Shikamaru berlari menaiki tangga spiral yang sangat, sangat
panjang. Matanya terus tertuju pada figur yang berlari di depannya: Gengo.
Seluruh Kakusha-nya masih bertarung di bawah aula sana, dan pria yang mereka
hormati seperti dewa sedang mencoba melarikan dirinya sendiri.
Tangga spiral itu terasa aneh dan menyesakkan untuk mereka,
dengan dinding batu yang menutupi sisi-sisinya. Kau terus berlari menaikinya,
dan menaikinya, dan menaikinya, dan secepatnya kau akan merasa pusing.
“Bagaimana jika kau mengakhiri ini semua dan menyerah
sekarang?”
Shikamaru balik bertanya pada Gengo. Tanpa mengharapkan jawaban.
Beberapa jarak di depan Gengo, terdapat sebuah pintu besi.
Itu merupakan pintu yang tampak sederhana dan berbentuk aneh, tanpa hiasan
ataupun dekorasi. Gengo terus berlari, mencapai dan membuka pintu yang tampak
berat itu dengan menariknya tanpa ragu-ragu. Shikamaru hanya menangkap sekilas
kegelapan dari dalam ruangan itu sebelum Gengo menghilang ke dalamnya. Pintu
tertutup.
Tangan Shikamaru menggapai pintu yang tertutup itu dan pintu
itu berderit terbuka karena sentuhannya.
'Pasti ada mekanisme tertentu.'
Shikamaru membuka pintu itu.
Itu tak ada hubungannya dengan rencana maupun strategi.
Ia tak memiliki pilihan lain selain terus berjalan.
Apa yang terdapat di dalam ruangan itu adalah kegelapan yang
sebenarnya. Hanya ada satu wujud yang berada dalam keheningan yang gelap itu.
Satu orang.
Tiba-tiba, pintu terbanting tertutup di belakang Shikamaru.
Karena Gengo berada di dalam ruangan itu bersamanya
kemungkinan ada seseorang yang menutup pintu itu- atau, itu merupakan sebuah
trik yang dirancang oleh Gengo.
“Jadi kau masuk dengan sendirinya tanpa keraguan. Tolong
katakan padaku bahwa itu bukanlah tindakan yang terlalu berani.” Suara Gengo
datang.
“Kau sadar, kau tak akan bisa melihat atau menangkapku dalam kegelapan
seperti ini.”
“Klan Nara telah memiliki kemampuan manipulasi bayangan dari
generasi ke generasi.” Ucap Shikamaru.
“Kegelapan adalah yang melahirkan
bayangan. Dengan begitu, kau bisa mengatakan bahwa kegelapan merupakan induk
dari bayangan. Untuk seseorang sepertiku yang hidup berdampingan dengan
bayangan, kegelapan di ruangan ini tidak berbeda dengan rangkulan ibuku. Sejak
saat kau berada di ruangan ini, kau sudah tertangkap.”
Shikamaru setengah berbohong.
Benar jika dia telah terbiasa dengan kegelapan. Namun, hanya
karena kau merasa nyaman dalam gelap, bukan berarti kau memiliki penglihatan
dalam gelap (night vision). Shikamaru hanya sedikit lebih peka terhadap sesuatu
dalam gelap dibanding shinobi yang lain. Hanya itu saja.
“Menghibur…” Gengo kembali, suaranya penuh dengan kepercayaan
diri.
“Kau benar-benar pria yang menarik. Sayang sekali aku harus membunuhmu
disini.”
Hening…
Shikamaru dan Gengo sama-sama diam, keduanya mencoba
berkonsentrasi pada insting mereka untuk menentukan lokasi yang tepat dari
lawannya.
“Aku sebenarnya adalah shinobi dari Kirigakure.”
Gengo yang memecah kesunyian. Ia terus berbicara.
”Apa kau
tahu pria yang dipanggil Momochi Zabuza?”
Dia tahu. Saat mereka masih genin, Naruto sering menyebutkan
nama itu. Momochi Zabuza adalah ninja terampil yang dilawan oleh tim Naruto
dalam sebuah misi.
Gengo melanjutkan.
“Saat Zabuza mulai berusaha melakukan
kudeta di Kirigakure, impiannya adalah untuk mewujudkan dunia idealku.”
Untuk shinobi yang memerintah dunia …
“Seorang pengkhianat memberitahukannya pada desa, kudeta itu
terkuak. Zabuza menjadi seorang missing-nin. Saat itu, diriku yang masih muda
adalah salah satu dari pengikutnya yang ikut diasingkan. Namun kemudian Zabuza,
yang membutuhkan emas untuk mewujudkan impiannya, dengan sukarela bergabung
dengan seorang pengusaha kaya, mafia palsu, dan mengambil misi-misi keji.
Zabuza mengatakan bahwa kami mengotori tangan kami untuk mencapai impian itu,
hanya untuk satu tujuan, namun banyak yang meninggalkannya. Aku juga merupakan
salah satu yang meninggalkannya. Hampir sepuluh tahun sejak saat itu. Aku
akhirnya memperoleh negara ini. Dan baru sekarang…”
Suara Gengo bergetar penuh emosi.
“Baru sekarang ambisiku mulai terwujud! Dan tapi, hal seperti
ini terjadi karena ulahmu, kau anak ba*****n …!”
Telinga Shikamaru menangkap sesuatu menghentak ke tanah.
Terdengar seperti Gengo mengeluarkan sesuatu yang terbuat
dari logam, seperti sebuah kunai.
Ia tak dapat melihat dengan matanya. Ia harus bergantung pada
instingnya.
Namun Shikamaru tak dapat menangkap informasi yang lebih
banyak lagi selain fakta bahwa Gengo sedang menuju ke arahnya.
“Zabuza meninggalkan jalan itu! Dia terlalu gegabah untuk
mewujudkan impiannya, dan mengotori tangannya! Tapi aku berbeda! Setelah jalan
panjang yang penuh perjuangan, aku akhirnya menguasai jutsuku! Aku membuat
puasaran yang meningkatkan semangat orang-orang, dan mengambil alih negara ini.
Dan pusaran itu akan meluas, ke seluruh kontinen ini, setiap negara yang ada!”
Teriak Gengo.
Terdengar suara bising dibalik teriakan Gengo. Suara
mendesing, memotong ditengah kekosongan…
Sebuah pisau. Dan terasa sangat besar. Sebuah sabit? Tidak,
lebih tipis dari itu. Sesuatu seperti tombak atau pedang yang panjang.
Posisi Gengo terasa sudah sangat dekat. Shikamaru dapat
merasakan benda itu memotong di tengah kekosongan dan menuju lehernya-!
Ia merosot ke lantai
merunduk dari serangan itu. Shikamaru merasakan hembusan angin yang tajam
memotong sepanjang jalur pedang Gengo, menyayat udara di atasnya.
“Kau menghindarinya dengan baik. Tapi jangan pikir aku akan
membiarkanmu!” Teriak Gengo, dan hembusan angin itu berubah arah lagi.
Shikamaru berguling, duduk dengan satu lutut yang tegak, dan
ia dapat merasakan pedang yang panjang mengayun di suatu tempat di atas
kepalanya.
Ia mencoba menerka keberadaan Gengo di kegelapan. Ia menerka
panjang pedang dari suara yang dihasilkan saat pedang itu menyayat udara,
berusaha mengukur panjang dari ujung ke pegangannya. Dibalik sumbu dari ayunan
itu, disanalah Gengo.
Shikamaru tak dapat menggunakan bayangannya di kegelapan
seperti ini. Mustahil mengikat Gengo dengan ninjutsunya.
Tak ada yang bisa dilakukan selain menggunakan tubuhnya.
Shikamaru payah dalam taijutsu, ia sudah tak mempunyai
senjata lagi. Ia menggerutu pada dirinya sendiri, jika keadaannya akan jadi
seperti ini, dia seharusnya akan melakukan yang lebih baik jika belajar
taijutsu dari Lee.
“Heh…”
Shikamaru mengeluarkan tawa singkatnya, merasa puas karena
cara berpikirnya yang biasa telah kembali.
Menggunakan seluruh konsentrasinya, Shikamaru berguling ke
posisi yang ia kalkulasikan kemungkinan Gengo akan berada di sana.
Pedang yang panjang akan kehilangan keuntungannya saat kau
berada pada jarak yang terlalu dekat, jika kau ingin melucuti senjata lawanmu,
daripada menghindar, akan jauh lebih efektif jika kau bergerak mendekati
lawanmu.
Jika kau melarikan diri untuk menyelawatkan nyawamu, maka kau
akan mati. Namun jika kau menghadapi kemungkinanmu untuk mati, maka kau akan
hidup…
Itu adalah strategi yang sangat mendasar dalam perang.
Shikamaru mendengar pedang panjang Gengo mengenai lantai di
belakangnya. Ia telah berhenti berguling untuk berjongkok, tepat di depan
posisi yang ia prediksikan, dan sekarang mendorong kakinya, meluncur dengan
kencang.
“Kena kau!”
Shikamaru mendengus saat ia merasakan kepalanya
berbenturan dengan tubuh Gengo.
Gengo memekik terkejut dan terjatuh meringkuk. Shikamaru
menginjak lutut Gengo yang tertekuk dengan kaki kanannya untuk mendorong, dan
menghantam wajah Gengo dengan lutut kirinya.
Ia melakukannya. Ia sukses mengkalkulasi keberadaan Gengo
dengan tepat, hanya dengan menggunakan suara dan kekuatan insting sebagai
petunjuk pergerakannya.
“Gah-”
Namun meskipun Gengo telah menerima serangan yang hebat, ia
belum roboh. Gengo menggunakan seluruh kekuatannya untuk menghentikan tubuhnya
agar tak jatuh ke tanah, melimbungkan tubuhnya ke depan. Ia telah melepaskan
pedangnya, dan menjangkau sisi Shikamaru dengan tangannya.
Shikamaru terlempar dengan kuat, terlempar ke udara dan
mendarat dengan rasa nyeri yang tajam di tulang belakangnya.
Tepat saat Shikamaru memperhatikan keadaan sekitarnya yang
sangat gelap, ia merasakan Gengo telah bangkit berdiri lagi. Terdengar suara
gemerincing, seperti besi yang menggores lantai batu itu.
Suara itu kemungkinan besar Gengo mengambil kembali
pedangnya.
Seluruh bagian tubuh Shikamaru terasa kebas. Ia mengerjap
beberapa kali, tak dapat menggerakkan tubuhnya secepat yang ia inginkan.
“Di Kirigakure, karena tradisi Tujuh Shinobi Pemegang Pedang,
setiap penduduk dituntut untuk menguasai teknik pedang sejak mereka masih
kanak-kanak.” Ucap Gengo, mengayunkan pedang panjangnya.
Targetnya adalah Shikamaru, masih tergeletak tak berdaya di
lantai.
Ia hanya memiliki satu cara untuk mempertahankan dirinya.
Dan itu merupakan ide yang bodoh.
Itu merupakan gerakan yang Shikamaru tak pernah impikan untuk
melakukannya.
Tapi ia tak punya pilihan lain untuk menghindari serangan itu.
“Oh, sialan!”
Shikamaru mengerang dan mengangkat kedua
tangannya. Telapak tangannya menengadah ke udara, menunggu untuk mencoba
menangkap pedang tajam di tengah lintasan yang ia perkirakan.
Shikamaru merasakan besi yang dingin terselip di antara
telapak tangannya.
…ia benar-benar menangkap pedang itu.
“T-tampaknya aku entah bagaimana berhasil menangkapnya…” Ucap
Shikamaru pada dirinya sendiri.
“Mustahil,” Gengo tergagap, tercengang.
Tidak semustahil itu, karena hal itu terjadi. Pada akhirnya,
telapak tangan Shikamaru telah menangkap pedang Gengo dengan kuat.
“Baiklah,” komentar Shikamaru,
“Aku rasa kau dapat menyebut
ini sebagai Ninpou (Teknik Ninja)—’Benar-Benar Mencoba Untuk Menangkap Pedang
dengan Tangan Kosong’.”
“Apa ejekanmu tak ada akhirnya?” Suara Gengo terdengar sangat
marah.
Pedang Gengo bergetar di antara telapak tangan Shikamaru saat
Gengo meningkatkan kekuatannya, mencoba untuk mendorongnya ke bawah.
Dalam keadaan ini, semuanya bergantung pada kekuatan otot.
Batas kekuatan antara Shikamaru, yang terbaring di lantai dengan kedua
tangannya terangkat, dan Gengo, yang berdiri dengan sikap sempurna pemegang
pedang di atasnya, sangat jauh berbeda. Gengo mendapatkan keuntungan.
Pedang panjang itu perlahan terdorong ke bawah.
“Aku akan membunuhmu disini, kau anak ba*****n.” Gertak
Gengo,
“Dan kemudian aku akan membuat para ba*****n di aula itu mengikuti
idealku. Dan aku akan melanjutkan jalan menuju ambisiku.”
“Oi, oi, sejak kapan kau begitu bermulut kotor?” Tanya
Shikamaru.
“Seseorang yang bahkan tidak menyadari topeng kesopanannya sudah
terlepas, tidak mungkin mereka menguasai dunia, iya kan?”
“Lihatlah situasi kau berada dan perhatikan apa yang kau
katakan, kau ba*****n bodoh. Kau adalah orang tolol yang tak bisa berharap
untuk memahami potensi orang lain.”
“Sekarang, aku berpikir,” Shikamaru merenung.
“Siapa yang
meminta si tolol ini menjadi orang kepercayaannya?'
“Banyak bicara. Kau tak punya apa-apa selain omong kosong.”
Kekuatan Gengo pada pedang itu meningkat.
Lengan Shikamaru bergetar karena mencoba untuk menahan pedang
itu. Peluh hangat berkumpul di dahinya. Ia mendekati batasnya.
Dia telah dipojokkan.
Dan malah, Shikamaru tetap tersenyum.
“Terkadang,” ucapnya pada Gengo,
“Ada beberapa hal yang kuat
karena mereka kosong.”
“Aku tak berminat untuk melanjutkan omong kosong ini.”. Ucap
Gengo.
“Dalam waktu yang sangat singkat, kau akan mati.”
Pedang itu seinchi demi seinchi mendekati dahi Shikamaru.
“Awan. Aku suka memandang awan.”
“Diam.”
“Awan tidak akan pernah tertangkap, bahkan jika seseorang
mencoba menangkapnya, karena selama ada angin, mereka akan tertiup. Mereka
adalah sesuatu yang licik, tidak berisi wujud apapun.”
Shikamaru merasakan mata pedang yang dingin itu menyentuh
dahinya. Meskipun begitu, ia masih terus berbicara.
“Namun bahkan sesuatu yang kosong dan licik itu memiliki
kegunaan. Mereka bisa membasahi tanah dengan hujan. Mereka dapat menyambar
benda-benda dengan petir.”
“Jadi apa peduliku?” Tanya Gengo.
“Jadi, aku memberitahumu bahwa hal yang salah untuk terus
berpikir bahwa kau harus penuh dengan wujud untuk menjadi sesuatu yang
berharga. Meskipun jika didalamnya kau merasa kosong… Meskipun jika kau tak
memiliki hati yang tak tergoyahkan. Selama kau memiliki tekad untuk tidak
menjadi orang yang jahat, maka kau akan baik-baik saja. Tapi kau bahkan tak
tahu itu. B******n bodoh sepertimu yang selalu berpikir bahwa setiap orang
harus menjadi yang kau inginkan, kau tidak akan mengerti yang kumaksud meskipun
jika kau mati, iya kan?”
Pedang itu kini telah menyayat kulit dahi Shikamaru, dan
darah yang hangat mulai mengalir.
Justru karena ia masih terus berbicara meskipun berada dalam
situasi berbahaya maka kata-kata Shikamaru menangkap perhatian Gengo.
Gengo teralihkan oleh rasa ingin tahu seorang manusia, dan
saat ia berkonsentrasi pada kata-kata Shikamaru, genggaman pada pedangnya
melonggar.
Itulah kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh Shikamaru.
Tetap dalam posisi terbaring di lantai, ia menyapukan kakinya
dengan keras ke arah dimana kaki Gengo berada.
Gengo tersandung, dan pedangnya meluncur ke bawah. Shikamaru
menggerakkan kepalanya searah dengan daya dorong pedang itu, dan pedang itu
meluncur melewati dahi Shikamaru tanpa menyayat kulitnya lebih dalam,
terpelanting ke lantai. Shikamaru berguling dari bawah kaki Gengo, bangkit
berdiri.
Ia sudah tak lagi terpojokkan.
Shikamaru mengizinkan dirinya untuk menghembuskan nafas
kecil, sebelum ia berbalik dan menerjang ke arah Gengo, kemudian mengarahkan
kaki kanannya ke tempat yang ia prediksi wajah Gengo berada.
Shikamaru merasakan tendangannya mendarat pada sesuatu yang
tebal dan lunak, kemungkinan besar hidung Gengo.
Gengo terhuyung ke belakang.
Segera setelah mendarat dari tendangan udaranya, ia melompat
sekali lagi, membuat jarak di antaranya dan pedang panjang itu.
“Jadi, bagaimana rasanya?” Tanya Shikamaru,
“Sudah merasakan
genjutsu dari kata-kataku?”
“Jangan meremehkanku, bocah nakal…”
“Oi, oi, jadi aku sudah berubah dari ‘ba*****n’ menjadi
‘bocah nakal’ sekarang?”
Saat Shikamaru berbicara, ia mendengar suara deritan
di belakangnya, seperti logam yang ditarik dengan logam.
Ruangan itu tiba-tiba dipenuhi oleh cahaya yang menyilaukan.
“Apa kau baik-baik saja, Shikamaru?!” Suara Chouji.
Shikamaru melihat dari balik bahunya. Dari garis pandangnya,
ia dapat melihat teman-temannya berdiri di pintu masuk ruangan itu.
Disana ada Chouji dan Ino dan Sakura, dan Roku dan Sou, yang
tampak telah terlepas dari genjutsu.
Dan tentu saja, disana ada Temari.
Sambil berpikir mengenai apa yang terjadi pada Sai, Shikamaru
mengalihkan pandangannya pada Gengo sekali lagi.
“Persiapkan jutsu-mu, Ino!” Teriaknya.
Dibelakangnya, Shikamaru membuat sinyal dengan tangannya yang
ia tahu Ino akan mengerti. Tim 10 telah bekerjasama selama bertahun-tahun.
Komunikasi mereka sangat sempurna.
“Mengerti!” Balas Ino.
“Hingga aku memberi sinyal, jangan ada yang membuat pergerakan
apapun untuk ikut terlibat.” Ucap Shikamaru.
Darah yang mengalir dari dahinya menghalangi penglihatannya.
Iya menggunakan telapak tangan untuk mengusapnya, dan menggapai bagian dalam
rompinya untuk mengambil hitai-ate Konoha-nya yang tersimpan dengan aman di
dalam pakaiannya. Ia mengikatnya dengan kuat di sekitar dahinya. Ia tak terlalu
khawatir tentang seberapa efektif benda itu dalam menghentikan pendarahannya.
“Apakah kau bertingkah terlalu tenang?”
Gengo geram,
mengayunkan pedangnya di udara dengan matanya yang merah.
“Shikamaru!”
Jari Shikamaru bergerak cepat membuat segel tangan.
Bayangannya mulai memanjang dari kakinya, menuju ke arah
Gengo.
“Aku bukan orang tolol yang akan tertangkap oleh trik
murahanmu,” ucap Gengo, melompat menjauh sebelum bayangan Shikamaru dapat
mencapai kakinya.
Gengo mendarat dan menerjang Shikamaru tanpa jeda, pedangnya
terayun dengan kilat untuk memotongnya.
Shikamaru terbelah menjadi dua dari dahi ke bawah.
Namun tubuhnya kehilangan warnanya, menjadi hitam, dan kemudian
menghilang.
“Itu hanya kagebunshin.” Geram Gengo.
Di belakangnya, Shikamaru menuju ke arahnya dengan kunai di
tangannya.
Kunai itu memotong melewati tengkuk Gengo.
Gengo menghindari serangan itu dengan sangat brilian, contoh
yang baik dari pembawaan teknik pedang Kirigakure. Saat Gengo menghindar, ia
menggeser tubuhnya, menekuk lututnya dan mengayunkan pedangnya secara
horizontal.
Perut Shikamaru tertembus.
Namun Shikamaru yang ini juga kehilangan warnanya.
Kagebunshin yang lain.
“Kau anak kurang ajar…” Geram Gengo.
“Persiapan selesai!” Panggil Ino.
“Baiklah.”
Rencana Shikamaru juga telah selesai. Bagian terbesar dari
rencana itu bergantung pada kesuksesan aplikasi jutsu Ino.
Ino berdiri beberapa jarak dari Gengo, kedua tangannya
terangkat, telapak tangan terbuka. Kedua ibu jari dan telunjuknya dipertemukan
untuk membuat formasi seperti segitiga, dan ia membidik tepat ke arah Gengo.
“Ninpou, shintenshin no jutsu.”
Gengo segera melompat ke sisi lain, menghindari bidikan Ino.
Melihatnya menghindar, Ino tersenyum pada diri sendiri.
Dan dia menggeser
telapak tangannya, hanya sedikit, untuk mengarah ke target yang sebenarnya:
Shikamaru.'
Tubuh Shikamaru mengkaku.
Ia tahu Ino telah memasuki pikirannya.
Jutsu itu hanya berlangsung sekejap. Dalam hitungan satu
tarikan nafas, dan mungkin ditambah satu hembusan nafas, jutsu itu sudah
terlepas.
“Rou, Soku,” Ino memanggil mereka berdua segera setelah ia
melepas jutsunya.
Semuanya berjalan sesuai rencana…
Shintenshin jutsu yang dapat memasuki hati seseorang juga
mampu melakukan satu hal lagi: berbagi informasi.
Shikamaru mengambil keuntungan itu.
Rencana yang ia rancang dengan hati-hati di kepalanya telah
ditransmisikan pada Ino. Dan Ino mentransmisikannya pada Rou dan Soku.
Shikamaru telah memutuskan untuk mengalahkan ba*****n ini
dengan Rou dan Soku. Mereka bertiga akan melakukannya bersama.
“Ayo!” Shikamaru memanggil mereka berdua.
Rou dan Soku mengangguk.
Shikamaru berlari ke arah Gengo, sedangkan Rou dan Soku
berlari ke arah ujung ruangan yang berlawanan, berhenti kemudian menghadap satu
sama lain dari posisi pararel mereka.
“Apapun yang kalian lakukan, semuanya tidak berguna.” Ucap
Gengo.
“Oh ayolah.” Ucap Shikamaru.
“Ini merupakan pertarungan
terakhir kita, jadi nikmati saja.”
Kunai dan pedang beradu di udara. Terdapat perbedaan yang
besar antara massa kedua senjata mereka.
Shikamaru terdorong mundur karena kekuatan pedang Gengo,
terjatuh ke lantai.
Pedang Gengo menuju ke arahnya, menyayat dadanya.
Namun itu merupakan kagebunshin yang lain.
“Berapa lama kau ingin terus bermain?!” Gengo geram, ludah
tersembur dari mulutnya.
Shikamaru menyerang Gengo dari atas, menargetkan kepalanya.
Gengo mengayunkan pedangnya lagi ke arahnya. Itu hanyalah bunshin yang lain.
Dan yang lainnya.
Dan yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya, yang lainnya,
yang lainnya, yang lainnya…
Pedang Gengo telah membelah dua Shikamaru berkali-kali. Namun
tak peduli bagaimana ia menyayat dan mengayun dan membabi-buta, setiap
Shikamaru yg diserangnya hanyalah kagebunshin, menghilang seketika setelah
mereka terluka.
“Dimana kau bersembunyi, Shikamaru?!”
Shikamaru sudah lama menghilang dari pandangan Gengo.
Tidak, Shikamaru yang sebenarnya, faktanya, berdiri tepat di
belakangnya. Tanpa disadari Gengo.
“Skakmat.” Gumam Shikamaru.
Gengo menghentakkan kepalanya melihat dari pundaknya,
wajahnya kehilangan warnanya (memucat).
Bagaimanapun, ia sudah terlambat.
Bayangan Shikamaru telah merayap dari kakinya dan
menghubungkannya dengan tubuh Gengo.
Shikamaru telah membuat kagebunshin yang tak terhitung
jumlahnya, dan kemudian jutsu Rou membuat penampilan mereka tampak memiliki
chakra yang sangat tebal dan padat.
Pikiran Gengo secara natural mulai menangkap chakra bunshin
itu, dan kemudian, setelah menyerang bunshin demi bunshin, ia secara tak sadar
mulai mencari, menghalangi indra lain untuk mengawasi jejak chakra yang
spesifik itu.
Dan kemudian Shikamaru yang sebenarnya jejak chakranya telah
dihapus oleh jutsu Rou, dan diam-diam menyelinap ke belakang Gengo.
Gengo telah diserang tepat dari titik butanya. Hingga
Shikamaru telah menguncinya dengan bayangan, pria itu tak sama sekali menyadari
apa yang sedang terjadi.
“SHIKAMARU, KAU B*****AAAAAAAAAAAAAAAAAN!”
Teriak Gengo,
memutar kepalanya memuntahkan kalimat pedasnya pada Shikamaru. Saat menjerit
dan kemarahannya memuncak, lidahnya mengeluarkan cairan crimson pekat di dalam
mulutnya.
“Hinoko.” Shikamaru memanggil dengan tenang.
“Aghhhh!”
Saat ia mengumpulkan chakranya di jari telunjuknya,
gadis itu menjerit hingga hampir memecahkan gendang telinga Shikamaru.
“Aku
terus mengatakan padamu untuk tidak menyebut namaku kau tahuuuuuuuuuuuuu!”
Mata Shikamaru dengan jelas menangkap cahaya oranye dari
kilat chakra Soku melayang ke arah Gengo dan melewati lidahnya.
“Ga- gaaah?” Gengo membuat suara nafas yang kering.
“Dia baru saja memotong aliran chakra ke lidahmu.” Ucap
Shikamaru.
“Mulai sekarang, kau terjebak dalam tubuh yang tidak akan
membiarkanmu mengeluarkan sepatah kata apapun lagi.”
Airmata mengalir dari mata Gengo.
“Aku pasti akan menciptakan dunia tanpa perang, jadi kau
harus memaafkanku karena merenggut impianmu.” Ucap Shikamaru, dan memberi
sinyal pada Rou.
Rou, yang tetap tegar setelah mengalami penyiksaan dan
genjutsu, datang berlari dengan segera.
“Tahan dia, dan kawal dia ke Markas Persatuan Shinobi.”
“Dimengerti, Tuan.” Rou mengangguk, matanya bersinar penuh
rasa kagum.
Shikamaru menggaruk batang hidung menggunakan telunjuknya,
mencoba untuk mengabaikan rasa malunya.
Rou melingkari tangan Gengo dengan berlapis-lapis borgol
logam dan segel—borgol khusus yang digunakan oleh Anbu. Shikamaru menarik
bayangannya dari Gengo. Pria itu telah ditahan sepenuhnya.
Shikamaru tiba-tiba menyadari bahwa Soku juga sudah berdiri
di belakang Rou.
“Misi sudah selesai, huh.” Ucap Shikamaru.
“Tidak berjalan
begitu mulus, tapi…”
Shikamaru tersenyum pada keduanya, dan wajah Rou dan Soku
yang kusut seperti ingin menangis saat mereka mengangguk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar