Dalam waktu sepersekian detik, Temari mengizinkan dirinya
untuk merasa lega. Ia mencapai Shikamaru tepat pada waktunya.
Setelah percakapan dengan Gaara waktu itu, Temari segera
menuju Konoha dan bertanya pada Naruto. Ninja berambut pirang itu tak memiliki
satupun jawaban untuknya.
Namun, sama seperti Temari, Naruto merasakan perasaan aneh
yang mengatakan ada sesuatu yang tak beres mengenai Shikamaru. Ino dan Chouji
juga berunding, dan saat perasaan samar itu menguat menjadi kepastian, Naruto
membawa Temari bersamanya untuk pergi dan memaksa Kakashi memberikan
jawabannya.
Pidato Naruto yang mengerikan dan blak-blakan mengganggu
Kakashi di satu sisi, sedangkan Temari meminta untuk membawa bala bantuan dari
Suna di sisi lain. Dan akhirnya, ia menyerah.
Dibawah perjanjian bahwa mereka tak akan memperburuk
situasinya, shinobi Sunagakure diizinkan untuk bergerak.
Temari telah membuat perencanaan sebelumnya dengan desanya,
sehingga bala bantuannya dapat segera berangkat jika dibutuhkan. Segera setelah
mendapatkan izin Kakashi, Temari mengirimkan pesan ke desanya, dan segera
berangkat menuju Negeri Sunyi. Dalam perjalanan ia bertemu kelompok shinobi
Sunagakure yang dipimpin oleh Gaara.
Saat mereka tiba di negara itu, mereka mulai mencari
orang-orang yang berguna untuk diinterogasi.
Hingga saat ini, sudah 10 hari sejak Shikamaru berangkat
menuju Negeri Sunyi. Temari kehilangan akal karena terburu-buru, dan
interogasinya berjalan lebih buruk. Tak lama, seorang pria yang menyebut
dirinya ‘Yang Tercerahkan’ tak sengaja menyebutkan bahwa shinobi dari
Konohagakure telah di tahan di istana negara itu.
Segera setelah ia mengetahuinya, semuanya berjalan dengan
mudah.
Mereka menyusup ke dalam istana dengan perisai pasir yang
diciptakan Gaara. Temari memimpin armada kecilnya menuruni koridor, menjatuhkan
para penjaga sebelum mereka dapat mengirim alarm peringatan, dan perlahan
menyelinap menuju aula utama. Semua berlangsung pada waktu yang tepat, tepat
saat Shikamaru hampir menyerahkan kesetiannya pada Gengo.
Pada detik Temari melihat Shikamaru seperti dipengaruhi
ucapan Gengo tentang shinobi yang memimpin dunia, ia kehilangan seluruh kontrol
dirinya.
Shikamaru bukan jenis pria yang akan tergoyahkan oleh sampah
seperti itu
Saat Temari men-summon anginnya untuk menerbangkan pintu aula
itu dan menyerbu ke dalam, tubuhnya tak sedang diperintah olehnya. Ia dipenuhi
oleh kemarahan yang murni.
Mendengar bahwa itu hanya merupakan genjutsu telah membuatnya
merasa lega…
Setelah terbangun, Shikamaru kembali menjadi pria yang
dikenalnya. Ia menghadapi Gengo dengan hidung yang berdarah dan mata malasnya,
dan hanya melihatnya sudah cukup membuat Temari merasa semuanya hingga saat ini
tidak sia-sia.
“Kau tidak seharusnya begitu pelupa disaat seperti ini.”
Seorang shinobi Konoha yang mengatakannya, dengan senyum kaku
di wajahnya. Kuas yang tergenggam di tangannya telah mengidupkan harimau serta
serigala yang tak terhitung jumlahnya hingga detik ini. Saat ini, ia men-summon
seekor harimau putih yang menyeramkan. Diantara semua hewan tinta yang telah
di-summon-nya, yang satu ini terlihat paling ganas.
Jika ia mengingatnya dengan benar, pria ini bernama Sai…
Teman satu tim Naruto dan Sakura.
“Pelupa? Aku tidak melakukan serangan yang sama
berkali-kali.” Temari bergumam pelan, dan mengayunkan kipas perangnya, seluruh
tubuhnya memutar mengikuti gerakannya.
Angin dari kipasnya berubah menjadi seekor musang bersabit:
Kamatari. Ia (Kamatari) memutar dan menggerakkan tubuhnya mengikuti arah angin,
menerjang ke arah harimau itu dan menyayat lehernya dengan sabitnya. Harimau
Sai kembali menjadi tinta tak bernyawa, jatuh ke tanah.
“Sungguh mengagumkan bagaimana kau tidak memiliki sedikitpun
keraguan.” Komentar Sai.
Temari berbalik ke arah suara itu datang.
Menghilang!
'Kapan dia menghilang, dan kemana?'
Ia bahkan tak memiliki waktu untuk mengikuti gerakan Sai dengan
matanya…
“Shinobi yang dapat melihat ke dalam Jutsu Teleportasi
Tinta…tak pernah ada.”
Sai telah berteleportasi tepat dibelakangnya.
Ia pasti akan bergerak untuk menikamnya.
Temari tak akan bisa berbalik tepat pada waktunya.
'Kiri atau kanan?'
“Oh, sial!”
Ia harus berspekulasi.
Diam-diam berharap pisau itu tak mengikutinya, Temari
menggeser tubuhnya ke kanan. Cakar harimau mengayun ke arahnya, menggores alis
kirinya.
“Terlalu naif.” Suara Sai yang dingin cukup bagi udara dingin
untuk menjalar ke tulang belakang Temari.
'Kapan dia berteleportasi ke depannya?'
“Sial!”
Temari mengayunkan kipasnya ke samping tubuhnya sebagai
perisai. Kipasnya telah diciptakan agar susunannya cukup kuat untuk menangkis
pisau besi. Ia sepenuhnya terlindungi dari senjata seperti kunai.
Namun…
“Guh!”
Temari terjatuh tepat dimana ia berdiri, nyeri yang tajam
menembus melewati perutnya.
“Manipulasi chakra… Itu merupakan keahlianku.” Ucap Sai
dengan suara yang hampa dan tak bersalah.
Kunai yang dipegangnya telah menembus
langsung kipas perang Temari dan mencapai perutnya.
Ada sesuatu yang samar-samar melingkar disekitar senjata itu,
seperti kabut.
Chakra.
Ia mengelilingi kunainya dengan chakra yang sangat tebal
hingga kau dapat melihatnya. Kekuatan dan ketajaman pisau itu pasti telah
meningkat sepuluh kali lipat…
“Tak peduli seberapa keras kalian melawan, tak satupun dari
kalian yang dapat menandingi Gengo-sama.” Ucap Sai.
“Pada akhirnya, kami para
Kakusha lah yang akan mengendalikan dunia ini.”
“Apa itu…benar-benar yang kau inginkan?”
“Ya.” Sai membiarkan sebuah senyum menghiasi wajahnya.
Ia tak
tampak seperti berada dalam genjutsu. Keyakinan yang tak tergoyahkan pada Gengo
tergambar dengan jelas di wajah Sai.
Namun…
“Baiklah, lalu…” Ucap Temari susah payah.
“Kenapa kau
menangis?”
Setetes air mata lolos dari mata kanan Sai tak luput dari
pengamatan Temari.
Di dalam hatinya, Sai berada dalam pertentangan.
“Aku tidak menangis.” Sai menggertak, dan mencengkram
kunainya lebih erat, bersiap untuk serangan akhir.
Temari menahan nafasnya.
“KUATKAN DIRIMU DAN BANGUUUUUUUUUUUUUUUUUUUNNNNNNNNNN!”
Tiba-tiba, Sai terlempar oleh serangan seorang kunoichi. Ia
terhempas dari pandangan Temari seluruhnya, kunai yang menusuknya
bergemerincing di lantai.
“Apa kau baik-baik saja?” Kunoichi itu bertanya sembari
membantu posisi Temari yang tumbang.
Chakra mengelilingi tangan kunoichi itu saat ia menekan
lembut luka terbuka Temari. Gelombang chakra yang hangat itu dengan lembut
menyelimuti perutnya.
“Tunggu…Sai?”
“Tidak apa-apa, pasukan kami yang menanganinya.”
“Eh?” Temari mengalihkan pandangan ke arah Sai yang sedang
terlempar.
Seseorang menahan Sai di tempat dimana ia dilempar oleh
Sakura.
Raksasa…
Tak salah lagi. Pria raksasa itu adalah sahabat Shikamaru.
“Chouji!”
Seorang kunoichi berambut panjang berteriak di
belakangnya.
“Tetap tahan dia seperti itu!”
“Shikamaru dalam bahaya, tapi shinobi Konoha tidak bergerak
untuk membantunya.”
Sakura meniru komentar seorang penduduk sambil menyembuhkan
perut Temari.
“Akan terasa begitu menyakitkan jika keadaannya berubah seperti
itu, jadi …”
Ada dua shinobi berdiri di belakang Sakura, keduanya dipenuhi
luka. Yang satu merupakan pria paruh baya dengan wajah menakutkan. Yang satunya
lagi merupakan perempuan yang bertahun-tahun lebih muda dari Temari.
Temari mengeratkan giginya melawan rasa sakit karena lukanya,
dan kembali berbicara pada Sakura.
“Dia berada…dibawah genjutsu …”
“Tenang saja,” Sakura meyakinkannya,
“Kami sudah mendengarnya
dari mereka berdua.”
Kedua shinobi di belakangnya mengangguk menegaskan
kata-katanya.
“Baiklah! Semuanya sudah siap!”
Kunoichi berambut panjang
berteriak pada Chouji, menyatukan telapak tangannya.
Sai berusaha memberontak dibawah tubuh raksasa Chouji,
wajahnya penuh hasrat ingin membunuh. Ia menggeram mengeratkan giginya, cahaya
bersinar pada gigi taringnya.
“Ninpou – Shintenshin no Jutsu!” Kunoichi berambut panjang
itu berteriak.
“Selama jutsu Ino bekerja, semuanya akan baik-baik saja.”
Gumam Sakura.
Chouji membebaskan Sai, mundur.
Sai bangkit.
Semua itu terjadi seketika.
Seperti kilatan petir, getaran keras memasuki tubuh Sai, dan
ia berhenti bergerak. Di hadapannya, dalam satu garis simetris, tubuh Ino juga
menjadi kaku.
“Ahh, sudah. Sudah tidak apa-apa sekarang.” Sakura perlahan
menyingkirkan tangannya
Rasa sakit di perut Temari sudah menghilang sepenuhnya.
⁰ₒ⁰
Ino menyelam dalam kegelapan. Lebih dalam dan lebih dalam
lagi.
Ia masih belum menemukan Sai.
Tak peduli seberapa dalam ia terus menyelam, semua yang
mengelilinginya adalah tinta hitam yang pekat.
Bagaimanapun, ini adalah Sai. Pada dasarnya ia tak sepenuhnya
menyadari siapa dirinya yang sebenarnya. Ia tak akan mudah ditemukan.
Namun Ino akan menyelamatkannya tak peduli apapun yang
terjadi…
Karena jika Ino tak dapat menyelamatkan Sai, maka
kedatangannya kesini akan menjadi sia-sia.
Ia dengan susah payah terus berusaha keras melewati
lapisan-lapisan hati Sai.
Shintenshin no Jutsu dapat membuatmu mampu bergerak dalam
tubuh seseorang sesuai keinginanmu sendiri, dan caranya adalah dengan
memberikan pengaruhmu dari dalam hati orang tersebut. Saat ujian chuunin. Ino
telah menyadari hal ini dengan jelas ketika ia dan Sakura berjuang untuk
mengontrol hati yang terlemah.
Saat di Konoha, ia membaca pesan Sai, melihat tulisan
tangannya yang berantakan dan kacau, dengan rasa sedih ia tak dapat berharap
untuk menggenggamnya. Saat itu, Ino merasakaan penderitaan Sai hingga terasa
menyakitkan.
Saat itu, Ino belum mengetahui tentang Gengo atau genjutsunya
atau yang lainnya, namun ia telah bertekad pada dirinya bahwa ia harus pergi.
Tentu saja, ia juga ingin menyelamatkan Shikamaru, namun yang memicu Ino untuk
bergerak adalah pesan Sai yang tampak menderita.
Sai, yang selalu mengkhawatirkan kekosongan hatinya sendiri,
merasakan penderitaan lebih dari yang lain di bawah genjutsu Gengo. Tak ada
yang dapat menyelamatkan Sai dari sana selain Ino.
Dan itulah mengapa ia bertekad untuk terus menyelam, tak
peduli seberapa dalam ia harus pergi.
Ketika kau menyelam jauh ke dalam hati seseorang, hal pertama
yang mungkin terjadi adalah kehadiranmu sendiri yang mulai menjadi kabur.
Hal terakhir yang mungkin terjadi adalah kesadaranmu akan
sepenuhnya hilang di kedalaman itu. Ketika hal itu terjadi, maka tak akan ada
jalan untuk kembali.
Itu merupakan resiko besar yang harus Ino ambil untuk
menyelamatkan Sai.
…Ia ingin berbicara dengannya lebih banyak lagi.
Sai, yang selalu memberikan senyuman yang menunjukkan rasa
kesepiannya, Ino ingin mengenalnya lebih dan lebih lagi.
Tak mungkin ia meninggalkan Sai di tempat yang penuh
kegelapan seperti ini.
Sesaat kemudian, Ino mulai merasakan sesuatu yang hangat
datang dari kegelapan. Sebuah cahaya yang redup…
Ia melewati sekumpulan chakra. Gabungan dari chakra banyak
orang…
Naruto.
Sakura.
Yamato.
Kakashi.
Semua shinobi Konoha ada disana.
Rasanya seperti kobaran api di tengah badai salju.
Ino menyelam sedikit lagi, matanya mengintip ke dalam
kekusutan itu, mencari-cari di antara chakra semua orang.
Disanalah dia…
Seseorang yang meringkuk di tengah kehangatan semua orang
adalah Sai.
“Sai!” Ino mati-matian menggapainya. “Disini!”
Sai melihat ke atas ke arah suara Ino. Kedua matanya merah
dan bengkak karena menangis.
“Ayo.” Ucap Ino.
“Kita keluar dari sini bersama-sama.”
“Kau…”
Ino menggapainya, tangannya akhirnya mendarat di pundak Sai,
kuat dan meyakinkan.
“Ayo.” Ucapnya
Tepat pada saat itu, Sai tersenyum.
Ino tak pernah melihatnya tersenyum setulus ini sebelumnya.
Ino menarik nafas berat dan dalam, seperti baru saja menembus
permukaan samudra yang sangat dalam. Ia menghirup udara sebanyak mungkin,
tubuhnya benar-benar membutuhkan oksigen.
Kegelapan telah ia tinggalkan di belakangnya, dan kini yang
tampak adalah luapan cahaya.
Sakura dan Chouji berdiri menjaga mereka. Ino duduk di
hadapan Sai yang sedang tertidur.
“Bagaimana, Ino?”
Meskipun ia mendengar pertanyaan Chouji, ia terlalu lelah
untuk menjawab
Kepala Sai berada di dekat lutut Ino. Perlahan, ia membuka matanya.
Sebulum Ino menyadari siapa yang pertama kali menggapai,
mereka telah menggenggamkan tangan mereka.
“Sai.”
“Kau…” Sai bergumam linglung, mengeratkan genggamannya.
“Kau
yang…”
“Kau bisa berhenti khawatir sekarang.” Airmata mulai mengalir
dari mata Ino.
chapter 17 gak ada ya? -_-
BalasHapusChapter selanjutnya cek di arsip karena link belum di perbaiki
BalasHapus