EVIL FLOWERS IN FULL BLOOM
Kegelapan
menyelimuti langit yang berkilauan. Seorang laki-laki terduduk diam sembari
menatap bulan yang keperakan. Begitu menenangkan, bahkan seakan-akan perasaan
itu menyelimuti seluruh tubuhnya.
Tapi
sepertinya, seolah-olah cahaya rembulan terlalu berbahaya untuk menyinari kaki
manusia, tapi untuk hati- itu lain cerita. Cahaya rembulan adalah untuk mereka
yang merasa aman, dan kegelapan, adalah untuk mereka yang kuat, pembimbing yang
menunjukkan jalan pada mereka.
Cahaya
rembulan yang begitu terang menyinari arah ke mana laki-laki itu pergi, walaupun
kegelapan segera memenuhi harapan orang-orang seperti dirinya, cahaya kuat
sekalipun akan tertutupi dan menghilang layaknya cahaya yang perlahan
menghilang dibalik gunung.
Bulan
bersembunyi, bintang-bintang tergusur hingga ke ujung gunung, pertanda malam
akan segera berakhir.
Ia melarikan
diri dalam perjalanannya, bulan demi bulan demi sebuah penebusan.
Cahaya pagi
yang akan membakar bayangan malam.
Suara
percikan air sungai yang mengalir di lembah akibat hembusan angin, memberikan
kesan suasana yang menenangkan di hutan yang telah ada selama ratusan tahun
tersebut.
Disini, kau
dapat melihat betapa jelasnya sesosok pria yang tengah berjalan dibawah cahaya
redup mentari yang menembus dedaunan, yang walaupun dulunya ia hanyalah seorang
murid yang telah mengalami tekanan yang begitu besar selama ia tumbuh.
Tapi
sekarang, saat ini, ia sudah dewasa, walaupun masa mudanya masih tergambar
dengan jelas di wajahnya.
Pria ini
bernama Uchiha Sasuke, perjalanan ini dilakukan atas dasar dendam di masa lalu,
kematian, dan segala kebencian yang ia bawa dalam dirinya.
Sedikit
kilas balik sebelum cerita ini, ia dulu tinggal sebatang kara, meninggalkan
semua yang ia miliki dan lalu, ia dianggap sebagai seorang kriminal.
Sekarang,
kita tahu dosa yang ia miliki.
Kau adalah
dirimu sendiri.
Dan
bepergian sendiri adalah cara untuk menebus hal itu, dan untuk mempertimbangkan
kembali bayangannya sendiri.
Kejahatannya
sendiri, yang seharusnya sudah membuatnya ditahan, dan itulah alasan utama
mengapa Sasuke melakukan ini semua di dalam kegelapan.
Tapi, semua
bebannya kini telah disingkirkan dan akhirnya ia dapat berjalan dengan bebas di
bawah indahnya mentari. Semua itu berkat Uzumaki Naruto, atau shinobi yang kini
dianggap sebagai 'Matahari dari Konohagakure'.
Lalu, Sasuke
dengan perasaan putus asa mencoba memutuskan ikatan persahabatannya dengan
Uzumaki Naruto, tapi sekarang Sasuke sangat bersyukur ia tidak memutuskan
ikatannya dengan Naruto. Ia sangat bersyukur, ia tidak akan pernah memutuskan
ikatannya dengan Naruto, karena sejak dulu Naruto-lah satu-satunya orang yang
mempercayainya.
Tapi bukan
hanya itu saja, walaupun ia telah mengabaikan, membuang, dan bersikap dingin
kepada orang ini, tapi…..
Haruno
Sakura telah memantapkan cinta dan perasaannya untuk orang sepertiku.
Dan selalu
mencoba memberikan cahaya mentari musim semi di tengah kehidupannya yang suram.
Dan juga,
sang shinobi dengan warna rambut layaknya es yang membeku, Hatake Kakashi, guru
Sasuke, yang terus saja melihat dan mengawasi Sasuke, dan selalu
memperlakukannya layaknya ia masih anggota dari Tim 7, walaupun di
tengah-tengah masa konflik yang lalu, ia masih percaya pada Sasuke, bahkan
Kakashi memberikannya kebebasan untuk melihat sendiri dunia layaknya seekor
burung gagak.
Dan, aku
telah menerima banyak bantuan dari orang-orang...
Sekarang,
semuanya telah berubah menjadi lebih baik dan, semua orang, termasuk dirinya
dapat merasakannya.
"....Hmm...?"
Sasuke masih
terus berjalan ketika menghirup udara segar melalui hidungnya, dan ia merasakan
pancaran sinar yang begitu terang di ujung pandangannya
"Pasti
disana ujung dari hutan ini." gumamnya.
Dan lalu ia
lanjut berjalan menuju cahaya di ujung hutan, yang kemudian ia merasakan
pancaran sinar yang cukup mengejutkan dari arah pintu keluar hutan, dan bahkan
pemandangan yang ia lihat lebih mengejutkannya.
Pohon-pohon
muda berjejeran dan membentang di sepanjang sisi.
'Hutan
ini masih muda..' Pikir Sasuke. Hutan yang masih muda tersebut
mengingatkannya dengan anak-anak.
Sasuke
sejenak memikirkan tentang betapa indahnya, atau mungkin lebih berpikir tentang,
bagaimana bisa cahaya mentari menyinari pepohonan muda dan membuat mereka
seperti bermandikan dengan cahaya tersebut.
"Bunga
putih..."
Akar dibawah
pepohonan tersebut diselimuti dengan bunga-bunga putih nan cantik yang tengah
bermekaran.
Angin yang
bertiup membawa aroma manis dari para bunga, membuat Sasuke berhenti sejenak
seakan-akan ia tengah diundang untuk menikmati suasana yang begitu indah
tersebut.
Dan Sasuke
lalu melihat ke bawah sambil mendekati bunga-bunga tersebut, dengan rasa
keingintahuan, ia berpikir, ketika ia melihat ke arah bunga-bunga tersebut ia
merasakan perasaan damai dalam dirinya.
Aku mungkin
tidak akan menyukai pemandangan seperti ini, jika aku masih berupa Sasuke yang
dulu, bahkan dengan kehadiran bunga-bunga ini. Dulu, aku pasti tidak akan
menyadari hal-hal seperti ini, walaupun aku pasti akan melewati hal-hal seperti
ini --
Ketika ia
tengah merenung ia secara tak sengaja menginjak sebatang bunga dan tiba-tiba ia
mendengar sebuah pergerakan di dekatnya.
"Shuriken
Kertas!"
Sasuke
mendengar suara seseorang yang sedang berlari.
Sasuke dapat
melihat sesosok bocah laki-laki muda tengah berlari diantara sela-sela pohon
muda, sepertinya berumur antara 7-8 tahun, dan mengenakan sebuah topi dengan
sebuah pola pulau.
"Musim
Kupu-Kupu!" Teriak bocah tersebut dengan semua kekuatannya sembari
melemparkan sesuatu, layaknya sedang membuat efek suaranya sendiri.
Jika dilihat
secara seksama, sepertinya bocah tetsebut sedang melemparkan shuriken kertas
dengan lipatan yang sangat rapih, Sasuke bahkan sampai tidak dapat mengatakan
apakah itu merupakan kertas peledak atau bukan.
Bukan
berarti bocah ini memiliki kemampuan untuk membunuh, sepertinya ia
mengarahkannya pada satu titik, tapi akibat tertiup angin dari dasar lembah,
shuriken kertas yang ia lemparkan menyebar ke segala arah.
"Oh,
wow, hahaha, kau tau, semua yang kau butuhkan hanyalah satu."
Juga
terdengar suara yang lain, dari posisi yang sedikit jauh dari bocah itu,
seorang bocah lain tengah berdiri, dan jika diperhatikan sepertinya ia berusia
sepuluh tahun atau lebih.
"Kau
menggerakkan dadamu kebawah layaknya hanya itulah shuriken kertas yang kita
miliki, Daiko."
"Hup
da!" si bocah yang lain melompat ke depan.
"Bahkan
jika satu... Satupun juga dapat meledak.. Apa itu ? Kaboom!" Lanjut bocah
yang lain tersebut.
Kelihatannya
mereka berdua bersaudara, si kakak pasti lebih terlatih daripada si adik, atau
si adik sedang berperan layaknya pemeran pembantu jika dibandingkan dengan si
kakak.
"Jadi,
sekarang giliranku." Ucap si kakak,
Daiko sembari ia mengambil sebuah
shuriken kertas dan melemparkannya. Shuriken tersebut melesat dan membelah
angin sementara si adik berlari mencoba menghindari shuriken yang dilemparkan
oleh kakaknya.
"Jika
begitu, aku akan menghindarinya." Ucap si adik sembari menjauh.
Si kakak
menatap ke arah adiknya dengan senyuman dan tawaan, dan perlahan shuriken
kertas miliknya menyesuaikan diri dengan angin, dan terbang layaknya parabola.
"Dan....
Serang!" Ucap si kakak.
Serangan
tersebut mengenai si adik, meninggalkan bekas di topi miliknya.
" Apa
yang?! Kenapa kau menyerangku?!"
"Itu
hanya akan terasa sakit jika kau bilang sakit. Aku tidak akan menyerangmu jika
kau tidak berlagak sombong, adikku Ken." Jelas si kakak kepada adiknya.
"Bagaimana
bisa aku tidak terluka?!" lalu si adik menunjuk ke arah shuriken yang
menancap di topinya.
"Benda ini hampir menusuk kepalaku!"
"Kau
tak perlu berlagak seperti itu, lagipula kau menyadarinya kan bahwa shuriken
itu telah terjatuh di dekat kakimu?"
Daiko
menunjuk ke arah shuriken kertas yang terjatuh dan tengah tergeletak di atas
bunga-bunga putih.
"Ohh,
sepertinya kali ini kau menang, nii-san." Ucap Ken sembari melihat ke arah
shuriken kertas tadi.
"Yahh,
itu hanya satu trik, tapi keberuntunganmu bagus juga."
"Hey,
itu bohong, bohong! Hey, hey! Tunjukkan padaku trikmu yang lain!" Pinta si
adik.
Si kakak
tersenyum dan terlihat sedikit kesusahan.
Gerakan ini,
ekspresi ini, mengingatkan Sasuke tentang masa lalu, tentang bagaimana kakak
yang begitu ia hormati, serta tingkah sang adik yang begitu canggung.
Lalu, ketika
di masaku dulu, aku selalu saja bertingkah seperti itu.
Lalu, Daiko
menjawab,
"Trikku? Meditasi sambil menjaga anak bocah sepertimu, dan bahkan
begitu, aku tetap akan dapat melakukan apa yang dapat aku lakukan ketika aku
dapat melakukannya!"
Nada bicara
si kakak kini terdengar lebih ramah dan si adik masih melihat ke bawah dan
menyadari bahwa ia berada di situasi yang kurang mengenakkan.
"Ah?!"
Lalu
tiba-tiba suara ledakan shuriken terdengar dari dasar lembah, si adik pasti
telah mencampurkan antara shuriken yang dapat meledak dengan yang tidak dapat
meledak.
"Hey,
tunggu!" Ucap si adik dengan terburu-buru ketika si kakak berhasil
mendorong adiknya tepat waktu.
"Kau
tak perlu cemas, aku melindungimu!" Ucap Ken, entah mengapa Daiko mengerti
bahwa itu tidak sepenuhnya benar.
"Oh..."
Kini Daiko merasa lega walaupun sebelumnya mereka berada dalam keadaan yang
cukup membahayakan.
"Um,
maafkan aku, terima kasih atas bantuanmu, nii-san." Ucap si adik sambil
membungkukkan kepala ke arah penyelamatnya.
Lalu si
kakak mengulurkan tangan ke arah si adik dan ia meraih dan segera berdiri.
Tapi lalu,
Daiko menemukan benda lain.
"Shuriken
kertasku!" Suara si adik terdengar kegirangan saat ia mengetahui senjata
berharganya sama sekali tidak rusak dan ia merasa sangat senang ketika menerima
senjatanya kembali.
Tiba-tiba, mata
tak berdosa Ken bertemu dengan mata Sasuke yang tengah mengawasi.
"Hey,
kenapa ninja itu memiliki cara pandang yang sama seperti ninja Naruto?"
Mata Sasuke
melebar akibat pertanyaan mendadak itu. Jelas terdapat perbedaan yang besar
antara dirinya dengan Naruto, bocah ini mungkin sama sekali belum pernah
melihat Naruto secara langsung.
“Naruto…?”
Sasuke
merasa malu dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya, dan juga merasa malu
karena salah dianggap sebagai Naruto.
"Yah,
matanya tidak terlihat seperti yang dikatakan orang-orang, mata Naruto lebih
bulat." Si kakak mencoba mengoreksi.
"Oh
yeah, mungkin seperti itu, tapi mungkin saja itu memang dia!"
Tampaknya
Sasuke merasa seperti bayangan Naruto tengah memakan dirinya.
"Jadi,
dengan itu, ninja mungkin memiliki ciri mereka masing-masing, sekarang
huh?" Si adik membuka mulutnya lagi.
Walaupun mungkin
aku selalu dikaitkan dengan nama Naruto, tapi di mata umum, mereka tidak dapat
melihat hal tersebut, dan terlebih lagi bocah ini berpikir bahwa akulah Naruto.
Sasuke
membuka mulutnya.
"Oh"
Hanya kata
itu yang terucap dari bibirnya.
"Ya
Tuhan! Kau begitu keren!" Si adik semakin memiliki keberanian untuk
berpikir bahwa Sasuke adalah Naruto, walaupun Sasuke sendiri tidak mengatakan
apapun tentang itu.
Kepalan
Sasuke melunak ketika ia melihat ekspresi kesenangan dan ketertarikan bocah
tersebut terhadap apa yang ia lakukan.
"Yeah!
Ohh nii-san! Aku ingin menjadi seperti Naruto nii-san! Aku ingin kau
mengajariku beberapa ninjutsu, yeah!"
"Apa
yang kau katakan, Ken?" Keringat dingin Daiko menetes,
"aku minta
maaf, sudah lama semenjak terakhir kali ia melihat orang lain selain keluarga
kami, tolong jangan hiraukan dia."
Daiko merasa
kesulitan menahan adiknya, tetapi akhirnya adiknya berhasil lebih dekat ke
tempat dimana Sasuke berdiri.
Keadaan
menjadi merepotkan.
"Kami
bukannya bermain, kami kesini untuk latihan!"
Tiba-tiba
Sasuke dipenuhi dengan kenangan manis dan juga ingat masa dimana ia masih kecil
dan berlatih dengan kakaknya.
Bocah ini
mengingatkanku akan diriku saat masih muda.
Mata Sasuke
melihat ke arah sosok yang tengah kesenangan di bawahnya…….
"...Huh.."
Walaupun
Sasuke tidak terlalu suka hal seperti ini karena hanya membuang-buang waktu, ia
hanya memiliki satu bulan yang tersisa dalam perjalanannya untuk menebus apa
yang telah ia lakukan.
"Pinjamkan
aku itu."
Tangan
Sasuke mengarah ke shuriken kertas milik si bocah.
"Baiklah!"
bocah itu dengan senang hati memberikan shuriken kertasnya kepada Sasuke.
Kali ini
angin bertiup dari dasar lembah, menerbangkan satu kelopak bunga yang berjarak
beberapa kaki darinya layaknya sedang menari di udara dan ia kemudian
melemparkan shuriken tersebut ke arah kelopak bunga itu.
Sasuke
melemparkan shuriken kertas itu dengan satu gerakan. Shuriken tersebut melesat
dengan tingkat akurasi yang sama sekali berbeda tingkatan jika dibandingkan
dengan yang bocah-bocah itu lakukan.
Shuriken
tersebut tepat mengenai kelopak bunga yang tengah menari di udara.
"Oh!"
"Wow!"
"Luar
biasa! Sungguh, luar biasa!"
"Kau
keren sekali!"
Kedua
bersaudara itu menunjukkan keterkesanan mereka dengan mulut yang terbuka lebar.
"Triknya
adalah memperhitungkan intensitas dari kertas itu sendiri, atau kau bisa
menggunakan chakramu, tapi aku tadi sama sekali tidak menggunakan chakra, itu
lebih tergantung pada seberapa bagus lemparanmu."
Jika saja
aku memiliki tanganku yang satu lagi...
"Naruto
nii-san, wowo! Oh dan--" Ucap Ken dengan begitu bersemangat sambil ia
mencoba untuk mengambil shuriken lain yang tersisa.
"Sasuke.."
Kedua
bersaudara tersebut terdiam sejenak, "Apa?"
"Sasuke,
namaku Sasuke..."
Kemudian
mereka mulai tertawa dan tersenyum kearahnya.
"Sasuke
nii-san!"
Di tempat
ini, tempat dimana angin bertiup dari arah puncak menuju lembah bukit, beberapa
shuriken kertas menancap diatasnya.
Shuriken ini
menancap di tanah layaknya telah dilemparkan seseorang sebelumnya.
"Dan
begitulah kau melakukannya..."
Tidak ada
keuntungan sama sekali bagi Sasuke untuk melatih kedua bocah ini, tapi tetap
saja ia mengajari mereka.
Sasuke
memberitahu dan menunjukkan cara melempar shuriken kertas yang benar kepada dua
bersaudara tersebut.
"Setelah
ini, lakukan sendiri."
"Baiklah ,
Sasuke nii-san!"
Lalu Sasuke
pergi meninggalkan mereka dan mereka mulai berlatih cara melempar shuriken
kertas dengan benar.
Aku akan
meninggalkan tempat ini segera untuk mendapatkan kembali kehidupanku, dan
meninggalkan pemandangan hutan yang indah serta wajah tak berdosa dari kedua
bersaudara tadi.
Sasuke lalu
berbaring di atas rumput.
"Maafkan
aku, tapi aku mungkin harus segera meninggalkan kalian.." Ucap Sasuke
kepada kedua bocah tersebut dan menambahkan beberapa alasan seperti 'harus pergi
karena aku merasa lelah' sambil memegangi kepalanya.
Ken berusaha
memprotes keputusan Sasuke, tapi kemudian Daiko merendahkan kepalanya dengan
gaya yang sopan, walaupun kebaikan seperti ini masih belum terlalu familiar
bagi Sasuke.
"Apa-apa,
Sasuke nii-san?" Ken berhenti melempar shuriken sebagai bentuk reaksi dari
ucapan Sasuke.
Daiko
kemudian berjalan dan mengambil satu persatu shuriken yang dilempar untuk
membantu adiknya.
Si kakak
sepertinya sudah menduga reaksi dari adiknya, tapi kemudian Sasuke berkata,
"Wah-wah, kau tidak bisa meninggalkan senjatamu begitu saja, kau harus
pergi dan mengambilnya sendiri."
Lalu sang
adik berteriak memanggil nama seseorang yang tengah mengambil shuriken di
belakangnya,
"Nii-san!"
Ken
mendekatinya walaupun itu sedikit menyebalkan baginya, melihat sang kakak
mengambil shuriken untuknya tetapi sasuke nii-san memberitahunya untuk
melakukannya sendiri, sehingga ia merasa sedikit kesal.
"Sasuke
nii-san menyuruhku melakukan ini, kau pergilah istirahat!" Lalu ia
berlarian mengambil sisanya.
Lalu Sasuke
berdiri.
Aku juga
harus mengambil beberapa, tidak enak dilihat jika mereka bekerja sementara aku
hanya duduk dan menunggu.
"Oh,
tunggu tunggu.." Daiko mencoba untuk mengajari adiknya tetapi adiknya
malah memberitahunya untuk pergi istirahat,
"Baiklah kalau begitu."
Sang adik
kemudian menyadari Sasuke membantunya mengambil beberapa shuriken yang
tergeletak di dekat tempat dimana Sasuke berdiri.
Sementara
itu, si kakak langsung berlari ke tempat Sasuke.
"Aku
ingin bilang, bahwa aku senang kau memutuskan untuk membantu kami."
Sasuke hanya
tersenyum karena ia juga mengerti.
"Kau
tau, semua ini hanya akan menyita waktumu, mengambil semua shuriken ini satu
persatu, ini juga akan menahanmu dalam perjalananmu tapi jika kau harus segera
pergi, tak baik bagimu jika kau terus membantu kami, kami hanya menahanmu, kau
terlalu banyak membantu."
Dan
sepertinya Sasuke sendiri juga merasa agak enggan untuk mengambil
shuriken-shuriken tersebut,
"Ohh
sebenarnya.." Daiko menghela napas lalu duduk di bawah pohon, ekspresi di
wajahnya perlahan menjadi muram.
"Kau
tau, aku tak bisa diandalkan sebagai seorang kakak, aku terlalu protektif, aku
terlalu mencampuri dalam hal ini dan itu, dan aku terus memaksanya untuk tidak
boleh gagal."
Ia lalu
terdiam sejenak, lagi.
"Sepertinya
sudah kebiasaanku untuk selalu proaktif terhadapnya tapi sebagai kebiasaan,
tidak ada tempat untuk orang lain untuk selalu membantunya setiap hari, tapi
ini bukanlah hal seharusnya kau lakukan, ini adalah tanggung-jawabku."
Kali ini
sang kakak menunjukkan dirinya tanpa rasa malu tentang beban yang ia tanggung,
setiap hari. Sasuke menyadari hal tersebut dan menatap ke arah lain, melihat ke
arah sang adik yang sama sekali tak mengerti betapa besar usaha yang telah
kakaknya lakukan demi dirinya. Si adik kemudian menatap balik ke arah Sasuke,
dan Sasuke menyadari bahwa sang adik tidak tahu bagaimana caranya menghargai
apa yang telah kakaknya lakukan di usia muda ini.
"Akan
kutunjukkan padamu, Sasuke nii-san! Cara buatanku!"
Di satu
sisi, kedua bersaudara itu terlihat memiliki perasaan yang berbeda, sang adik
terlihat masih sangat polos dan bahkan belum tau apa-apa, sangat mirip dengan
Sasuke di usia seperti itu.
Hanya dalam
beberapa waktu, sang adik telah menunjukkan perkembangan dalam cara melempar
shuriken, terasa seperti ia telah menumbuhkan semacam keberanian dalam dirinya.
Ia terus melemparkan shuriken kertas miliknya tanpa henti.
Tangannya
kini lebih baik jika dibandingkan dengan sebelumnya, sepertinya ia dapat dengan
cepat beradaptasi. Shuriken-shuriken lemparannya melayang dan mengenai target
dengan cukup baik.
"Luar
biasa, kau kelihatan lebih baik sekarang, huh, adikku?"
Sosok di bawah
pohon tersenyum dan senang terhadap perkembangan adik kecilnya.
Adiknya juga
merasa bangga, ia mungkin juga telah menyadari perkembangannya.
"Oh..."
Bagaimanapun,
ketika matanya menerawang jauh ke arah barat, ekspresi kesal tergambar di
wajahnya ketika ia menyadari sesuatu. Hari mulai menggelap, cahaya mentari
perlahan menghilang, pertanda hari akan segera berakhir. Mereka saling beradu
pandangan, dengan tanpa mengatakan apapun. Senja telah tiba.
"Akatsuki"
itulah yang didengar Sasuke dari mulut si bocah kecil.
Akatsuki.
Tubuhnya
seakan-akan membeku mendengar kata itu.
"Bukan,
bodoh, itu bukan akatsuki (fajar). Akatsuki itu bukan di senja hari, karena
artinya adalah cahaya fajar..." Daiko menjelaskan dengan lembut tentang
arti kata itu kepada adiknya.
Cahaya fajar
mungkin memang sedikit mirip dengan cahaya matahari terbenam di senja hari.
Secara
refleks, Sasuke tertawa kecil.
Bagaimanapun,
ekspresi yang ditunjukkan sang adik sedikit tidak jelas, semacam ekspresi
penderitaan, ia kini mendekat ke sang kakak, Daiko.
Angin
bertiup dari dasar lembah, menerbangkan kelopak-kelopak bunga ke arah langit
barat.
Daiko
mengarahkan kepala adiknya ketika ia melihat ke arah langit kemerahan di arah
barat.
"Keluarga
kami dibunuh oleh Akatsuki."
Kata-kata
itu keluar bersama dengan aura kesedihan dari kedua bersaudara tersebut.
Tiba-tiba,
Sasuke melihat pelangi berwarna merah akibat pantulan sinar merah mentari
senja, mengingatkan dirinya akan pakaian hitam dengan pola awan merah seperti
darah.
Ia kembali
mengingat saat dimana Sasuke bertemu dengan kakaknya, ia memakai pakaian yang mirip
dengan yang Ken saat ini kenakan, seperti jubah hitam dengan pola awan merah,
pakaian khas Akatsuki.
Sang kakak
memiliki pandangan yang terlihat menggelap dan Sasuke terus memperhatikannya.
Setiap
anggota memiliki kekuatan yang luar biasa. Mereka semua membawa sisi kegelapan
dari organisasi tersebut dan menyebarkan banyak ketakukan diantara para shinobi
ketika mereka masih ada.
Inilah kisah
mereka...
Kisah dari
Akatsuki.
masih lama min? akasuki Hiden nya?
BalasHapusTunggu ya lagi di terjemahin part 1 nya
HapusThanks min, untuk lanjutannya chapter 1,3,4 sama epilog semoga cepet selasai
BalasHapusPart 1nya dimana bro?
BalasHapusKo yg bisa dibaca cuma Prolog sama part 2 ya, part 1 nya kemana min?
BalasHapuskak, part 1 nya up donggg
BalasHapuskak part 1 dll kok tidak bisa dibaca yah?
BalasHapus