Novel Gaara Hiden Chapter 2 - YUKKIMURA. BLOGS

Latest

Selasa, 26 April 2016

Novel Gaara Hiden Chapter 2

“Hakuto”

 


Cantik…


 

Hanya itu yang sanggup Gaara ucapkan, meski dalam hati. Sebuah ungkapan yang sejujur-jujurnya, tanpa ada tendensi apapun.

 

Gaara selalu memandang segala sesuatu tanpa prasangka, itu sudah menjadi sifatnya sejak dulu. Dia hanya berkata sesuai dengan apa yang terlihat oleh kedua matanya. Dan memang seperti itulah kenyataannya…

 

Wajah Hakuto yang tanpa satu gorespun riasan itu benar-benar nampak cantik, secantik bunga bakung cahaya emas yang hanya tumbuh di tanah masam. Sempurna, nyaris tanpa bandingan.

 

Klan Houki menganut garis keturunan dari pihak ibu. Oleh karena itu, nyaris semua anggota rombongan pengiring Hakuto merupakanwanita paruh baya, hanya ada satu wanita muda diantara mereka.Sementara kedua orang tua Hakuto sendiri telah meninggal dalam perang.

 

Keadaan tak jauh berbeda juga terlihat di pihak Gaara, Temari merupakan satu-satunya anggota keluarga yang mendampinginya. Gaara memang sengaja tidak membawa rombongan pengiring dalam jumlah besar.

 

“Saya Gaara, penerus gelar Kazekage.”

 

“Saya harap kita bisa akrab hari ini.”

 

“Ya.”

 

Keduanya saling membungkuk, memberi hormat.

 

Mereka berdua berada di ruangan pribadi sebuah restoran, dengan pemandangan yang begitu jelas ke arah danau. Ini adalah pertama kalinya Gaara duduk berhadap-hadapan dengan seorang wanita di tempat seperti ini.

 

Sikap badannya penuh dengan celah… Jadi dia ninja medis.

 

Ninja medis merupakan aset yang sangat berharga di medan perang. Mereka dapat menyelamatkan nyawa serdadu yang terluka di garis depan sesegera mungkin sebelum semuanya terlambat.

 

Namun keahlian tempur mereka tidak dapat dibandingkan dengan Shinobi sekelas Gaara, terutama dalam hal Taijutsu. Seorang ninja medis kebanyakan tidak menguasai keahlian Taijutsu yang baik. Haruno Sakura dan Tsunade Senju dari Konoha mungkin adalah satu-satunya pengecualian dalam hal tersebut.

 

Tapi bakat seperti mereka sangatlah langka.

 

Itulah yang dilihat Gaara pada sosok Hakuto, postur tubuh dan sikap badannya sama sekali tidak mencerminkan seseorang yang memiliki kemampuan Taijutsu yang baik. Oleh karena itu,Gaara menarik kesimpulan bahwa wanita di hadapannya ini adalah seorang ninja medis.

 

Namun, Kunoichi yang berdiri tepat di belakang Hakuto ini jelas berbeda. Usianya kurang lebih sama dengan Temari. Dari caranya bersiaga, gadis berkacamata tebal itu pastilah seorang cukup mahir dalam Taijutsu. Dan atas dasar itu pula, Gaara memperkirakan Kunoichi tersebut setidaknya berpangkat Jounin.

 

Tunggu sebentar, ini kan pertemuan pernikahan, buat apa aku memikirkan Taijutsu…

 

Pikiran aneh itu membuat wajah Gaara merona merah.

 

“Baiklah… Kami akan meninggalkan anda berdua untuk lebih saling mengenal.” Ujar salah seorang perantara. Para pengiring dari kedua pihak pun segera berdiri untuk meninggalkan ruangan, termasuk Temari.

 

“Gaara…” Bisik Temari, tepat di telinga adiknya.

 

Ada sebuah teknik khusus yang jamak digunakan oleh para Shinobi ketika membisikkan sesuatu. Mereka mampu menyamarkan pergerakan bibirnya saat berucap kata demi kata, sehingga para pembaca mimik muka punakan sangat sulitmenerka apa yang sebenarnya mereka bisikkan.

 

“…Kau tahu, wanita dari klan Houki tidak akan menunjukkan wajah tanpa riasannya pada siapapun, kecuali pria yang akan dia nikahi.”

 

“Hmm?”

 

“Ah, kau ini polos sekali…” Ujar Temari sembari melingkarkan lengannya di leher adiknya. “Maksudku… Kalau kau menyukainya, peluangmu besar.”

 

“Oh…” Gumam Gaara. “Ohhh…!”

 

Adiknya itu sepertinya baru menyadari sesuatu. Temari hanya tersenyum, lalu melangkah pergi.

 

Dan senyuman yang sama manisnya juga tersungging dari bibir Hakuto.

 

Menurut sejarah, terdapat dua jenis modus operandi seorang Shinobi. Para Younin yang bekerja secara terang-terangan, serta para Innin yangbekerja dalam selimut penyamaran dan kamuflase.

 

Younin bertempur dalam perang informasi, menganalisis hubungan antar individu atau situasi publik untuk menerka-nerka rencana musuh yang sebenarnya. Ranah kerja mereka meliputi Sigint, atau intelijen sinyal, yaitu pengumpulan informasi melalui penyadapan dan sebagainya; dan juga Humint, atau intelijen manusia, yaitu pengumpulan informasi dengan memanfaatkan tenaga mata-mata dan telik sandi.

 

Hanya dengan membaca perkembangan harga besi dan baja di sebuah surat kabar harian, seorang Younin yang berpengalaman mampu memastikan kebenaran rumor bahwa pihak musuh sedang membangun armada kapal perang, atau memperkirakan bahwa pasukan musuh telah mulai bergerak menuju wilayah mereka.

 

Sementara Innin, bekerja dengan menyusup langsung ke dalam wilayah musuh, dan merusak kekuatan mereka dari dalam melalui sabotase, pembunuhan, dan sebagainya. Bahkan bila memungkinkan, para Innin akan mencoba memasuki lingkaran dalam pihak musuh, entah melalui impersonasi atau dengan cara berpura-pura mengabdi. Dengan begitu, mereka bisa lebih leluasa untuk menjalankan tugasnya tanpa khawatir akan terdeteksi.

 

Selain Younin dan Innin, ada juga para Shinobi yang berpengalaman dalam hal diplomasi.

 

Banyak di antara misi tingkat A atau B yang melibatkan perundingan, seperti misal pembicaraan diplomasi antar Daimyo, perjanjian kerja antar perusahaan, atau negosiasi pembebasan sandera.

 

Dan tidak jarang pula, diplomat-diplomat yang diutus oleh para Daimyo sebenarnya adalah para Shinobi berpangkat Jounin yang sedang menyamar. Tugas mereka selain melancarkan perundingan adalah mengumpulkan informasi secara diam-diam.

 

Gaara sendiri adalah seorang Jounin yang berpengalaman. Dia telah menjalankan banyak sekali misi penting, dan berhadapan dengan berbagai macam situasi, baik sebagai Younin, Innin, maupun diplomat.

 

Namun ada yang berbeda.

 

Para Shinobi mampu menjalankan tugasnya dengan baik berkat beberapa hal, salah satunya adalah perasaan pribadi mereka yang sama sekali tidak terlibat. Semua tahu, pengambilan keputusan akan menjadi jauh lebih mudah bila perasaan tidak menghalangi pikiran seseorang.

 

Dan situasi kali ini jelas berbeda.

 

Seorang wanita sedang duduk dihadapannya, terdiam memandanginya dengan raut wajah yang entah gugup atau malu-malu. Apa yang harus dia lakukan dalam situasi seperti ini?

 

Entahlah, Gaara benar-benar tidak tahu.

 

Padahal di Sunagakure, ada banyak sekali Kunoichi yang mengaguminya. Baik sebagai Shinobi, maupun sebagai seorang yang rupawan.

 

Namun pada kenyataannya, Gaara sama sekali tidak pernah terlibat hubungan apapun dengan salah satu dari mereka. Mungkin itu karena, secara teknis, posisi Gaara adalah atasan para Kunoichi tersebut. Atau bisa juga ini karena Temari… ya Temari. Kakak perempuan Gaara itu rajin sekali menyingkirkan para penggemar adiknya bila mereka sudah terlalu dekat.

 

Ah, mungkin ini salah Gaara sendiri.

 

Karena dari awal, Kazekage muda itu memang tidak tertarik menjalin sebuah hubungan dengan siapapun.

 

Dan itulah sebabnya, lima menit sejak para pengiring beranjak dari ruangan tersebut, belum ada satu patah kata pun yang keluar dari bibir Gaara.

 

Ini gawat…

 

Umpama ini medan pertempuran, maka diam adalah langkah yang akan membuat seseorang kalah dalam perang.

 

Dalam sebuah pertarungan, terus-menerus menunggu pergerakan musuh bukanlah sesuatu yang bijak. Fisik maupun mental akan terkuras habis, dan semakin lama, seseorang malah akan semakin terpojok.

 

Gaara paham benar akan hal itu.

 

“Uhmm…”Keduanya menggumam nyaris bersamaan. Sepatah kata mereka itu saling berbenturan di udara, dan sepasang insan itupun kembali terdiam malu-malu.

 

Ini benar-benar gawat…

 

Temari sudah mengomelinya panjang lebar soal ini sebelum mereka berangkat ke pertemuan. Namun entah kenapa, saat ini Gaara tak sanggup mengingat satupun nasehat kakaknya itu.

 

Rasanya mirip sekali seperti buaian ilusi Mugen Tsukuyomi. Namun kali ini jelas bukan Genjutsu atau semacamnya, hanya sebatas rasa gugup.

 

Ini tidak boleh dibiarkan.

 

Gaara adalah seorang Shinobi, namun lebih dari itu, dia juga seorang Kage. Pemimpin besar yang berdiri di puncak dunia.

 

Dia menghela nafas panjang. Dengan segala teknik menenangkan diri yang sudah dia latih sejak kecil, Gaara mencoba berkonsentrasi. Dan perlahan-lahan, lisannya berucap…

 

“M-maaf, kalau boleh tahu, apa hobi nona?”

 

Sebuah pertanyaan yang sangat tidak kreatif. Saking tidak kreatifnya, mungkin kata-kata tersebut hanya akan keluar dari seseorang seperti Gaara, atau Naruto.

 

Ah, Naruto… benar juga.

 

Ada sebuah pelajaran yang diambil Gaara dari sosok Naruto,bahwa terkadang, justru hal-hal sederhana dan tidak kreatif seperti itulah yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang dalam sebuah pertempuran.

 

Tapi ini kan bukan pertempuran?

 

“Membaca.” Jawab Hakuto, malu-malu. “Dan juga… bermain harpa, tapi cuma sedikit. Kalau anda, tuan Gaara?”

 

“Bertanam kaktus.”

 

“Aduuh, si bodoh itu…” Gumam Temari.

 

Saat ini dia bersembunyi di balik langit-langit ruangan, diam-diam mengawasi gerak-gerik adiknya.

 

“Apa menariknya obrolan seperti itu? Kan tadi sudah kubilang, dengarkan saja apa yang dia katakan, lalu bicara secukupnya, buat seolah-olah ada celah di omonganmu yang bisa dia tanyakan… seperti itu terus, sampai obrolan kalian bisa hidup…” Gerutu Temari.

 

“Dia sama saja seperti Shikamaru… ya ampun, kenapa semua pria di sekelilingku bodohnya tidak terhingga kalau dalam situasi seperti ini…”

 

Yah, memang seharusnya saat ini Temari berada di ruangan sebelah, mengobrol bersama para pengiring Hokuto dan tamu-tamu yang lain. Namun, menyelinap dari mereka bukan perkara sukar bagi gadis ini. Dia tidak merasa ragu, atau rikuh sedikitpun.

 

Jadi sebenarnya akal sehat Temari juga patut dipertanyakan.

 

“Kaktus?” Tanya Hakuto.

 

“Benar, kaktus.” Ujar Gaara. “Awalnya saya menumbuhkan mereka di dalam pot-pot kecil, tapi akhir-akhir ini jumlahnya semakin banyak, saya mulai berpikir untuk membuat rumah kaca.”

 

“Aduuuh, kenapa kau malah bicara tentang dirimu sendiri! Kan sudah kubilang,biarkan lawan bicaramu yang menentukan topik! Laki-laki hanya perlu mengikuti!” Gumam Temari, masih di langit-langit, wajahnya terlihat putus asa.

 

Namun…

 

“Saya belum pernah bepergian ke luar desa…” Ujar Hakuto. “Jadi saya kurang paham tentang kaktus. Tapi kalau boleh saya bertanya… Apa kaktus memang butuh bantuan manusia untuk bisa tumbuh?”

 

“Benar.” Jawab Gaara. “Mereka mungkin dikenal sebagai vegetasi khas gurun pasir, tapi pada kenyataannya, sama seperti kebanyakan tanaman, mereka membutuhkan tanah untuk tumbuh.”

 

“Kaktus memang memiliki kemampuan untuk menyimpan cadangan air, tapi mereka tetap membutuhkan air untuk bisa tumbuh. Karena itulah, seseorang harus menyirami mereka. Tidak perlu terlalu banyak, secukupnya saja.” Lanjutnya.

 

“Oh.” Hakuto nampak terkejut. “Saya selalu berpikir bahwa kaktus bisa tumbuh bahkan tanpa air sekalipun.”

 

“Dulunya saya juga berpikir seperti itu, saya tidak pernah memberi mereka air. Tapi ternyata kaktus-kaktus itu malah mati kekeringan. Mereka memang butuh disirami agar tanah tempat mereka tumbuh tidak kehilangan kadar airnya.” Jelas Gaara.

 

“Dan seperti saya bilang tadi, pertumbuhan kaktus sangat lambat, jadi sedikit air saja harusnya sudah cukup. Karena bila terlalu banyak, akar-akar mereka malah akan membusuk, dan… ah, maaf, saya malah bicara sendiri.” Lanjutnya.

 

“Tidak-tidak, tidak apa-apa, silakan tuan lanjutkan…” Hakuto tertawa, gelaknya begitu manis, dan tulus, tanpa dibuat-buat.

 

“Jujur, sebelum kita bertemu, saya sudah banyak mendengar tentang tuan Gaara. Terutama tentang julukan tuan, ‘Gaara dari gurun pasir’ yang ditakuti banyak orang. Terus terang saya cemas, kira-kira se-mengerikan apa ya orang bernama Gaara itu?”

 

“Tapi setelah mendengar cerita tuan soal kaktus, segala pikiran buruk saya tentang tuan sirna tanpa bekas.” Tutupnya sembari tersenyum.

 

“Wah, wah?”

 

Temari tidak menyangka keadaan akan jadi seperti ini, tapi yang pasti saat ini dia nampak sangat puas.

 

“Bagus! Aku tidak terlalu paham, tapi ya sudahlah, teruskan! Serang habis-habisan!” Gumamnya.

 

Raut wajahnya begitu bersemangat, layaknya seorang komentator turnamen bela diri.

 

Yah, meskipun sebenarnya ini tidak berjalan sesuai rencananya, tapi entah kenapa dia yakin, keadaan justru akan semakin membaik setelah ini.

 

“Oiya, tuan Gaara, saya belum pernah melihat bunga kaktus mekar… Apa mereka benar-benar bisa berbunga?” Tanya Hakuto.

 

“Tentu saja.” Jawab Gaara, sembari menarik keluar sedikit pasir dari kendi di belakangnya. Butiran-butiran pasir tersebut kemudian dibentuknya menyerupai sebatang kaktus, dengan sekuntum bunga cantik yang mekar dipuncaknya. “Seperti inilah rupa bunga yang mekar dari kaktus-kaktus saya.”

 

“Saya pernah dengar, ada kaktus yang hanya berbunga sekali setiap dua puluh tahun. Tapi saya lebih suka mengembangkan kaktus jenis ini, bunga mereka mekar sekali atau dua kali setiap tahunnya.” Lanjutnya.

 

“Ini indah sekali…” Kagum Hakuto sembari mengamati replika kaktus yang dibuat Gaara.

 

“Terimakasih.” Layaknya ahli tanaman manapun, wajah Kazekage muda itu dipenuhi kebanggaan ketika tanaman yang dibesarkannya dipuji oleh orang lain.

 

Senyumnya terkembang, begitu tulus. Seperti halnya senyum yang pernah ia berikan pada pamannya, Yashamaru, di masa lampau.

 

“Setelah sebatang kaktus berbunga, maka kita tidak boleh memindahkannya ke pot yang lain.” Lanjutnya. “Dia telah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menumbuhkan kehidupan baru di dunia ini, kita harus membiarkannya beristirahat sejenak. Yah, bisa dibilang, itu adalah salah satu sisi menarik dari bertanam kaktus…”

 

“Tuan Gaara ini benar-benar orang yang baik hati ya…” Kagum Hakuto.

 

“Baik… hati?”

 

Kata-kata itu terdengar aneh di telinganya.

 

Masa lalunya yang dipenuhi kebencian terhadap dunia itu sangat jauh dari apa yang disebut baik hati.

 

Sama sekali tidak terbayangkan olehnya, akan tiba hari dimana seseorang akan menyebutnya seperti itu.

 

Yah, masuk akal juga. Hakuto adalah seorang bangsawan dari klan Houki yang nyaris tidak pernah meninggalkan desanya, tentu saja dia tidak tahu menahu mengenai masa lalu Gaara.

 

Manusia menciptakan kesan mereka tentang seseorang, atas dasar apa yang mereka lihat dari orang tersebut di masa sekarang. Namun masa lalu bukanlah sesuatu yang mudah dilupakan.

 

Salah satu alasan mengapa orang-orang disekitar Gaara begitu menghormatinya adalah, karena mereka masih ingat betul, betapa kejamnya Kazekage muda itu di masa lalunya.

 

Karena itu tidaklah aneh bila Hakuto, yang sama sekali tidak mengenal masa lalu Gaara, mampu melihat dirinya yang sekarang dan dengan tulus menyebutnya sebagai seorang yang baik hati.

 

Bila benar seperti itu maka, menurut Temari, ini adalah hal yang sangat membahagiakan.

 

Sangat, sangat membahagiakan.

 

⁰â‚’⁰

 

“Setelah tuan Gaara menjabat sebagai Kazekage, kehidupan klan Houki menjadi jauh lebih damai.” Ujar Hakuto. 

 

“Seperti yang tuan Gaara ketahui, klan kami adalah ahli dalam ilmu medis dan pengumpulan informasi. Orang-orang menjuluki kami sebagai ‘mereka yang berada di balik layar’. Dan sampai sebelum masa kepemimpinan tuan Gaara, tidak ada satupun dari kami yang pernah diberikan posisi di tengah-tengah pemerintahan Sunagakure. Tuan tahu benar alasannya, bukan?”

 

“Iya.” Jawab Gaara. “Saya dengar itu karena klan Houki merupakan pindahan dari Konohagakure.”

 

Desakan yang begitu kuat dari Toujuuro merupakan alasan utama mengapa klan pindahan seperti itu bisa terpilih menjadi mitra perjodohan seorang Kazekage. Lagi pula, klan Houki sudah menunjukkan kesetiaan yang luar biasa besar selama bertahun-tahun.

 

Mereka juga termasuk pihak yang netral dalam percaturan politik klan-klan yang ada di negara angin.

 

“Tepat sekali. Klan Houki bermukim di daerah perbatasan antara negara api dan negara angin. Bisa dibilang, kami setia pada kedua negara tersebut. Namun meskipun begitu, tuan Gaara sama sekali tidak mencurigai kami, dan tetap memberi kami kepercayaan untuk mengabdi di Sunagakure.”

 

“Nona Hakuto berlebihan. Saya memberi amanat pada klan Houki, karena memang klan Houki memiliki kemampuan yang dapat diandalkan, itu saja, tidak lebih.” Jawab Gaara.

 

Lagi-lagi itu adalah sebuah kenyataan.

 

Bagi Gaara, kekuasaannya dalam hal politik terasa seperti sebuah ikatan tanggung jawab dari masa lalu. Dan dibawah kewenangannya, tak ada satupun sumber daya yang terbuang sia-sia. Sebagai seorang Kazekage, ia telah bekerja sangat keras demi desa. Dan hasil dari segala kerja kerasnya itu bisa dibilang, lumayan…

 

Gaara sadar benar akan hal itu.

 

“Meskipun begitu…” Ujar Hakuto.

 

“Dari dulu, saya benar-benar ingin bertemu tuan Gaara, orang yang telah memberi kami sebuah kepercayaan.”

 

“Begitukah?”

 

Sebuah percakapan yang biasa-biasa saja, namun entah kenapa, Gaara merasakan kelegaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

 

Mungkin itu karena, pada akhirnya, Gaara dapat melihat hasil dari segala pertempuran yang ia tempuh dalam ranah politik.

 


Dia merasa begitu bahagia.

 

Sebuah kebahagiaan yang serupa, seperti ketika dia melihat bunga mekar di puncak salah satu kaktusnya untuk pertama kalinya.

 Lanjut Chapter 3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar