New
“Hakuto”
Cantik…
Hanya itu
yang sanggup Gaara ucapkan, meski dalam hati. Sebuah ungkapan yang
sejujur-jujurnya, tanpa ada tendensi apapun.
Gaara selalu
memandang segala sesuatu tanpa prasangka, itu sudah menjadi sifatnya sejak
dulu. Dia hanya berkata sesuai dengan apa yang terlihat oleh kedua matanya. Dan
memang seperti itulah kenyataannya…
Wajah Hakuto
yang tanpa satu gorespun riasan itu benar-benar nampak cantik, secantik bunga
bakung cahaya emas yang hanya tumbuh di tanah masam. Sempurna, nyaris tanpa
bandingan.
Klan Houki
menganut garis keturunan dari pihak ibu. Oleh karena itu, nyaris semua anggota
rombongan pengiring Hakuto merupakanwanita paruh baya, hanya ada satu wanita
muda diantara mereka.Sementara kedua orang tua Hakuto sendiri telah meninggal
dalam perang.
Keadaan tak
jauh berbeda juga terlihat di pihak Gaara, Temari merupakan satu-satunya
anggota keluarga yang mendampinginya. Gaara memang sengaja tidak membawa
rombongan pengiring dalam jumlah besar.
“Saya Gaara,
penerus gelar Kazekage.”
“Saya harap
kita bisa akrab hari ini.”
“Ya.”
Keduanya
saling membungkuk, memberi hormat.
Mereka
berdua berada di ruangan pribadi sebuah restoran, dengan pemandangan yang
begitu jelas ke arah danau. Ini adalah pertama kalinya Gaara duduk berhadap-hadapan
dengan seorang wanita di tempat seperti ini.
Sikap
badannya penuh dengan celah… Jadi dia ninja medis.
Ninja medis
merupakan aset yang sangat berharga di medan perang. Mereka dapat menyelamatkan
nyawa serdadu yang terluka di garis depan sesegera mungkin sebelum semuanya
terlambat.
Namun
keahlian tempur mereka tidak dapat dibandingkan dengan Shinobi sekelas Gaara,
terutama dalam hal Taijutsu. Seorang ninja medis kebanyakan tidak menguasai
keahlian Taijutsu yang baik. Haruno Sakura dan Tsunade Senju dari Konoha
mungkin adalah satu-satunya pengecualian dalam hal tersebut.
Tapi bakat
seperti mereka sangatlah langka.
Itulah yang
dilihat Gaara pada sosok Hakuto, postur tubuh dan sikap badannya sama sekali
tidak mencerminkan seseorang yang memiliki kemampuan Taijutsu yang baik. Oleh
karena itu,Gaara menarik kesimpulan bahwa wanita di hadapannya ini adalah
seorang ninja medis.
Namun,
Kunoichi yang berdiri tepat di belakang Hakuto ini jelas berbeda. Usianya
kurang lebih sama dengan Temari. Dari caranya bersiaga, gadis berkacamata tebal
itu pastilah seorang cukup mahir dalam Taijutsu. Dan atas dasar itu pula, Gaara
memperkirakan Kunoichi tersebut setidaknya berpangkat Jounin.
Tunggu
sebentar, ini kan pertemuan pernikahan, buat apa aku memikirkan Taijutsu…
Pikiran aneh
itu membuat wajah Gaara merona merah.
“Baiklah…
Kami akan meninggalkan anda berdua untuk lebih saling mengenal.” Ujar salah
seorang perantara. Para pengiring dari kedua pihak pun segera berdiri untuk
meninggalkan ruangan, termasuk Temari.
“Gaara…”
Bisik Temari, tepat di telinga adiknya.
Ada sebuah
teknik khusus yang jamak digunakan oleh para Shinobi ketika membisikkan
sesuatu. Mereka mampu menyamarkan pergerakan bibirnya saat berucap kata demi
kata, sehingga para pembaca mimik muka punakan sangat sulitmenerka apa yang
sebenarnya mereka bisikkan.
“…Kau tahu,
wanita dari klan Houki tidak akan menunjukkan wajah tanpa riasannya pada
siapapun, kecuali pria yang akan dia nikahi.”
“Hmm?”
“Ah, kau ini
polos sekali…” Ujar Temari sembari melingkarkan lengannya di leher adiknya.
“Maksudku… Kalau kau menyukainya, peluangmu besar.”
“Oh…” Gumam
Gaara. “Ohhh…!”
Adiknya itu
sepertinya baru menyadari sesuatu. Temari hanya tersenyum, lalu melangkah
pergi.
Dan senyuman
yang sama manisnya juga tersungging dari bibir Hakuto.
Menurut
sejarah, terdapat dua jenis modus operandi seorang Shinobi. Para Younin yang
bekerja secara terang-terangan, serta para Innin yangbekerja dalam selimut
penyamaran dan kamuflase.
Younin
bertempur dalam perang informasi, menganalisis hubungan antar individu atau
situasi publik untuk menerka-nerka rencana musuh yang sebenarnya. Ranah kerja
mereka meliputi Sigint, atau intelijen sinyal, yaitu pengumpulan informasi
melalui penyadapan dan sebagainya; dan juga Humint, atau intelijen manusia,
yaitu pengumpulan informasi dengan memanfaatkan tenaga mata-mata dan telik
sandi.
Hanya dengan
membaca perkembangan harga besi dan baja di sebuah surat kabar harian, seorang
Younin yang berpengalaman mampu memastikan kebenaran rumor bahwa pihak musuh
sedang membangun armada kapal perang, atau memperkirakan bahwa pasukan musuh
telah mulai bergerak menuju wilayah mereka.
Sementara
Innin, bekerja dengan menyusup langsung ke dalam wilayah musuh, dan merusak
kekuatan mereka dari dalam melalui sabotase, pembunuhan, dan sebagainya. Bahkan
bila memungkinkan, para Innin akan mencoba memasuki lingkaran dalam pihak
musuh, entah melalui impersonasi atau dengan cara berpura-pura mengabdi. Dengan
begitu, mereka bisa lebih leluasa untuk menjalankan tugasnya tanpa khawatir
akan terdeteksi.
Selain
Younin dan Innin, ada juga para Shinobi yang berpengalaman dalam hal diplomasi.
Banyak di
antara misi tingkat A atau B yang melibatkan perundingan, seperti misal
pembicaraan diplomasi antar Daimyo, perjanjian kerja antar perusahaan, atau negosiasi
pembebasan sandera.
Dan tidak
jarang pula, diplomat-diplomat yang diutus oleh para Daimyo sebenarnya adalah
para Shinobi berpangkat Jounin yang sedang menyamar. Tugas mereka selain
melancarkan perundingan adalah mengumpulkan informasi secara diam-diam.
Gaara
sendiri adalah seorang Jounin yang berpengalaman. Dia telah menjalankan banyak
sekali misi penting, dan berhadapan dengan berbagai macam situasi, baik sebagai
Younin, Innin, maupun diplomat.
Namun ada
yang berbeda.
Para Shinobi
mampu menjalankan tugasnya dengan baik berkat beberapa hal, salah satunya
adalah perasaan pribadi mereka yang sama sekali tidak terlibat. Semua tahu,
pengambilan keputusan akan menjadi jauh lebih mudah bila perasaan tidak
menghalangi pikiran seseorang.
Dan situasi
kali ini jelas berbeda.
Seorang
wanita sedang duduk dihadapannya, terdiam memandanginya dengan raut wajah yang
entah gugup atau malu-malu. Apa yang harus dia lakukan dalam situasi seperti
ini?
Entahlah,
Gaara benar-benar tidak tahu.
Padahal di
Sunagakure, ada banyak sekali Kunoichi yang mengaguminya. Baik sebagai Shinobi,
maupun sebagai seorang yang rupawan.
Namun pada
kenyataannya, Gaara sama sekali tidak pernah terlibat hubungan apapun dengan
salah satu dari mereka. Mungkin itu karena, secara teknis, posisi Gaara adalah
atasan para Kunoichi tersebut. Atau bisa juga ini karena Temari… ya Temari.
Kakak perempuan Gaara itu rajin sekali menyingkirkan para penggemar adiknya
bila mereka sudah terlalu dekat.
Ah, mungkin
ini salah Gaara sendiri.
Karena dari
awal, Kazekage muda itu memang tidak tertarik menjalin sebuah hubungan dengan
siapapun.
Dan itulah
sebabnya, lima menit sejak para pengiring beranjak dari ruangan tersebut, belum
ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir Gaara.
Ini gawat…
Umpama ini
medan pertempuran, maka diam adalah langkah yang akan membuat seseorang kalah
dalam perang.
Dalam sebuah
pertarungan, terus-menerus menunggu pergerakan musuh bukanlah sesuatu yang
bijak. Fisik maupun mental akan terkuras habis, dan semakin lama, seseorang
malah akan semakin terpojok.
Gaara paham
benar akan hal itu.
“Uhmm…”Keduanya
menggumam nyaris bersamaan. Sepatah kata mereka itu saling berbenturan di
udara, dan sepasang insan itupun kembali terdiam malu-malu.
Ini
benar-benar gawat…
Temari sudah
mengomelinya panjang lebar soal ini sebelum mereka berangkat ke pertemuan.
Namun entah kenapa, saat ini Gaara tak sanggup mengingat satupun nasehat
kakaknya itu.
Rasanya
mirip sekali seperti buaian ilusi Mugen Tsukuyomi. Namun kali ini jelas bukan
Genjutsu atau semacamnya, hanya sebatas rasa gugup.
Ini tidak
boleh dibiarkan.
Gaara adalah
seorang Shinobi, namun lebih dari itu, dia juga seorang Kage. Pemimpin besar
yang berdiri di puncak dunia.
Dia menghela
nafas panjang. Dengan segala teknik menenangkan diri yang sudah dia latih sejak
kecil, Gaara mencoba berkonsentrasi. Dan perlahan-lahan, lisannya berucap…
“M-maaf,
kalau boleh tahu, apa hobi nona?”
Sebuah
pertanyaan yang sangat tidak kreatif. Saking tidak kreatifnya, mungkin
kata-kata tersebut hanya akan keluar dari seseorang seperti Gaara, atau Naruto.
Ah, Naruto…
benar juga.
Ada sebuah
pelajaran yang diambil Gaara dari sosok Naruto,bahwa terkadang, justru hal-hal
sederhana dan tidak kreatif seperti itulah yang dapat menyelamatkan nyawa
seseorang dalam sebuah pertempuran.
Tapi ini kan
bukan pertempuran?
“Membaca.”
Jawab Hakuto, malu-malu. “Dan juga… bermain harpa, tapi cuma sedikit. Kalau
anda, tuan Gaara?”
“Bertanam
kaktus.”
“Aduuh, si
bodoh itu…” Gumam Temari.
Saat ini dia
bersembunyi di balik langit-langit ruangan, diam-diam mengawasi gerak-gerik
adiknya.
“Apa
menariknya obrolan seperti itu? Kan tadi sudah kubilang, dengarkan saja apa
yang dia katakan, lalu bicara secukupnya, buat seolah-olah ada celah di
omonganmu yang bisa dia tanyakan… seperti itu terus, sampai obrolan kalian bisa
hidup…” Gerutu Temari.
“Dia sama
saja seperti Shikamaru… ya ampun, kenapa semua pria di sekelilingku bodohnya
tidak terhingga kalau dalam situasi seperti ini…”
Yah, memang
seharusnya saat ini Temari berada di ruangan sebelah, mengobrol bersama para
pengiring Hokuto dan tamu-tamu yang lain. Namun, menyelinap dari mereka bukan
perkara sukar bagi gadis ini. Dia tidak merasa ragu, atau rikuh sedikitpun.
Jadi
sebenarnya akal sehat Temari juga patut dipertanyakan.
“Kaktus?”
Tanya Hakuto.
“Benar,
kaktus.” Ujar Gaara. “Awalnya saya menumbuhkan mereka di dalam pot-pot kecil,
tapi akhir-akhir ini jumlahnya semakin banyak, saya mulai berpikir untuk
membuat rumah kaca.”
“Aduuuh,
kenapa kau malah bicara tentang dirimu sendiri! Kan sudah kubilang,biarkan
lawan bicaramu yang menentukan topik! Laki-laki hanya perlu mengikuti!” Gumam
Temari, masih di langit-langit, wajahnya terlihat putus asa.
Namun…
“Saya belum
pernah bepergian ke luar desa…” Ujar Hakuto. “Jadi saya kurang paham tentang
kaktus. Tapi kalau boleh saya bertanya… Apa kaktus memang butuh bantuan manusia
untuk bisa tumbuh?”
“Benar.”
Jawab Gaara. “Mereka mungkin dikenal sebagai vegetasi khas gurun pasir, tapi
pada kenyataannya, sama seperti kebanyakan tanaman, mereka membutuhkan tanah untuk
tumbuh.”
“Kaktus
memang memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan air, tapi mereka tetap
membutuhkan air untuk bisa tumbuh. Karena itulah, seseorang harus menyirami
mereka. Tidak perlu terlalu banyak, secukupnya saja.” Lanjutnya.
“Oh.” Hakuto
nampak terkejut. “Saya selalu berpikir bahwa kaktus bisa tumbuh bahkan tanpa
air sekalipun.”
“Dulunya
saya juga berpikir seperti itu, saya tidak pernah memberi mereka air. Tapi
ternyata kaktus-kaktus itu malah mati kekeringan. Mereka memang butuh disirami
agar tanah tempat mereka tumbuh tidak kehilangan kadar airnya.” Jelas Gaara.
“Dan seperti
saya bilang tadi, pertumbuhan kaktus sangat lambat, jadi sedikit air saja
harusnya sudah cukup. Karena bila terlalu banyak, akar-akar mereka malah akan
membusuk, dan… ah, maaf, saya malah bicara sendiri.” Lanjutnya.
“Tidak-tidak,
tidak apa-apa, silakan tuan lanjutkan…” Hakuto tertawa, gelaknya begitu manis,
dan tulus, tanpa dibuat-buat.
“Jujur,
sebelum kita bertemu, saya sudah banyak mendengar tentang tuan Gaara. Terutama
tentang julukan tuan, ‘Gaara dari gurun pasir’ yang ditakuti banyak orang.
Terus terang saya cemas, kira-kira se-mengerikan apa ya orang bernama Gaara
itu?”
“Tapi
setelah mendengar cerita tuan soal kaktus, segala pikiran buruk saya tentang
tuan sirna tanpa bekas.” Tutupnya sembari tersenyum.
“Wah, wah?”
Temari tidak
menyangka keadaan akan jadi seperti ini, tapi yang pasti saat ini dia nampak
sangat puas.
“Bagus! Aku
tidak terlalu paham, tapi ya sudahlah, teruskan! Serang habis-habisan!”
Gumamnya.
Raut
wajahnya begitu bersemangat, layaknya seorang komentator turnamen bela diri.
Yah,
meskipun sebenarnya ini tidak berjalan sesuai rencananya, tapi entah kenapa dia
yakin, keadaan justru akan semakin membaik setelah ini.
“Oiya, tuan
Gaara, saya belum pernah melihat bunga kaktus mekar… Apa mereka benar-benar
bisa berbunga?” Tanya Hakuto.
“Tentu
saja.” Jawab Gaara, sembari menarik keluar sedikit pasir dari kendi di
belakangnya. Butiran-butiran pasir tersebut kemudian dibentuknya menyerupai
sebatang kaktus, dengan sekuntum bunga cantik yang mekar dipuncaknya. “Seperti
inilah rupa bunga yang mekar dari kaktus-kaktus saya.”
“Saya pernah
dengar, ada kaktus yang hanya berbunga sekali setiap dua puluh tahun. Tapi saya
lebih suka mengembangkan kaktus jenis ini, bunga mereka mekar sekali atau dua
kali setiap tahunnya.” Lanjutnya.
“Ini indah
sekali…” Kagum Hakuto sembari mengamati replika kaktus yang dibuat Gaara.
“Terimakasih.”
Layaknya ahli tanaman manapun, wajah Kazekage muda itu dipenuhi kebanggaan ketika
tanaman yang dibesarkannya dipuji oleh orang lain.
Senyumnya
terkembang, begitu tulus. Seperti halnya senyum yang pernah ia berikan pada
pamannya, Yashamaru, di masa lampau.
“Setelah
sebatang kaktus berbunga, maka kita tidak boleh memindahkannya ke pot yang
lain.” Lanjutnya. “Dia telah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menumbuhkan
kehidupan baru di dunia ini, kita harus membiarkannya beristirahat sejenak.
Yah, bisa dibilang, itu adalah salah satu sisi menarik dari bertanam kaktus…”
“Tuan Gaara
ini benar-benar orang yang baik hati ya…” Kagum Hakuto.
“Baik…
hati?”
Kata-kata
itu terdengar aneh di telinganya.
Masa lalunya
yang dipenuhi kebencian terhadap dunia itu sangat jauh dari apa yang disebut
baik hati.
Sama sekali
tidak terbayangkan olehnya, akan tiba hari dimana seseorang akan menyebutnya
seperti itu.
Yah, masuk
akal juga. Hakuto adalah seorang bangsawan dari klan Houki yang nyaris tidak
pernah meninggalkan desanya, tentu saja dia tidak tahu menahu mengenai masa
lalu Gaara.
Manusia
menciptakan kesan mereka tentang seseorang, atas dasar apa yang mereka lihat
dari orang tersebut di masa sekarang. Namun masa lalu bukanlah sesuatu yang
mudah dilupakan.
Salah satu
alasan mengapa orang-orang disekitar Gaara begitu menghormatinya adalah, karena
mereka masih ingat betul, betapa kejamnya Kazekage muda itu di masa lalunya.
Karena itu
tidaklah aneh bila Hakuto, yang sama sekali tidak mengenal masa lalu Gaara,
mampu melihat dirinya yang sekarang dan dengan tulus menyebutnya sebagai
seorang yang baik hati.
Bila benar
seperti itu maka, menurut Temari, ini adalah hal yang sangat membahagiakan.
Sangat,
sangat membahagiakan.
⁰â‚’⁰
“Setelah
tuan Gaara menjabat sebagai Kazekage, kehidupan klan Houki menjadi jauh lebih damai.”
Ujar Hakuto.
“Seperti yang tuan Gaara ketahui, klan kami adalah ahli dalam ilmu
medis dan pengumpulan informasi. Orang-orang menjuluki kami sebagai ‘mereka
yang berada di balik layar’. Dan sampai sebelum masa kepemimpinan tuan Gaara,
tidak ada satupun dari kami yang pernah diberikan posisi di tengah-tengah
pemerintahan Sunagakure. Tuan tahu benar alasannya, bukan?”
“Iya.” Jawab
Gaara. “Saya dengar itu karena klan Houki merupakan pindahan dari
Konohagakure.”
Desakan yang
begitu kuat dari Toujuuro merupakan alasan utama mengapa klan pindahan seperti
itu bisa terpilih menjadi mitra perjodohan seorang Kazekage. Lagi pula, klan
Houki sudah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa besar selama bertahun-tahun.
Mereka juga
termasuk pihak yang netral dalam percaturan politik klan-klan yang ada di
negara angin.
“Tepat
sekali. Klan Houki bermukim di daerah perbatasan antara negara api dan negara
angin. Bisa dibilang, kami setia pada kedua negara tersebut. Namun meskipun
begitu, tuan Gaara sama sekali tidak mencurigai kami, dan tetap memberi kami
kepercayaan untuk mengabdi di Sunagakure.”
“Nona Hakuto
berlebihan. Saya memberi amanat pada klan Houki, karena memang klan Houki
memiliki kemampuan yang dapat diandalkan, itu saja, tidak lebih.” Jawab Gaara.
Lagi-lagi itu
adalah sebuah kenyataan.
Bagi Gaara,
kekuasaannya dalam hal politik terasa seperti sebuah ikatan tanggung jawab dari
masa lalu. Dan dibawah kewenangannya, tak ada satupun sumber daya yang terbuang
sia-sia. Sebagai seorang Kazekage, ia telah bekerja sangat keras demi desa. Dan
hasil dari segala kerja kerasnya itu bisa dibilang, lumayan…
Gaara sadar
benar akan hal itu.
“Meskipun
begitu…” Ujar Hakuto.
“Dari dulu, saya benar-benar ingin bertemu tuan Gaara,
orang yang telah memberi kami sebuah kepercayaan.”
“Begitukah?”
Sebuah percakapan
yang biasa-biasa saja, namun entah kenapa, Gaara merasakan kelegaan yang belum
pernah ia rasakan sebelumnya.
Mungkin itu
karena, pada akhirnya, Gaara dapat melihat hasil dari segala pertempuran yang
ia tempuh dalam ranah politik.
Dia merasa
begitu bahagia.
Sebuah
kebahagiaan yang serupa, seperti ketika dia melihat bunga mekar di puncak salah
satu kaktusnya untuk pertama kalinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar