Novel Shikamaru Hiden Chapter 16 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Rabu, 06 April 2016

Novel Shikamaru Hiden Chapter 16

Dalam waktu sepersekian detik, Temari mengizinkan dirinya untuk merasa lega. Ia mencapai Shikamaru tepat pada waktunya.

 

Setelah percakapan dengan Gaara waktu itu, Temari segera menuju Konoha dan bertanya pada Naruto. Ninja berambut pirang itu tak memiliki satupun jawaban untuknya.

 

Namun, sama seperti Temari, Naruto merasakan perasaan aneh yang mengatakan ada sesuatu yang tak beres mengenai Shikamaru. Ino dan Chouji juga berunding, dan saat perasaan samar itu menguat menjadi kepastian, Naruto membawa Temari bersamanya untuk pergi dan memaksa Kakashi memberikan jawabannya.

 

Pidato Naruto yang mengerikan dan blak-blakan mengganggu Kakashi di satu sisi, sedangkan Temari meminta untuk membawa bala bantuan dari Suna di sisi lain. Dan akhirnya, ia menyerah.

 

Dibawah perjanjian bahwa mereka tak akan memperburuk situasinya, shinobi Sunagakure diizinkan untuk bergerak.

 

Temari telah membuat perencanaan sebelumnya dengan desanya, sehingga bala bantuannya dapat segera berangkat jika dibutuhkan. Segera setelah mendapatkan izin Kakashi, Temari mengirimkan pesan ke desanya, dan segera berangkat menuju Negeri Sunyi. Dalam perjalanan ia bertemu kelompok shinobi Sunagakure yang dipimpin oleh Gaara.

 

Saat mereka tiba di negara itu, mereka mulai mencari orang-orang yang berguna untuk diinterogasi.

 

Hingga saat ini, sudah 10 hari sejak Shikamaru berangkat menuju Negeri Sunyi. Temari kehilangan akal karena terburu-buru, dan interogasinya berjalan lebih buruk. Tak lama, seorang pria yang menyebut dirinya ‘Yang Tercerahkan’ tak sengaja menyebutkan bahwa shinobi dari Konohagakure telah di tahan di istana negara itu.

 

Segera setelah ia mengetahuinya, semuanya berjalan dengan mudah.

 

Mereka menyusup ke dalam istana dengan perisai pasir yang diciptakan Gaara. Temari memimpin armada kecilnya menuruni koridor, menjatuhkan para penjaga sebelum mereka dapat mengirim alarm peringatan, dan perlahan menyelinap menuju aula utama. Semua berlangsung pada waktu yang tepat, tepat saat Shikamaru hampir menyerahkan kesetiannya pada Gengo.

 

Pada detik Temari melihat Shikamaru seperti dipengaruhi ucapan Gengo tentang shinobi yang memimpin dunia, ia kehilangan seluruh kontrol dirinya.

 

Shikamaru bukan jenis pria yang akan tergoyahkan oleh sampah seperti itu

 

Saat Temari men-summon anginnya untuk menerbangkan pintu aula itu dan menyerbu ke dalam, tubuhnya tak sedang diperintah olehnya. Ia dipenuhi oleh kemarahan yang murni.

 

Mendengar bahwa itu hanya merupakan genjutsu telah membuatnya merasa lega…

 

Setelah terbangun, Shikamaru kembali menjadi pria yang dikenalnya. Ia menghadapi Gengo dengan hidung yang berdarah dan mata malasnya, dan hanya melihatnya sudah cukup membuat Temari merasa semuanya hingga saat ini tidak sia-sia.

 

“Kau tidak seharusnya begitu pelupa disaat seperti ini.”

 

Seorang shinobi Konoha yang mengatakannya, dengan senyum kaku di wajahnya. Kuas yang tergenggam di tangannya telah mengidupkan harimau serta serigala yang tak terhitung jumlahnya hingga detik ini. Saat ini, ia men-summon seekor harimau putih yang menyeramkan. Diantara semua hewan tinta yang telah di-summon-nya, yang satu ini terlihat paling ganas.

 

Jika ia mengingatnya dengan benar, pria ini bernama Sai…

 

Teman satu tim Naruto dan Sakura.

 

“Pelupa? Aku tidak melakukan serangan yang sama berkali-kali.” Temari bergumam pelan, dan mengayunkan kipas perangnya, seluruh tubuhnya memutar mengikuti gerakannya.

 

Angin dari kipasnya berubah menjadi seekor musang bersabit: Kamatari. Ia (Kamatari) memutar dan menggerakkan tubuhnya mengikuti arah angin, menerjang ke arah harimau itu dan menyayat lehernya dengan sabitnya. Harimau Sai kembali menjadi tinta tak bernyawa, jatuh ke tanah.

 

“Sungguh mengagumkan bagaimana kau tidak memiliki sedikitpun keraguan.” Komentar Sai.

 

Temari berbalik ke arah suara itu datang.

 

Menghilang!

 

'Kapan dia menghilang, dan kemana?'

 

Ia bahkan tak memiliki waktu untuk mengikuti gerakan Sai dengan matanya…

 

“Shinobi yang dapat melihat ke dalam Jutsu Teleportasi Tinta…tak pernah ada.”

 

Sai telah berteleportasi tepat dibelakangnya.

 

Ia pasti akan bergerak untuk menikamnya.

 

Temari tak akan bisa berbalik tepat pada waktunya.

 

'Kiri atau kanan?'

 

“Oh, sial!”

 

Ia harus berspekulasi.

 

Diam-diam berharap pisau itu tak mengikutinya, Temari menggeser tubuhnya ke kanan. Cakar harimau mengayun ke arahnya, menggores alis kirinya.

 

“Terlalu naif.” Suara Sai yang dingin cukup bagi udara dingin untuk menjalar ke tulang belakang Temari.

 

'Kapan dia berteleportasi ke depannya?'

 

“Sial!”

 

Temari mengayunkan kipasnya ke samping tubuhnya sebagai perisai. Kipasnya telah diciptakan agar susunannya cukup kuat untuk menangkis pisau besi. Ia sepenuhnya terlindungi dari senjata seperti kunai.

 

Namun…

 

“Guh!”

 

Temari terjatuh tepat dimana ia berdiri, nyeri yang tajam menembus melewati perutnya.

 

“Manipulasi chakra… Itu merupakan keahlianku.” Ucap Sai dengan suara yang hampa dan tak bersalah. 

 

Kunai yang dipegangnya telah menembus langsung kipas perang Temari dan mencapai perutnya.

 

Ada sesuatu yang samar-samar melingkar disekitar senjata itu, seperti kabut.

 

Chakra.

 

Ia mengelilingi kunainya dengan chakra yang sangat tebal hingga kau dapat melihatnya. Kekuatan dan ketajaman pisau itu pasti telah meningkat sepuluh kali lipat…

 

“Tak peduli seberapa keras kalian melawan, tak satupun dari kalian yang dapat menandingi Gengo-sama.” Ucap Sai. 

 

“Pada akhirnya, kami para Kakusha lah yang akan mengendalikan dunia ini.”

 

“Apa itu…benar-benar yang kau inginkan?”

 

“Ya.” Sai membiarkan sebuah senyum menghiasi wajahnya. 

 

Ia tak tampak seperti berada dalam genjutsu. Keyakinan yang tak tergoyahkan pada Gengo tergambar dengan jelas di wajah Sai.

 

Namun…

 

“Baiklah, lalu…” Ucap Temari susah payah. 

 

“Kenapa kau menangis?”

 

Setetes air mata lolos dari mata kanan Sai tak luput dari pengamatan Temari.

 

Di dalam hatinya, Sai berada dalam pertentangan.

 

“Aku tidak menangis.” Sai menggertak, dan mencengkram kunainya lebih erat, bersiap untuk serangan akhir.

 

Temari menahan nafasnya.

 

“KUATKAN DIRIMU DAN BANGUUUUUUUUUUUUUUUUUUUNNNNNNNNNN!”

 

Tiba-tiba, Sai terlempar oleh serangan seorang kunoichi. Ia terhempas dari pandangan Temari seluruhnya, kunai yang menusuknya bergemerincing di lantai.

 

“Apa kau baik-baik saja?” Kunoichi itu bertanya sembari membantu posisi Temari yang tumbang.

 

“Sa…Sakura?”

 

“Bertahanlah, jangan bicara sekarang.” Ucap Sakura. 

 

“Aku akan menutup luka di perutmu.”

 

Chakra mengelilingi tangan kunoichi itu saat ia menekan lembut luka terbuka Temari. Gelombang chakra yang hangat itu dengan lembut menyelimuti perutnya.

 

“Tunggu…Sai?”

 

“Tidak apa-apa, pasukan kami yang menanganinya.”

 

“Eh?” Temari mengalihkan pandangan ke arah Sai yang sedang terlempar.

 

Seseorang menahan Sai di tempat dimana ia dilempar oleh Sakura.

 

Raksasa…

 

Tak salah lagi. Pria raksasa itu adalah sahabat Shikamaru.

 

“Chouji!” 

 

Seorang kunoichi berambut panjang berteriak di belakangnya. 

 

“Tetap tahan dia seperti itu!”

 

“Shikamaru dalam bahaya, tapi shinobi Konoha tidak bergerak untuk membantunya.” 

 

Sakura meniru komentar seorang penduduk sambil menyembuhkan perut Temari. 

 

“Akan terasa begitu menyakitkan jika keadaannya berubah seperti itu, jadi …”

 

Ada dua shinobi berdiri di belakang Sakura, keduanya dipenuhi luka. Yang satu merupakan pria paruh baya dengan wajah menakutkan. Yang satunya lagi merupakan perempuan yang bertahun-tahun lebih muda dari Temari.

 

Temari mengeratkan giginya melawan rasa sakit karena lukanya, dan kembali berbicara pada Sakura.

 

“Dia berada…dibawah genjutsu …”

 

“Tenang saja,” Sakura meyakinkannya, 

 

“Kami sudah mendengarnya dari mereka berdua.”

 

Kedua shinobi di belakangnya mengangguk menegaskan kata-katanya.

 

“Baiklah! Semuanya sudah siap!” 

 

Kunoichi berambut panjang berteriak pada Chouji, menyatukan telapak tangannya.

 

Sai berusaha memberontak dibawah tubuh raksasa Chouji, wajahnya penuh hasrat ingin membunuh. Ia menggeram mengeratkan giginya, cahaya bersinar pada gigi taringnya.

 

“Ninpou – Shintenshin no Jutsu!” Kunoichi berambut panjang itu berteriak.

 

“Selama jutsu Ino bekerja, semuanya akan baik-baik saja.” Gumam Sakura.

 

Chouji membebaskan Sai, mundur.

 

Sai bangkit.

 

Semua itu terjadi seketika.

 

Seperti kilatan petir, getaran keras memasuki tubuh Sai, dan ia berhenti bergerak. Di hadapannya, dalam satu garis simetris, tubuh Ino juga menjadi kaku.

 

“Ahh, sudah. Sudah tidak apa-apa sekarang.” Sakura perlahan menyingkirkan tangannya

 

Rasa sakit di perut Temari sudah menghilang sepenuhnya.

 

⁰â‚’⁰

Ino menyelam dalam kegelapan. Lebih dalam dan lebih dalam lagi.

 

Ia masih belum menemukan Sai.

 

Tak peduli seberapa dalam ia terus menyelam, semua yang mengelilinginya adalah tinta hitam yang pekat.

 

Bagaimanapun, ini adalah Sai. Pada dasarnya ia tak sepenuhnya menyadari siapa dirinya yang sebenarnya. Ia tak akan mudah ditemukan.

 

Namun Ino akan menyelamatkannya tak peduli apapun yang terjadi…

 

Karena jika Ino tak dapat menyelamatkan Sai, maka kedatangannya kesini akan menjadi sia-sia.

 

Ia dengan susah payah terus berusaha keras melewati lapisan-lapisan hati Sai.

 

Shintenshin no Jutsu dapat membuatmu mampu bergerak dalam tubuh seseorang sesuai keinginanmu sendiri, dan caranya adalah dengan memberikan pengaruhmu dari dalam hati orang tersebut. Saat ujian chuunin. Ino telah menyadari hal ini dengan jelas ketika ia dan Sakura berjuang untuk mengontrol hati yang terlemah.

 

Saat di Konoha, ia membaca pesan Sai, melihat tulisan tangannya yang berantakan dan kacau, dengan rasa sedih ia tak dapat berharap untuk menggenggamnya. Saat itu, Ino merasakaan penderitaan Sai hingga terasa menyakitkan.

 

Saat itu, Ino belum mengetahui tentang Gengo atau genjutsunya atau yang lainnya, namun ia telah bertekad pada dirinya bahwa ia harus pergi. Tentu saja, ia juga ingin menyelamatkan Shikamaru, namun yang memicu Ino untuk bergerak adalah pesan Sai yang tampak menderita.

 

Sai, yang selalu mengkhawatirkan kekosongan hatinya sendiri, merasakan penderitaan lebih dari yang lain di bawah genjutsu Gengo. Tak ada yang dapat menyelamatkan Sai dari sana selain Ino.

 

Dan itulah mengapa ia bertekad untuk terus menyelam, tak peduli seberapa dalam ia harus pergi.

 

Ketika kau menyelam jauh ke dalam hati seseorang, hal pertama yang mungkin terjadi adalah kehadiranmu sendiri yang mulai menjadi kabur.

 

Hal terakhir yang mungkin terjadi adalah kesadaranmu akan sepenuhnya hilang di kedalaman itu. Ketika hal itu terjadi, maka tak akan ada jalan untuk kembali.

 

Itu merupakan resiko besar yang harus Ino ambil untuk menyelamatkan Sai.

 

…Ia ingin berbicara dengannya lebih banyak lagi.

 

Sai, yang selalu memberikan senyuman yang menunjukkan rasa kesepiannya, Ino ingin mengenalnya lebih dan lebih lagi.

 

Tak mungkin ia meninggalkan Sai di tempat yang penuh kegelapan seperti ini.

 

Sesaat kemudian, Ino mulai merasakan sesuatu yang hangat datang dari kegelapan. Sebuah cahaya yang redup…

 

Ia melewati sekumpulan chakra. Gabungan dari chakra banyak orang…

 

Naruto.

 

Sakura.

 

Yamato.

 

Kakashi.

 

Semua shinobi Konoha ada disana.

 

Rasanya seperti kobaran api di tengah badai salju.

 

Ino menyelam sedikit lagi, matanya mengintip ke dalam kekusutan itu, mencari-cari di antara chakra semua orang.

 

Disanalah dia…

 

Seseorang yang meringkuk di tengah kehangatan semua orang adalah Sai.

 

“Sai!” Ino mati-matian menggapainya. “Disini!”

 

Sai melihat ke atas ke arah suara Ino. Kedua matanya merah dan bengkak karena menangis.

 

“Ayo.” Ucap Ino. 

 

“Kita keluar dari sini bersama-sama.”

 

“Kau…”

 

Ino menggapainya, tangannya akhirnya mendarat di pundak Sai, kuat dan meyakinkan.

 

“Ayo.” Ucapnya

 

Tepat pada saat itu, Sai tersenyum.

 

Ino tak pernah melihatnya tersenyum setulus ini sebelumnya.

 

Ino menarik nafas berat dan dalam, seperti baru saja menembus permukaan samudra yang sangat dalam. Ia menghirup udara sebanyak mungkin, tubuhnya benar-benar membutuhkan oksigen.

 

Kegelapan telah ia tinggalkan di belakangnya, dan kini yang tampak adalah luapan cahaya.

 

Sakura dan Chouji berdiri menjaga mereka. Ino duduk di hadapan Sai yang sedang tertidur.

 

“Bagaimana, Ino?”

 

Meskipun ia mendengar pertanyaan Chouji, ia terlalu lelah untuk menjawab

 

Kepala Sai berada di dekat lutut Ino. Perlahan, ia membuka matanya.

 

Sebulum Ino menyadari siapa yang pertama kali menggapai, mereka telah menggenggamkan tangan mereka.

 

“Sai.”

 

“Kau…” Sai bergumam linglung, mengeratkan genggamannya. 

 

“Kau yang…”

 

“Kau bisa berhenti khawatir sekarang.” Airmata mulai mengalir dari mata Ino.

 

“Terima kasih, nona cantik.”

 

“Bodoh…”

 

Keduanya tersenyum lembut satu sama lain.

 

Lanjut Chapter 17

2 komentar: