan lebih baik jika konsep ‘shinobi’ tidak lagi
ada.”
“Ap-apa yang
kau katakan?!”
“Ada apa dengan
reaksi itu? Bukankah kau sudah menyerah untuk menjadi shinobi?”
“…”
Lagi,
Gengo bergumam tak jelas pada dirinya sendiri. Ia terlihat begitu konyol
sehingga mulut Shikamaru bergerak tersenyum.
“Shinobi
akhirnya telah bersatu menjadi sebuah aliansi.”
Shikamaru melanjutkan.
“Selama
Persatuan Shinobi terus berjalan seperti ini, maka secepatnya, semua peperangan
akan berakhir.”
“J-jangan
berbicara seakan itu merupakan hal mudah…”
“Kau tidak
akan tahu jika kau tidak pernah mencoba.”
Tangan Gengo
bergerak ke belakang punggungnya, seperti sedang meraih sesuatu…
Sebuah kunai.
Shikamaru yang
sebelumnya merasa tenang hingga saat ini, kini menjadi tegang. Ia kehilangan
semua senjatanya saat dipenjarakan Gengo. Ia tak memiliki apapun untuk
mempertahankan dirinya-
“Shikamaru!”
Teriak Temari.
Ia berbalik ke
arah suara Temari. Ia melihat sesuatu melayang di udara dan menuju ke arahnya.
Saat benda itu mendekat ke jangkauan tangannya, Shikamaru menggapai dan
menangkapnya dengan tangan kanannya.
Kunai…
Ia mendengar
suara tawa Temari, senang karena ia berhasil menangkapnya.
Semua ini
terjadi secepat satu kedipan mata.
Saat Shikamaru
berbalik setelah menangkap kunai untuk menghadapi lawannya, Gengo telah
melompat ke arahnya.
Shikamaru juga
menerjangnya.
Kunai mereka
beradu di udara, percikan api muncul sebagai dampaknya. Keduanya menegangkan
pergelangan mereka dan mencoba untuk menangkis serangan lawannya.
“Bukankah
karena adanya pertarungan di dunia ini maka orang-orang seperti kita menjadi
shinobi?” Komentar Shikamaru.
“Anak kurang
ajar…” Suara Gengo berubah kasar.
Dengan
kecepatan yang sama, keduanya melompat ke belakang untuk membuat jarak di
antara mereka.
Mereka
mendarat pada jarak yang sama saat mereka mulai bertarung, menjaga pegangan
erat pada kunai mereka dan sikap siap di tubuh mereka, menatap tajam satu sama
lain.
Kaki Shikamaru
menyentak ke tanah saat ia bergerak untuk menerjang lawannya lagi.
Ia mengayunkan
kunainya dengan hasrat haus darah ke arah kepala Gengo.
Namun, hasrat
mereka sama. Kunai Gengo juga melayang ke arah wajahnya.
Shikamaru
menyentakkan kepala untuk menghindarinya, namun ia masih dapat merasakan kunai
itu melukai pipinya dalam bentuk garis lurus yang jelas, melihat darah memancar
dalam bentuk percikan berwarna crimson.
Matanya juga
dapat melihat luka yang berdarah di pipi Gengo.
Lengan kiri
Shikamaru bergerak, dan menangkap pergelangan kanan Gengo–yang memegang kunai-
dengan cengkraman yang kuat. Akan menjadi situasi yang lebih baik jika Gengo
tak melakukan hal yang sama. Mereka berdua terkunci, keduanya menggunakan
tangan mereka yang tak memegang senjata untuk menahan pergelangan mereka yang
bersenjata.
“Langkah
pertama untuk mengakhiri peperangan itu…adalah Persatuan Shinobi.” Gertak
Shikamaru.
“Pertama-tama shinobi harus bersatu. Kemudian ruang lingkup kami
akan meluas untuk merangkul Daimyou dan juga para penduduk. Selama dunia kita
bersatu, maka orang-orang tak perlu lagi menjadi shinobi. Meskipun jika tidak
terjadi di kehidupanku, maka hal itu akan terjadi di kehidupan anak-anakku,
atau di kehidupan cucu-cucuku…suatu hari nanti, shinobi tidak akan ada lagi.”
“Tidaklah
mudah di dunia ini untuk mengubah impian menjadi nyata.” Ucap Gengo.
“Bukankah
rencanamu juga merupakan sebuah impian?”
Sudut mulut
Gengo terangkat membentuk lengkungan kaku yang aneh. Penampakan di wajahnya
terlalu jahat untuk disebut sebagai senyuman.
“Sudah
kukatakan sebelumnya,” Ucap Shikamaru.
“Kau takkan bisa menenggelamkanku ke
dalam genjutsu.”
“Baiklah,
kalau begitu dengarkan, Shikamaru”. Ucap Gengo,
“Sesuatu yang disebut ‘impian’
hanya akan bernilai jika kemungkinan untuk menjadikannya nyata tinggi. Impian
yang kau katakan tadi adalah hal yang mustahil seperti menangkap awan.
Perbedaan antara impianmu dan impianku bagaikan langit dan bumi.”
“Kau ini bodoh
ya?” Ujar Shikamaru.
“Pecundang
yang sebenarnya adalah dia yang tak menyadari kebodohannya.”
“Yeah, dan
itulah mengapa aku menyebutmu bodoh.”
Sebuah senyum
yang tidak kentara bergetar di sudut mulut Gengo.
Tiba-tiba,
Gengo menggerakkan lengan kirinya, dengan ganas memutar pergelangan kanan
Shikamaru di sekitar sendinya. Pergelangannya merasakan sakit yang teramat
sangat.
Pergelangan
Shikamaru terkunci, dan cengkramannya pada lengan Gengo melemah. Gengo
mengarahkan kunainya ke leher Shikamaru, menyeretnya lebih dekat dan lebih
dekat lagi.
Ia tak punya
waktu lagi untuk menghindarinya.
Shikamaru
memutar tubuhnya ke arah yang sama dengan arah Gengo memutar pergelangannya,
dan menghentakkan tanah dengan kakinya. Lengan kanan Gengo yang bersenjata
memutar ke arah yang berlawanan dengan lompatan Shikamaru, dan ia mampu
menghindari kunai itu. Di udara, Shikamaru menggunakan kakinya untuk memberi
tendangan yang keras pada puncak kepala Gengo.
Tangan Gengo
melepas pergelangan Shikamaru sehingga ia dapat melindungi kepalanya dengan
lengannya. Shikamaru memberikan tendangan kuat lainnya ke arah lengan Gengo
kali ini, dan mendengar suara berderak dari tulang di dalamnya.
Itu tak
berakhir disini.
Shikamaru
mendarat di tanah dan menggunakan kesempatannya, mengayunkan kaki yang satunya
memutar dan menendang Gengo tepat di sampingnya.
Gengo
terhuyung mundur satu langkah.
Shikamaru
masih belum berhenti. Ia menggerakkan kaki kirinya dan dalam satu tendangan
mulus, menyapu kaki Gengo dari bawah.
Shishi Rendan
milik Uchiha Sasuke, Uzumaki Naruto Rendan milik Naruto. Serangan Shikamaru
meniru gerakan itu.
Ia
melakukannya dengan baik, jika mengatakan pada dirinya sendiri.
Gengo terjatuh
ke tanah.
Shikamaru
dengan cepat berada di atasnya, menahannya ke bawah sambil menekankan kunai ke
tenggorokannya. Jika Gengo bergerak sedikit saja, maka Shikamaru akan
membunuhnya tanpa ragu.
“Ke-kenapa
kata-kataku tak mempengaruhi pikiranmu?” Gengo tersedak.
“Hey, kau tahu
bahwa genjutsu hanya bekerja jika terdapat titik lemah pada hati seseorang.”
“Sejak wanita
itu muncul.” Sembur Gengo,
“Perubahan sikapmu yang mendadak telah menunjukkan
bahwa hatimu penuh dengan kelemahan, iya kan?!”
“Kau
benar-benar orang bodoh, huh…” Shikamaru menghela nafas, sebelum tersenyum.
“Hatiku penuh dengan titik lemah. Tidak…tidak ada yang lain kecuali titik
lemah. Justru karena aku mempunyai semua kelemahan itu, tak ada satupun tempat
yang bisa kau susupi. Lagipula, seseorang berpikiran tertutup sepertimu mungkin
tidak akan mengerti maksudku.”
“H-hal seperti
itu…tak mungkin…”
“Kau harus
menerimanya, dengan keadaan seperti ini. Kata-katamu tidak akan mempengaruhiku
lagi.”
Keringat
dingin mengalir di kening Gengo.
“Sejujurnya,
aku tidak ingin melakukan hal seperti ini.”
Ucap Shikamaru, lebih berbicara
pada dirinya sendiri daripada Gengo. “Aku lebih menyukai untuk hidup dalam
kehidupan yang normal. Tapi…”
Selalu ada
perasaan menyesal tentang hidupnya yang sedikit menjalar di sudut hati
Shikamaru…
Namun kini,
perasaan itu hilang sepenuhnya.
Ia telah
membuat keputusannya.
“Tampaknya aku
bukan seseorang yang bisa hidup dalam kehidupan seperti itu.”
‘Orang-orang
membutuhkanku, jadi aku tak punya pilihan selain melakukan ini.’
Shikamaru
telah jatuh ke dalam kondisinya yang sekarang karena setelah bertahun-tahun,
perasaannya tentang ‘tak memiliki pilihan’ telah berkembang lebih besar dan
lebih besar lagi. Semua hal mulai berjalan tak sesuai di dalam hatinya. Ia
terus mempertahankan sikapnya yang menyalahkan orang lain karena kehidupan yang
dijalaninya, dan menjadi setengah hati serta tidak puas dengan semuanya.
Ia telah
membuat kesalahan yang serius.
Karena orang
yang akan mulai mengemasi mimpinya…tak lain adalah diri Shikamaru sendiri.
Mimpinya,
untuk hidup biasa-biasa saja, takkan pernah terwujud.
Tapi ia tak
masalah dengan itu.
Bagaimanapun,
ia telah menemukan sebuah mimpi yang baru…
“Aku akan menghabiskan
seluruh hidupku untuk membangun dunia sehingga orang-orang dapat menjalani
kehidupannya. Sehingga orang-orang yang mengatakan bahwa mereka ingin hidup
dengan nyaman dapat melakukannya selama mungkin.” Ucap Shikamaru.
“Aku akan
menghentikan perang, dan mempersatukan seluruh negara. Dan aku akan membuat
tempat untuk mereka, orang-orang biasa yang tak memiliki mimpi lain selain
menjalani kehidupan yang normal dan sederhana.”
Seorang pria
biasa akan melindungi kebahagiaan yang orang-orang temukan dari hidup dalam
kehidupan yang biasa.
Itu merupakan
mimpi yang cocok untuknya, dan Shikamaru merasa puas dengan itu.
Demi
mewujudkan mimpinya, ia akan menjadikan Naruto Hokage dan ia akan menjadi guru
dari Mirai, dan jika hasil dari mimpinya itu adalah menjadi shinobi yang baik,
yang tak akan mempermalukan ayahnya atau Asuma, maka ia akan bahagia dengan
itu.
Hingga kini,
Shikamaru merasakan prioritasnya terbalik. Ia merasakan tekanan dari dunia
luar, dan membatasi dirinya, menjalani kehidupannya dengan pemikiran yang
konstan agar tak menjadi hal yang memalukan. Itulah mengapa ia memaksa dirinya
bekerja keras, memaksakan dirinya hingga lelah.
Namun dunia
tak seharusnya mengatakan padamu apa yang seharusnya menjadi mimpimu. Mimpimu
sendirilah yang seharusnya dapat meraih dan menghubungkannya dengan dunia.
“Aku akhirnya
telah menyingkirkan keraguanku.” Ucap Shikamaru
“Lalu kenapa
(jika kau telah menyingkirkannya)?” Suara yang lirih datang dari belakangnya.
Hasrat
membunuh.
Shikamaru
melompat dari Gengo, dan hampir terkena cakar harimau yang mengayun menuju
kepalanya.
Seekor harimau
tinta…
“Aku tidak
akan membiarkanmu membunuh Gengo-sama hanya untuk sebuah impian pemalas.“ Ucap
Sai, berdiri di depan Shikamaru dengan kuas dan gulungan di tangannya.
“Sai…”
“Gengo-sama!
Cepat, paksakan kehendakmu kepada para shinobi Sunagakure bodoh itu.”
“Baiklah.”
Gengo mengangguk, dengan cepat berlari menaiki tangga menuju singgasana. Ia
mengangkat kedua tangannya.
“Dengar, semuanya!”
Ia sedang
mempersiapkan pidatonya yang memuat chakra.
“Seolah aku
akan membiarkanmu!” Shikamaru berlari menuju tangga, namun Sai mengahadang
jalannya.
“Aku tidak
akan membiarkanmu mengganggu tindakan Gengo-sama!”
Kuas sai bergerak di atas
gulungannya dengan kecepatan kilat, dan harimau tinta lainnya menjadi nyata.
“Ayo!”
Harimau yang
baru begitu juga harimau yang telah menyerang kepala Shikamaru sesaat tadi,
keduanya melompat menyerangnya.
Gengo
berbicara dengan suara keras diatas podium. Jika Shikamaru tak menghentikannya,
maka ia akan menenggelamkan seluruh shinobi Sunagakure ke dalam genjutsu dan
membekukan gerakan mereka di tempat.
Tiba-tiba,
Shikamaru mendapatkan ide.
“Dengar,
Temari!” Meskipun ia tak mengetahui dimana posisi pasti Temari, ia tetap memanggilnya.
“Pria itu menenggelamkan orang-orang ke dalam genjutsu dengan kata-katanya!
Tenggelamkan suaranya dengan anginmu!”
“Dimengerti!”
Jawaban keras Temari terdengar dari jarak yang sangat dekat.
Setelah itu,
angin topan demi angin topan muncul, angin yang sangat kencang menerjang bebas
di sepanjang ruangan itu. Kata-kata Gengo sepenuhnya ditelan oleh angin kencang
Temari.
Saat
menghindari serangan dari harimau-harimau Sai, Shikamaru melirik ke arah
singgasana di puncak tangga. Gengo telah menyadari bahwa kata-katanya tidak
akan berefek jika mereka tak mendengarnya, dan kini mencoba untuk melarikan
diri.
“Sialan…”
Shikamaru mencoba berlari menaiki tangga, namun harimau tinta Sai menghadang
jalannya.
“Aku tidak
akan membiarkanmu lewat.”
“Sai, sudah
cukup! Sadarlah!”
“Orang yang
seharusnya ‘sadar’ adalah kau dan yang lainnya.”
Tak ada
gunanya, Sai terjebak sepenuhnya dalam cengkraman genjutsu Gengo.
Tiba-tiba,
salah satu angin topan yang menyebabkan kekacauan di sekitar ruangan itu
menerjang dari belakang Shikamaru, dan harimau tinta Sai hancur menjadi kabut
tinta hitam.
Temari
melompat ke tengah Shikamaru dan Sai.
“Serahkan
padaku, kejar si br*****k itu!” Perintahnya.
“Temari…..”
“Kau bisa berterima
kasih padaku nanti, cepat pergi!”
“Baiklah.”
Ucap Shikamaru, dan mulai berlari menaiki tangga.
“Berhenti
disana, Shikamaru!” Teriak Sai.
“Oh, kau tidak
bisa.” Ucap Temari, dan membuka kipas perangnya.
“Lawanmu adalah aku.”
Shikamaru
hanya mengizinkan dirinya menoleh ke arah mereka berdua satu kali, sebelum
memfokusan dirinya kembali untuk berlari menaiki tangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar