Setelah menahan Gengo, Shikamaru dan rekan-rekannya menuruni
tangga spiral untuk menemukan bahwa pertarungan antara para Kakusha dan shinobi
lainnya telah berakhir. Tampaknya setelah Soku memotong aliran chakranya ke
lidah Gengo, genjutsu yang mengabuti pikiran para Kakusha juga sudah terlepas,
dan itu merupakan hal yang sangat membantu untuk mengakhiri pertarungan.
Meskipun pertarungan antara para Kakusha dan shinobi
berlangsung sengit, tak ada kerusakan yang terlalu besar seperti yang
dipikirkan. Selain beberapa orang yang luka berat, hampir semuanya melalui
pertarungan itu dengan luka ringan. Kau dapat mengatakan bahwa itu merupakan
keajaiban karena tak ada yang terbunuh, namun itu semua berkat para shinobi
Sunagakure yang mematuhi perintah Gaara-“Jangan membunuh kecuali memang
dibutuhkan.”- saat mereka menyerbu aula itu.
Saat penasihat Gengo menyadari mereka telah dikalahkan dan
ditahan, bahu mereka merosot dan keinginan mereka bertarung telah hilang sepenuhnya.
Mereka telah sadar dari mimpi ambisius mereka, dan kini mereka tampak sangat
putus asa.
Saat Shikamaru dan yang lainnya tiba di aula itu, shinobi
Konohagakure dan Sunagakure yang lain sudah menangani para Kakusha dengan baik,
menahan mereka dan memberikan pertolongan pertama pada yang lainnya.
“Sai!”
Shikamaru memanggil saat ia melihat shinobi itu duduk di
antara orang banyak, menerima pertolongan pertama dari shinobi yang lain.
“Shikamaru…” Sai duduk tegak, menatap ke arahnya dengan wajah
hampa.
Ino telah memberitahu Shikamaru apa yang terjadi pada Sai
saat mereka menuruni tangga. Mungkin karena Sai telah dikeluarkan dari genjutsu
berkekuatan besar, mata shinobi itu masih tampak kosong, seperti sebagian dari
dirinya masih terombang-ambing.
“Aku sungguh minta maaf.” Gumam Sai.
“Jangan khawatirkan itu.” Ucap Shikamaru ramah, berjongkok di
sebelahnya dan meletakkan tangannya di pundak Sai. “Semua sudah berlalu.”
Di balik pakaian hitam yang dikenakan Sai, Shikamaru dapat
merasakan pundak shinobi itu sedikit bergetar.
Tak ada airmata yang mengalir dari matanya. Namun Sai masih
menangis dalam hatinya.
“Aku menyedihkan.” Gumam Sai.
“Kau berada di bawah pengaruh kata-kata pria itu.” Ucap
Shikamaru. “Bahkan aku terjebak di dalamnya. Kau tidak perlu merasa bersalah.”
“Tapi…”
“Jangan biarkan hal itu terlalu mengganggumu. Kemampuan untuk
terus berjalan dengan hati yang ringan tidak peduli apa yang terjadi adalah
salah satu dari sifat-sifat terbaikmu.”
“Terima kasih, Shikamaru.” Setetes airmata lolos dari mata
kanan Sai, mengalir ke pipinya.
“Saat kita kembali ke Konoha, ambil lah beberapa hari untuk
libur. Aku akan bicara pada Kakashi-san.”
“Terima kasih …” Saat Sai mengatakan itu, Ino muncul di
samping Sai.
“Jaga dia baik-baik.” Ucap Shikamaru pada Ino, bangkit
berdiri.
Ino memberikan anggukan dalam, matanya mengarah pada Sai. Ia
berlutut di sebelahnya tepat setelah Shikamaru pergi.
Baru saja Shikamaru mengeluarkan helaan nafas kecil karena
semua telah berakhir, suara seorang pria terdengar, meledak-ledak penuh amarah.
“SHI! KA! MA! RUUUUUUUUUUUUU!”
Oh ya, ia benar-benar melupakan pria itu …
Menggaruk tengkuknya, Shikamaru menolehkan kepalanya untuk
melihat ke arah pemilik suara itu.
Malah yang ia lihat adalah sebuah tinju yang melayang ke
wajahnya.
Tubuh Shikamaru terlempar ke belakang, berguling di tanah.
Pandangannya berubah-ubah dari lantai ke atap ke lantai ke atap.
Enam kali…
Otaknya dengan tenang menghitung berapa kali ia berguling
akibat tinju yang sangat kuat itu. Tubuh Shikamaru akhirnya berhenti berguling
dengan posisi telungkup.
Ia duduk di lantai, matanya menangkap pria pirang yang dengan
cepat menuju ke arahnya.
Shikamaru menggunakan tangan dan lututnya untuk bangkit,
namun selanjutnya yang ia tahu, seorang pria menaiki punggungnya seperti kuda,
menarik bagian belakang kerahnya. Leher Shikamaru tersentak ke atas dan ke
bawah, sebuah makian yang tak jelas maksudnya meledak ke telinganya.
“KAU – KENAPA – BERITAHU AKU – SEMUA KAU LAKUKAN SENDIRI –
SELALU SEPERTI INI – MEMBUAT SEMUA ORANG – SANGAT KHAWATIR – BAHKAN AKU –
GAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH – DASAR ORANG BODOH!”
“Aku benar-benar minta maaf, Naruto.” Shikamaru bicara pada
pria di punggungnya.
“Kau benar-benar bodoh!!” Naruto mengulang kemarahannya.
Kata-kata yang Naruto teriakkan terputus-putus dan tak bisa
ditangkap oleh pendengaran Shikamaru, perasaannya menyebabkan kalimat yang
disemburkannya tidak terstruktur, namun Shikamaru sangat mengerti seluruh
kekhawatiran Naruto padanya terkumpul dalam kata-kata kasarnya. Karena Naruto
memiliki kobaran api dalam dirinya maka dia pantas menjadi pemimpin dari desa
tersembunyi Negara Api, Konoha.
“Bukankah kau bilang kau akan menjadi penasihatku, huh?”
Gumam Naruto.
Si pirang itu tampaknya sudah menjadi agak sedikit tenang
setelah permintaan maaf Shikamaru dilontarkan, dan ia telah memastikan bahwa
Shikamaru baik-baik saja.
“Mulai sekarang negara ini akan baik-baik saja.” Ucap Naruto
sungguh-sungguh. Sakura telah berada di samping mereka tanpa Shikamaru sadari.
“Karena para Kakusha yang menguasai negara ini merupakan
shinobi, tidak ada satupun penduduk yang tidak mengetahui bahwa Naruto adalah
pahlawan dari Perang Dunia Shinobi yang lalu.” Ucap Sakura. “Tidak akan ada
yang meributkan kejadian ini sekali mereka melihat Naruto di sini. Dan karena
genjutsu Gengo sudah dipatahkan, semua hal akan berakhir secepatnya.”
Pengaruh Naruto di seluruh dunia shinobi tak terukur kuatnya.
Seperti yang Sakura katakan. Tak ada yang berani menentang pahlawan yang telah
menyelamatkan dunia.
“Hey, mulai sekarang,” ucap Naruto tegas, “Jika sesuatu
terjadi, katakan padaku terlebih dahulu.”
“Aa.” Shikamaru memejamkan matanya dan mengangguk.
Naruto melepaskan bagian belakang kerah Shikamaru dan
berdiri.
“Ayo.” Naruto mengulurkan tangannya.
Shikamaru meraih ulurannya dalam diam.
Naruto menariknya dalam satu gerakan mulus yang kuat, dan
Shikamaru langsung bangkit berdiri. Shikamaru iri dengan bagaimana Naruto
begitu polos dan jujur. Dan ia berpikir bahwa demi Naruto, ia juga harus
mencoba dan menjadi lebih jujur lagi.
“Ini yang terakhir kalinya…”
“Huh?” Naruto menolehkan kepalanya ke arah Shikamaru.
“Ini yang terakhir kalinya aku menyimpan rahasia dan
bertingkah seperti anak-anak.”
“Aa.”
“Bagaimanapun, setelah ini aku akan menghabiskan seluruh
waktuku untuk mengurusi seorang anak kecil.” Ucap Shikamaru, meninju kecil dada
Naruto.
“Hey, siapa yang kau sebut anak kecil?”
“Menurutmu siapa?”
Keduanya melihat satu sama lain, dan tawa mereka meledak.
Agar Rou, Soku, dan Sai segera menerima perawatan medis,
telah diputuskan bahwa urusan mereka yang paling utama adalah kembali ke
Konoha. Naruto, Sakura dan yang lainnya tetap tinggal di Negeri Sunyi untuk
membereskan semua urusan disana. Shikamaru tak khawatir meninggalkan Naruto.
Dengan Gengo yang telah tertangkap, ia yakin bahwa semua akan berjalan
baik-baik saja.
Shinobi dari Sunagakure berniat melakukan hal yang sama,
meninggalkan sebagian pasukan mereka disana dan sisanya berangkat menuju Suna.
Baik pasukan Sunagakure dan Konohagakure keduanya akan menuju ke arah yang
berbeda untuk pulang.
“Kali ini, aku benar-benar berhutang padamu.” Ucap Shikamaru
pada Gaara, saat mereka berdiri di gerbang Desa Tirai.
Shinobi Sunagakure yang akan pulang berbaris di belakang
Gaara. Seluruh shinobi yang dibesarkan di gurun tersembunyi Suna itu memiliki
roman kuat dan tangguh yang sama. Semua dari mereka melihat Shikamaru dengan
senyum. Hal kecil seperti itulah yang membuatmu merasakan bahwa dunia shinobi
benar-benar mulai bersatu.
“Jangan khawatirkan itu.” Jawab Gaara. “Kau adalah orang yang
kehadirannya sangat penting di Persatuan Shinobi, baik sekarang maupun di masa
depan. Kau tak perlu menggunakan kata-kata formal seperti ‘berhutang’ untuk
pekerjaan seperti ini. Bukankah wajar jika seseorang pergi menyelamatkan
rekannya?”
Gaara menyilangkan tangannya sambil berbicara. Ia tak pernah
bicara begitu banyak seperti ini. Bertahun-tahun lalu, Gaara merupakan
seseorang yang wajahnya tak terbaca, tanpa ekspresi; orang yang haus darah dan
berbahaya.
Namun kini, shinobi Sunagakure melihat Gaara dengan senyum
penuh kasih sayang.
Di belakang Shikamaru, ada Sai, Rou dan Soku. Chouji dan Ino
juga. Begitu pula shinobi Konohagakure lainnya. Mereka semua juga diam,
mendengar percakapan Gaara dan Shikamaru penuh perhatian.
“Tapi aku benar-benar merasa lega…” Gumam Gaara serius pada
Shikamaru. “Jika saja kakakku tidak merasa sangat cemas, kita semua akan
berakhir dengan kehilangan orang yang sangat penting.”
Temari sedang berdiri di sebelah Gaara, pandangannya mengarah
ke titik di atas kepala mereka. Ia bersikap seperti mengabaikan percakapan itu.
Shikamaru menebak bahwa dia mencoba menyembunyikan rasa malunya, tapi dia tak
seharusnya menjadi begitu tak peduli akan hal itu.
“Jangan khawatir soal Gengo.” Ucap Gaara. “Kami akan
mengantarkannya ke Markas Persatuan Shinobi dalam perjalanan pulang.”
“Kami terus menerima pertolongan kalian bahkan dalam setiap
hal kecil…”
“Aku terus memberitahumu untuk tidak usaha bicara begitu
formal.” Ucap Gaara. Kazekage yang memiliki cinta dan kesetiaan pada desanya
itu kemudian mengulurkan tangannya pada Shikamaru.
“Baiklah kalau begitu, kita akan bertemu lagi di Markas
Persatuan Shinobi.” Ucap Shikamaru, dan menjabat tangan Gaara. Ia memberikan jabat
tangan yang erat dan kuat. Gaara juga memberikan jabat tangan yang sama
kuatnya.
“Sampai bertemu nanti.”
“Aa.”
Gaara melepaskan jabat tangannya, mengalihkan pandangannya
pada pasukannya.
“Ayo kita pulang.” Ucapnya, dan shinobi Sunagakure bersorak
menjawabnya.
Temari membalikkan badannya untuk berjalan pulang, dan
tiba-tiba suara Shikamaru memanggilnya.
“Oi.”
Gaara tampak hampir sama terkejutnya dengan Shikamaru
sendiri.
Langkah Temari terhenti. Seluruh shinobi Sunagakure tampak
akan menghentikan langkahnya juga, namun Gaara membuat gestur yang
memerintahkan mereka untuk terus berjalan dan shinobi Sunagakure mematuhinya,
keluar dari gerbang desa itu menuju jalan utama. Gaara mengikuti, melihat
Shikamaru dari balik pundaknya satu kali sebelum pergi.
Hanya Temari yang tinggal.
Di suatu tempat di belakang Shikamaru, ia dapat mendengar
samar-samar Soku berteriak ‘kyaa!’.
Shikamaru mengabaikannya, dan melangkah mendekati Temari.
“Ada apa?” Tanya Temari masam.
Matanya selalu memiliki kekuatan yang mengejutkan…
Shikamaru merasa seperti akan kehilangan keberaniannya, dan
menarik nafas dalam untuk mencoba menenangkan dirinya. Ia mencoba untuk
mengeluarkan apa yang ada di pikirannya dari mulutnya.
“Hari ini…”
Tak ada gunanya. Kata-kata itu tak keluar.
“Apa?” Temari dengan kesal mendesaknya untuk cepat. Bahkan
kini, tubuhnya sedikit condong ke arah gerbang untuk mengikuti kemana adik
lelakinya pergi.
“Terima kasih, untuk hari ini.”
“Hmph.” Temari mendengus, dan Shikamaru lanjut berbicara.
“Lain kali, bagaimana dengan makan bersama?”
“Apa kau mengajakku kencan?” Tanya Temari datar.
Penampakan di matanya begitu serius sekarang. Tak tampak
sedikitpun rasa gugup dari sikapnya, tak ada yang ia coba banggakan dari
dirinya.
Kenapa aku mengajak wanita sejenis ini untuk pergi makan?
Shikamaru bertanya pada dirinya sendiri.
“Ah, yah, semacam itu.” Jawabannya datang dari suatu tempat
di bawah kesadaran Shikamaru.
Ia tak bisa melakukan apapun kecuali mengajaknya.
Tidak..dia memanggilnya dan membuatnya berhenti karena dia
ingin mengajaknya.
Shikamaru merasa kebingungan bagaimana cara berurusan dengan
perasaan yang ia sendiri tak mengerti.
“Aku mengerti.” Ucap Temari berpikir. “Kencan ya, huh…”
Hampir seperti saat ia berada dalam perundingan perang,
membicarakan persiapan untuk menghadapi musuh yang sangat kuat.
Temari memegang dagu, mulai berpikir serius tentang hal itu.
“Kau tidak mau?” Seru Shikamaru tanpa sadar.
Temari menatap lekat-lekat wajah Shikamaru sesaat. Kemudian
melepaskan tangan dari dagunya, dan meletakkan tangannya di pinggul.
“Merepotkan.”
Senyum lebar Temari yang berseri-seri setelah mengatakan hal
itu merupakan sesuatu yang luar biasa berharga bagi Shikamaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar