Jika nanti Shikamaru meraih tangan itu, maka ia akan merasa
nyaman.
Ia tak perlu memikirkan hal yang merepotkan lagi.
Shinobi akan memerintah dunia…bagaimanapun juga, begitulah
yang seharusnya terjadi.
Jika nanti ia menerima uluran itu, semuanya akan kembali
menjadi mudah.
Ia tak perlu bingung lagi…
“Ayo, kita berjalan bersama.” Suara Gengo terasa seperti
menekan tulang belakang Shikamaru.
Shikamaru perlahan mengangkat tangan kanannya, meraih telapak
tangan besar yang ditawarkan padanya dan menunggu untuk meraihnya.
Ujung jari-jari mereka akan segera bertemu-
Namun ada kegaduhan yang terjadi di belakangnya…
Tepat saat ia merasakannya, tubuh Shikamaru terhempas ke
udara, terlonjak dan mengarah ke langit-langit. Pandangannya dari atas
memungkinkan dirinya melihat Gengo masih di tempat yang sama, menahan dirinya
melawan angin yang sangat kencang. Bahkan para Kakusha yang berada di puncak
tangga juga berusaha melawannya.
Akan tetapi, satu-satunya yang terhempas ke udara adalah
Shikamaru.
Ia terhempas begitu tinggi, ia berakhir dengan menabrak
langit-langit. Sesaat, seluruh tubuhnya terasa nyeri sebagai dampaknya, dan
kemudian yang Shikamaru tahu adalah angin itu telah berhenti, dan ia terjatuh
lagi ke bawah.
“Gah!”
Meskipun ia mengalami pendaratan yang relatif aman, punggung
Shikamaru terhempas ke tanah dengan sangat keras hingga nafasnya tersekat di
tenggorokannya.
Ia telah diterbangkan jauh dari Gengo, hingga mencapai sisi
lain ruangan itu.
“SHIKAMARU!”
Seseorang memanggil namanya dengan teriakan marah yang
menggema sepanjang ruangan itu.
Suara wanita…
Suara yang sangat familiar.
“Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini…?” Shikamaru
bersandar untuk melihat ke arah si pemilik suara.
Seorang wanita berdiri di pintu masuk ruangan itu, rambut
pirangnya diikat dua di setiap sisinya, dan pandangan tajam di matanya. Ia
memegang kipas perang raksasa dengan kedua tangannya, tak diragukan lagi bahwa
benda itu merupakan sumber dari angin yang menghempaskan Shikamaru ke udara.
Temari…..
“Apa yang kau lamunkan?!” Ia menuntut,
“Bersikap berbeda
hanya karena seseorang mengatakan padamu untuk begitu, itu tidak seperti
dirimu, iya kan? Kau adalah pria yang kutandai di antara yang lain! Kuatkan
dirimu, dasar bodoh! Ceramah dari pria merepotkan itu harusnya tidak lebih dari
sebuah omong kosong bagimu! Apa aku salah? Katakan sesuatu! Shikamaru!”
Suara berat Gengo bukan apa-apa dibandingkan dengan raungan
menggemuruh yang bergema di telinga Shikamaru. Matanya seperti tertusuk.
“Ah…”
Kabut yang menyelubungi pikiran Shikamaru telah lenyap tanpa
jejak. Ide-ide aneh yang telah menjejali hatinya lenyap, hilang dari dadanya.
Itu merupakan perasaan yang sangat melegakan.
Shikamaru mengambil nafas dalam, dan perlahan
mengeluarkannya.
Ia tak mampu melakukan apapun kecuali tersenyum.
Satu makian telah membuatnya keluar dari genjutsu…
“Ada apa denganmu, tiba-tiba muncul dan mengatakan semua
itu?” Ia berkata pada temari, mulai bangkit dan menggaruk tengkuknya.
“Hey, aku datang untuk menyeIamatkanmu, jadi lebih baik kau
berterima kasih padaku daripada menggerutu.” Ucap Temari,
melipat kipasnya dan
menghentakkannya ke tanah. Ia bersandar disana, dadanya membusung bangga.
Beberapa shinobi membentuk barisan dibelakangnya. Mereka
memiliki lambang Sunagakure yang terukir di hitai-ate mereka.
“Bagaimapun, aku tidak bisa membiarkanmu mati begitu saja.”
Ia menyeringai pada Shikamaru.
Dalam pikirannya, ia mengulang sebuah frase khusus yang baru
saja digunakan oleh Temari.
‘Ceramah pria merepotkan
itu’
“Merepotkan…huh.” Shikamaru mengalihkan pandangannya ke arah
penjahat itu dengan tanda tanya.
Gengo memberikan sinyal kepada para Kakusha yang menjadi kaku
menghadapi bahaya di puncak tangga. Segera setelah mereka melihat sinyalnya,
para Kakusha mulai menuruni tangga itu.
Seluruh shinobi Sunagakure mulai bergerak untuk berdiri
diantara musuh dan Shikamaru.
Meskipun kaki para Kakusha menolak bergerak dari lantai untuk
menghadapi serangan musuh yang tiba-tiba, satu sinyal dari Gengo membuat mereka
maju menghadapi musuh. Dialah pria berkuasa yang memerintah istana dan Negara
ini.
Suara logam melawan logam terdengar saat pertarungan itu
dimulai.
Cukup aneh, Shikamaru merasa sangat tenang.
Ia mengambil satu langkah yang tenang ke depan
Beberapa jarak di depannya, ia dapat melihat Genggo
menegakkan bahunya dan meningkatkan pertahanannya.
Dalam diam, dengan tenang, Shikamaru terus berjalan.
Saat ia melewati Rou dan Soku, Shikamaru secara singkat
meletakkan tangannya di pundak mereka.
“Sekarang semua baik-baik saja.” Ucapnya pada mereka, dan
terus berjalan.
Saat tersisa satu langkah di antaranya dan Gengo, Shikamaru
berhenti. Ia menaikkan tatapan tajamnya pada pria itu.
Detik itu…Shikamaru menguap.
“Ahhhhh…”
Itu merupakan kuapan yang besar, ia dapat merasakan matanya
berair, dan pandangannya memburam.
“Oi.” Gengo menunjuk sesuatu di wajah Shikamaru.
“Hm?”
Shikamaru menggunakan tangannya untuk menyeka sekitar
mulutnya, dan merasakan sesuatu merembes keluar dari lubang hidung kirinya.
Darah.
Tanpa menyadarinya, ia mengalami pendarahan di hidungnya.
“Temari itu…” Ia bergumam.
Ia pasti telah membenturkan
hidungnya saat angin menghempasnya hingga mencapai langit-langit.
“Maaf soal itu.” Ucap Shikamaru pada Gengo, memutar lehernya.
“Sekarang, apa kau punya sesuatu untuk dibicarakan?”
“Kulihat bala bantuanmu telah datang, namun-”
“Huh?” Shikamaru memotong kata-kata Gengo dengan suara
terkejutnya yang keras.
“Oh, kau membicarakan orang-orang di belakangku.” Ucapnya.
“Nah, kau salah tangkap, mereka bukan bala bantuan.”
“…Lalu kau sebut mereka apa?”
“Aku tak tahu. Mereka datang kesini dengan keinginan mereka
sendiri, jadi …”
Gengo menatap Shikamaru dengan kebingungan yang lebih dan
lebih lagi. Ia terlihat terperangah karena perubahan sikap Shikamaru yang
sangat tiba-tiba.
“Apapun kau menyebut mereka.” Ucap Gengo.
“Saat kami menerima
serangan mendadak dari musuh-musuh ini, negaraku takkan ragu-”
“Pff.” Shikamaru tertawa tanpa berpikir.
Urat kemarahan mulai muncul di kening Gengo.
“Tidak akan ragu?” Tanya Shikamaru geli.
“Apa kau yakin? Saat
kondisi istanamu seperti ini?”
“Jangan meremehkan pengikutku.” Ucap Gengo.
“Mereka tak akan
bisa dikalahkan oleh shinobi setingkat kalian.”
“Yah, tentu, aku sangat berharap untuk melihatnya.”
“Sekarang, dengarkan, Shikamaru-”
“Tidak, aku rasa aku tidak akan.” Ucap Shikamaru terus
terang, mengangkat telapak tangannya.
“Aku tahu jika aku dengan polos
mendengarkan kata-katamu, aku akan berakhir jatuh dalam genjutsumu.”
“…”
Alis kanan Gengo berkedut dengan gerakan yang tak
kentara.
“Terima kasih pada wanita itu, aku akhirnya terbangun.” Ucap
Shikamaru.
“Aku tidak akan jatuh untuk kedua kalinya.”
“Naif…Kau naif, Shikamaru.”
“Kau memenuhi suaramu dengan chakra saat melakukan pidato
panjangmu itu, dan menenggelamkan lawanmu ke dalam genjutsu saat mereka
mendengarnya, benarkah? Itu merupakan jutsu yang sangat cocok untuk seorang
maniak revolusi sepertimu.” Ucap Shikamaru.
“Aku berpikir panjang dan keras
tentang hal itu. Alasan kenapa bayanganku melemah waktu itu adalah karena aku
telah dipengaruhi oleh genjutsu dari pidatomu itu, huh?”
“Genjutsu? Omong kosong. Pidatoku menstimulasi,
menginspirasi. Setiap kata yang kukatakan padamu hingga kini sangatlah tulus.
Dan setiap kata itu merupakan suatu kebenaran. Shinobilah yang seharusnya
memimpin dunia ini. Itulah kenyataan pentingnya. Kaulah yang naïf untuk tak
memahami kenyataan itu.”
Kata-kata Gengo begitu dipenuhi dengan chakra hingga membuat
telinga Shikamaru bergetar, tapi tak
terlalu, karena ia menutup telinganya dengan telapak tangannya untuk
mempertahankan dirinya.
Ia benar-benar tak khawatir lagi.
Hati Shikamaru yang awalnya terganggu layaknya ombak badai,
kini dengan anehnya berubah menjadi tenang.
Tak peduli apa yang terjadi, ia sudah tak takut lagi.
Tidak, itu lebih seperti…
“Bagaimanapun, semua hal itu sangatlah merepotkan, huh?”
Shikamaru mengeluarkan kuapan lagi.
“Aku berpikir, kenapa mata manusia menjadi
berair saat mereka menguap?”
Gengo tak menjawab. Ia begitu tersuruk, ia tak mampu
mengatakan apapun.
Shikamaru tak benar-benar berniat untuk membuatnya bingung
dalam keheningan.
Ia tak memiliki strategi apapun.
Ia hanya percaya pada dirinya sendiri.
Makian Temari muncul di pikirannya...
‘Ceramah pria itu harusnya tidak lebih dari omong kosong
bagimu!’
Dia benar. Shikamaru tak pernah menjadi seseorang yang
memikirkan nasib seluruh dunia. Ia hanya seorang pria yang menganggap semua hal
itu merepotkan, dan menginginkan kehidupan yang biasa-biasa saja.
Memikirkan tentang bagaimana tindakannya dapat mengubah
dunia, bukankah itu sangat merepotkan? Ia tak perlu membebani dirinya dengan
pemikiran seperti itu …
Ia tak peduli. Gengo dapat terus berjalan dan mengubah dunia
sesukanya.
'–Tidak, tunggu sebentar.'
'Jika Gengo melakukan hal sesukanya, lalu apa yang akan
terjadi pada Naruto dan yang lainnya?'
'Apa yang akan terjadi pada Temari?'
“Pada akhirnya,” Shikamaru menghela nafas,
“Tampaknya
giliranku yang tidak dapat membiarkanmu melakukan hal sesukamu, atau itu akan
menjadi sebuah masalah untuk kedepannya.”
“Ke- Kemana ambisimu pergi?” Tanya Gengo.
“Kau berpikir
tentang mengubah dunia, Shikamaru! Buka matamu!"
“Apa yang kau ocehkan?” Tanya Shikamaru.
“Baru sekarang aku
benar-benar terbangun.”
Shikamaru mengambil satu langkah lagi menuju Gengo, senyum
terukir di bibirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar